PENYELENGGARAAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM ERA PEMBANGUNAN NASIONAL SAMPAI ORDE
PENDAHULUAN
Pendidikan
sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak
jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi
pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran
jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa.
Karena
itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat
wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan
dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan
di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang
mantap dalam menjawab tantangan zaman.
Di
Indonesia, berubahnya subsistem pendidikan (kurikulum, UU) biasanya tidak
ditanggapi dengan antusiasme, namun malah sebaliknya membuat masyarakat ragu
apakah penguasa di Indonesia memiliki visi pendidikan yang jelas atau tidak.
Visi pendidikan diharapkan mampu menentukan tujuan pendidikan yang jelas.
Karena, tujuan pendidikan yang jelas pada gilirannya akan mengarahkan ke
pencapaian kompetensi yang dibutuhkan serta metode pembelajaran yang efektif.
Dan pada akhirnya, kelak pendidikan mampu menjawab tuntutan untuk
mensejahterakan masyarakat dan kemajuan
bangsa. Setidaknya ada empat tujuan yang
menjadi idealisme pendidikan:
1. Perolehan
pengetahuan dan keterampilan (kompetensi) atau kemampuan menjawab permintaan
pasar.
2. Orientasi
humanistik
3. Menjawab
tantangan-tantangan sosial, ekonomi, serta masalah keadilan.
4. Kemajuan
ilmu itu sendiri.
Dari
keempat tujuan pendidikan di atas, setidaknya poin nomor dua yang berorientasi
pada tujuan memanusiakan manusia atau humanistis, menjadi poin yang penting
dalam proses pendidikan, dan sudah sepatutnya bahwa pendidikan harus menjunjung
hak-hak peserta didik dalam memperoleh informasi pengetahuan.
PEMBAHASAN
Pendidikan
Di Indonesia di Era Orde Baru
Orde
baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi
Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian
inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan
perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan
terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil
didikan.
Pelaksanaan
pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena
pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan
ideologi militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan
status quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat dengan kebijakan
pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri.
Pada
pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena
unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde
baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak
dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan
faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.
Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
·
Produk-produk
pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada
hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak
memanusiakan manusia).
·
Lahirnya kaum
terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang
berpikiran positivistik
·
Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintahan
Orde Baru yang dipimpin Soeharto mengedepankan moto “membangun manusia
Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia”. Pada tahun 1969-1970 diadakan Proyek Penilaian
Nasional Pendidikan (PPNP) dan menemukan empat masalah pokok dalam pendidikan
di Indonesia: pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Dan
hasilnya digunakan untuk membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
dan Kebudayaan (BP3K). pada masa orde baru dibentuk BP-7 yang menjadi pusat
pengarus utamaan (mainstreaming) pancasila dan UUD 1945 dengan produknya mata
ajar Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan penataran P-4. Ditahun 1980 mulai
timbul masalah pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah “pengangguran
terdidik”.
Depdiknas
di bawah Menteri Wardiman Djojohadiningrat (kabinet pembangunan VI)
mengedepankan wacana pendidikan “link and match” sebagai upaya untuk
memperbaiki pendidikan Indonesia pada masa itu.
a. Posisi
Siswa Sebagai Subjek dalam Era Orde Baru
Telah
dipaparkan sebelumnya bahwa pada masa ini seluruh bentuk pendidikan ditujukan
untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional. Siswa
sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam
menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas
mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
1)
Kurikulum 1968
Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada
pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak
mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada
masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut.
Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis,
kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi
intelektualnya saja.
2)
Kurikulum 1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar
MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
menjadi : tujuan instruksional umum
(TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada
kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk
membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar
berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program
belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal.
Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan
bertahap.
3)
Kurikulum 1984
Kurikulum
1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam
pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA
memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak
lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan
sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam
pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
4)
Kurikulum 1994
Kurikulum
1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa
mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai
muatan lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka
tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap
banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.
Sistem Pendidikan Pada masa Orde
Baru
Di tengah berkobarnya revolusi
fisik, pemerintah Indonesia tetap membina pendidikan agama.Pembinaan agama
tersebut secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Oleh karena itu, dikeluarkanlah
peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola
pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
Maka sejak itulah terjadi semacam
dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.Di
satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di
sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum.Keadaan seperti ini sempat
dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya
pendidikan agama, terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan
pendidikan agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.
Pendidikan agama diatur secara
khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :
1. Dalam
sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan
apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara
penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan,
bersama-sama dengan Menteri Agama.
Dalam hubungan ini kementrian agama
juga telah merencanakan rencana-rencana program pendidikan yang akan
dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam
sebagai berikut :
1. Pesantren
klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh
mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada
pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2. Madrasah
diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid
sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3. Madrasah-madrasah
swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan
pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
4. Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana
perbandingan umum kira-kira 1:2.
5. Suatu
percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun,
dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
6. Pendidikan
teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960
pada IAIN.IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan
dua fakultas di Jakarta.
Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Sejak ditumpasnya peristiwa G30
S/PKI pada tanggal 30 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki fase baru
yang dinamakan Orde Baru.
Orde baru adalah :
1. Sikap mental
yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap
Pancasila dari UUD 1945.
2. Memperjuangkan
adanya masyarakat yang adil dan makmur, baik material dan spiritual melalui
pembangunan.
3. Sikap mental
mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Dengan demikian, orde baru bukan merupakan
golongan tertentu, sebab orde baru bukan berupa penyelewengan fisik. Perubahan
orde lama (sebelum 30 September 1965) ke orde baru berlangsung melalui kerja
sama erat antara pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan pemuda yang
disebut angkatan 1966. Para pemuda itu bergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia).Dalam KAMI yang memegang peranan penting khususnya adalah
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)yang amat kuat serta mempunyai hubungan yang
tidak resmi dan organisasi Islam lainnya.Pada tahun 1966, mahasiswa memulai
melakukan demonstrasi memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan, harga
yang meningkat dan korupsi yang merajalela.Protes itu berkembang dan berhulu
protes terhadap Soekarno. Akhirnya pada tahun itu juga Soekarno didesak untuk
menandatangani surat yang memerintahkan Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan
guna keselamatan dan stabilitas negara serta pemerintah.
Dalam Pasal 4 TAP MPRS
No.XXVII/MPRS/1966 tersebut selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan, di
mana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah :
1. Mempertinggi
mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.
2. Mempertinggi
kecerdasan dan ketrampilan
3. Membina dan
mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Pendidikan pada hakikatnya adalah
usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah berlangsung seumur hidup.Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki
oleh sebuah rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989
tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk
manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang
mampu mandiri.
2. Pemