MODEL KURIKULUM TERPADU IPTEK DAN IMTAQ
MODEL KURIKULUM TERPADU IPTEK DAN IMTAQ
BAB I
PENDAHULUAN
Upaya
penyelesaian persoalan dikotomi kurikulum dalam pendidikan Islam sesungguhnya
telah banyak dilakukan. Sebagaimana dikemukakan oleh Rahman (1982:130-131),
atas dasar pengamatannya terhadap konsep dan praktek pendidikan di berbagai
negara Islam, secara garis besar ada dua cara yang umumnya dilakukan: Pertama, dengan menerima ilmu
pengetahuan (sains) modern yang sekuler sebagaimana telah berkembang secara
umum di Barat dan dicoba untuk
mengislamkannya dengan cara mengisinya dengan konsep-konsep tertentu
dari Islam. Kedua, dengan cara
menggabungkan atau memadukan ilmu pengetahuan modern dengan ilmu pengetahuan
keislaman yang diberikan secara bersama-sama di suatu lembaga pendidikan Islam.
Pendidikan sekarang ini dihadapkan pada
problem parsialisasi atau fragmentasi. Parsialisasi atau fragmentasi itu
terutama terjadi dalam tiga hal: hakekat manusia (peserta didik dan tujuan
pendidikan), kurikulum dan ilmu pengetahuan. Pertama, parsialisasi dalam memandang peserta didik dan tujuan
pendidikan. Anak didik dipandang sebagai sosok manusia yang memiliki
kepribadian secara utuh (integral),
melainkan (seakan) terdiri dari berbagai unsur komponen yang berdiri sendiri.
Parsialisasi kedua adalah cara
pandang terhadap kurikulum. Sekolah lebih mengutamakan kurikulum formal (formal curriculum) yaitu sebagaimana yang ada dalamsi silabi dan buku
paket. Ketiga parsialisasi juga
terjadi dalam memandang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dikapling-kapling
secara ekstrim antara satu dengan lainnya seakan terpisah dan tidak memiliki
keterkaitan.
BAB II
PEMBAHASAN
INTEGRASI IMTAK DAN IPTEK
Integrasi dapat dimaknai sebagai proses memadukan nilai-nilai
tetentu terhadap sebuah konsep lain sehingga menjadi suatu kesatuan yang
koheren dan tidak bisa dipisahkan atau proses pembauran hingga menjadi satu
kesatuan yang utuh dan bulat. Integrasi antara IMTAK dan IPTEK esensinya adalah
perpaduan antara dimensi agama dan ilmu. Oleh karenanya, untuk melihat berbagai
kemungkinan dari model integrasi antara IMTAK dan IPTEK, penulis terlebih
dahulu akan memetakan konsep ilmu dan agama serta titik temu dan titik pembeda diantara
keduanya.
KURIKULUM TEKNOLOGI
Inti dari kurikulum teknologi adalah
keyakinan bahwa materi kurikulum yang digunakan oleh peserta didik seharusnya
dapat menghasilkan kompetensi khusus bagi mereka. Teknologi berperan dalam meningkatkan
kualitas kurikulum, dengan memberi kontribusi mengenai keefektifan
instruksional, dan memantau perkembangan peserta didik. Oleh karenanya sangat
beralasan bahwa dewasa ini semakin banyak kurikulum efektif yang selaras dengan
perkembangan teknologi. Salah satu kelemahan kurikulum teknologi ini adalah kurangnya perhatian pada penerapan dan
dinamika inovasi. Model teknologi ini hanya menekankan pengembangan efektivitas
produk saja, sedangkan perhatian untuk mengubah lingkungan
yang lebih luas seperti organisasi sekolah, sikap guru, dan cara pandang
masyarakat sangat kurang.[1]
IMTAQ
Imtaq merupakan gambaran
karakteristik nilai-nilai keagamaan (keislaman) yang harus dimiliki oleh setiap
muslim. Imtaq merupakan urusan yang berkaitan dengan nilai, kepercayaan,
pemahaman, sikap, perasaan dan perilaku yang bersumber dari Alquran dan Hadist[2]
. Iman adalah keyakinan dalam hati mengenai ke- Esa-an dan ke-Maha
Kuasa-an Allah yang diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan melalui amal
perbuatan yang baik. Taqwa adalah sikap batin dan perilaku seseorang untuk
tetap konsisten melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.[3]
jadi dapat dikatakan bahwa imtaq
adalah nilai-nilai keagamaan yang harus dimiliki oleh setiap muslim yang
merupakan perwujudan iman kepada Allah dalam bentuk perilaku seseorang.
Pengembangan imtaq di sekolah sangat penting sebagai upaya untuk mewujudkan
tujuan pendidikan. Sesuai dengan UU NO. 20 Tahun 2003 pasal 3 yang berbunyi :
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar manjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
PERMASALAHAN KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Sebagai salah satu
bagian penting dari sistem pendidikan Islam, kurikulum telah ada sejak periode
awal keberadaan pendidikan Islam. Sejalan dengan perkembangan pendidikan Islam,
khususnya ketika pendidikan islam dilaksanakan dalam bentuk formal, kurikulum
pendidikan agama Islam mengalami perkembangan. Ketika Islam memasuki zaman
kemundurannya, pandangan terhadap ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan
mengalami perubahan dan reduksi. Salah satu perubahan yang sangat mendasar
ialah lahirnya pandangan dikotomis, yakni pandangan yang memisahkan ilmu
pengetahuan umum dan pengetahuan keagamaan. Akibatnya adanya pandangan diatas,
maka kurikulum lembaga pendidikan islam, khususnya kurikulum pada
madrasah-madrasah, pada umumnya hanya berisi ilmu-ilmu keagamaan semata[4].
KONSEP KURIKULUM PAI TERPADU SEBAGAI SEBUAH ALTERNATIVE
1.
Konsep iptek dan imtaq
Istilah “iptek” dan
“imtaq” merupakan dua istilah yang merupakan singkatan dari “ilmu pengetahuan
dan teknologi” dan “iman taqwa”. Iptek adalah paduan antara ilmu pengetahuan
(sains) dan teknologi. Sains dan teknologi merupakan dua sejoli yang tak
terpisahkan. Sains merupakan sumber teknologi dan teknologi merupakan aplikasi
sains. Sain adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh
sebagai konsesus para pakar. Sedangkan teknologi adalah sebagai himpunan
pengetahuan terapan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang
diperoleh dari penerapan sains dalam kegiatan yang produktif ekonomis.
Istilah imtaq adalah
gambaran karakteristik nilai-nilai keagamaan (keislaman) yang harus dimiliki
oleh setiap muslim. Imtaq merupakan urusan yang sarat akan nilai, kepercayaan,
pemahaman, sikap, perasaan dan perilaku yang bersumber dari Al-quran dan Hadis.
Berkaitan dengan jenis
pengetahuan ini, Islam tidak memamndangnya sebagai dua bidang yang terpisah,
karena keduanya berasal dari sumber yang satu, yaitu Allah swt. Pengetahuan
dalam bentuk imtaq adalah pengetahuan yang bersumber langsung dari Allah swt
dalam bentuk wahyu yang diturunkan melalui nabi Muhammad saw. Sebagai Rasulnya.
Sedangkan pengetahuan dalam bentuk iptek pada dasarnya juga berasala dari Allah
swt. Yang didapat manusia melalui alam, akal/nalar manusia yang diciptakan oleh
Allah swt.
Berangkat dari konsep
imtaq, maka dalam konteks praktek pendidikan Islam, telah terdapat dua jenis
pengetahuan yang diberikan yaitu, ilmu pengetahuan yang langsung berasal dari
Allah yang disebut ilmu pengetahuan imtaq atau pendidikan agama islam dan
pengetahuan yang berasal dari akal/nalar manusia dan alam yang disebut juga
mata pelajaran umum. Dalam kontek kurikulum dan pembelajaran secara formal di
Madrasah, iptek diwakili oleh mata pelajaran umum seperti: biologi, fisika,
kimia, matematika, dll. Sedangkan imtaq diwakili oleh mata pelajaran pendidikan
agama Islam, yakni: akidah akhlak, fikih, al-quran hadis dan sejarah kebudayaan
Islam.[5]
2.
Konsep keterpaduan iptek dan imtaq
Dasar utama konsep
keterpaduan iptek dan imtaq dalam ajaran Islam, utamanya telah ditunjukkan
dalam al-quran, yakni pernyataan akan sifat pengetahuan yang holistic atau
utuh.
Konsep keutuhan atau
keterpaduan pengetahuan dalam Islam itu disebut pandangan dunia Islam, yaitu
tauhid yang berimplikasi pada konsep monistik dalam ilmu pengetahuan. Menurut
islam khususnya dalam al-quran bahwa pengetahuan manusia semuanya bersumber dari
Tuhan.
Berdasarkan konsep
dasar Islam tentang pengetahuan, maka dalam konteks praktek pendidikan Islam,
telah terdapat dua jenis ilmu, yakni ilmu yang berasal dari Tuhan dan ilmu yang
berasal dari alam, akal/nalar dan sejarah manusia. Ilmu yang pertama tidak diragukan kebenaran
dan pemakainannya, sedangkan ilmu vyang kedua harus diuji dan diverifikasi
kebenarannya berdasarkan konsep dan nilai Islam[6].
MODEL KURIKULUM IPTEK
DAN IMTAK
Zainal Abidin Bagir (2005:94-98) mengembangkan beberapa model
integrasi antara ilmu dan agama. Model-model tersebut diklasifikasi dengan
menghitung jumlah konsep dasar yang menjadi komponen utama model itu. Jika
hanya ada satu, model itu disebut model monadik. Jika ada dua disebut model
diadik. Jika ada tiga disebut model triadik, jika ada empat disebut model
tetradik,dan jika terdapat lima komponen disebut model pentadik. Model monadik
sangat popular dikalangan fundamentalis, religious, atau sekuler. Kalangan
religious menyatakan agama merupakan keseluruhan yang mengandung semua cabang
kebudayaan. Sementara kelangan sekuler menganggap agama sebagai salah satu
cabang kebudayaan. Dalam fundamentalisme religious, agama dianggap sebagai
satu-satunya kebenaran dan sains hanyalah salah satu cabang kebudayaan
sedangkan dalam fundamentalisme sekuler, kebudayaanlah yang merupakan ekspresi
manusia dalam mewujudkan kehidupan yang berdasarkan sains sebagai satu-satunya
kebenaran.
Dengan model monadik totalistik seperti ini tidak mungkin terjadi
koeksistensi antara agama dan sains karena keduanya menegaskan eksistensi atau
kebenaran yang lainnya. Maka hubungan antara kedua sudut pandang ini tidak
dapat tidak adalah konflik seperti yang
dipetakan Barbour atau John F. Haught mengenai hubungan antara sains dan agama
yang secara sekilas sudah diuraikan sebelumnya. Tampaknya pendekatan totalistik
ini sulit untuk digunakan sebagai landasan integrasi sains dan agama di
lembaga-lembaga pendidikan dari TK hingga Perguruan Tinggi.
AGAMA
|
SAIN
|
Model Monadik Totalistik
Mengingat kelemahan model monadik, diajukan model kedua, yaitu
model diadik. Terdapat beberapa varian dari mdoel diadik ini. Pertama
mengatakan bahwa sains dan agama adalah dua kebenaran yang setara. Sains
membicarakan fakta alamiah, sedangkan agama membicarakan nilai ilahiah. Model
ini dapat disebut dengan model diadik
kompartementer atau relasi independensi.
SAINS
|
AGAMA
|
Model Diadik Independen
Varian kedua dari model diadik
dapat dinyatakan oleh gambar sebuah lingkaran yang terbagi oleh sebuah
garis lengkung menjadi dua bagian yang sama luasnya, seperti pada simbol dari
Tao dalam tradisi China. Dalam model ini, sains dan agama adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Hal ini bisa
direlevansikan dengan menyimak apa yang diungkapkan Caora bahwa Sains tak
membutuhkan mistisme dan mistisme tak membutuhkan sains. Akan tetapi manusia
membutuhkan keduanya. Model ini dapat disebut sebagai model diadik
komplementer.
Varian ke tiga dapat dilukiskan secara diagram dengan dua buah
lingkaran sama besar yang saling berpotongan. Jika dua diagram itu mencerminkan
sains dan agama akan terdapat sebuah kesamaan. Kesamaan itulah yang merupakan
dialog antara sains dan agama. Misalnya Maurice Buccalille menemukan sejumlah
fakta ilmiah didalam kitab suci Al qur’an. Atau para ilmuwan yang menemukan sebuah
bagian otak yang disebut the god spot yang dipandang sebagai pusat kesadaran
religious manusia. Model ini disebut sebagai model diadik dialogis.
SAINS
|
AGAMA
|
Model Diadik Dialogis
Model ketiga adalah model triadik sebagai suatu koreksi terhadap
model diadik independen. Dalam model triadik ada unsur ketiga yang yang menjembatani sains dan agama, yaitu
filsafat. Model ini diajukan oleh kaum teosofis yang bersemboyankan “there is
no religion higher than truth” . Kebenaran adalah kesamaan antara sains, filsafat,
dan agama.
SAINS
|
FILSAFAT
|
AGAMA
|
Model Triadik Komplementer
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa ide pokok dari integrasi kurikulum yang memadukan mata
pelajaran agama (imtaq) dengan umum ini ialah merupakan sebuah model yang
mencoba mengembangkan kurikulum sains (mata pelajaran umum) yang telah ada
menjadi sebuah model kurikulum yang memadukan materi sains (ilmu pengatahuan
umum) dengan materi imtaq (ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keislaman baik yang
terdapat dalam mata pelajaran agama Islam maupun dari sumber lainnya). Pemaduan
ini bertujuan agar : (1) siswa mendapatkan pengetahuan sains (iptek) yang
terpadu dengan imtaq; (2) siswa memiliki kemampuan untuk memadukan materi mata
pelajaran umum dengan agama; dan (3) siswa dapat meningkatkan hasil belajar di
bidang sains.
Selain hal
di atas, sebagaimana dikemukakan oleh Fogarty dan Maurer, bahwa model terpadu
dapat dirancang dengan berbagai bentuk, baik dalam bentuk intra, antar, dan
inter disiplin. Sehubungan dengan itu, maka model yang dianggap mungkin untuk
dikembangkan adalah model yang mengintegrasikan (memadukan) materi sains atau
iptek dengan materi imtaq dalam bentuk integrated
curriculum, yang dimodifikasi sesuai
dengan kondisi yang ada.
Integrasi antara IPTEK
dan IMTAK pada dasarnya merupakan integrasi antara ilmu dan agama. Berbagai
variasi model integrasi dapat dikaji dan dioperasionalisasikan oleh para
praktisi pendidikan dalam empat tataran yakni tataran konseptual,
institusional, operasional, dan arsitektural. Rumusan tujuan pendidikan
nasional yang terdapat dalam UU No 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ungkapan tujuan pendidikan
nasional tersebut di dalamnya bernuansa atau mengandung sebuah cita-cita
terbentuknya manusia Indonesia yang berkarakter IMTAK dan IPTEK.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarata: PT Bumi Aksara.
Sabda, Syaifuddin. 2006. Model Kurikulum Terpadu IPTEK &
IMTAQ. Jakarta: Quantum Teaching.
Yunus,
Rosman dan Aceng Mahmud Fasha. 2005. Pedoman Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan
Siswa SMP/SMA/SMK. Jakarta: Depdiknas.
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195604201983011-SOFYAN_SAURI/makalah2/INTEGRASI_IMTAK_DAN_IMPTEK_DALAM_PEMBELAJARAN.pdf
[2]
Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu IPTEK & IMTAQ, (Jakarta:
Quantum Teaching, 2006), hlm. 32.
[3]
Rosman Yunus dan
Aceng Mahmud Fasha, Pedoman Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Siswa
SMP/SMA/SMK, 2005, hal 2
[4]
Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu IPTEK & IMTAQ, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2006), hlm. 1-3.
[5]
ibid, hlm. 31-34.
[6]
Ibid, hlm. 35-37.
Comments
Post a Comment
Jangan lupa komentar yaaa !!!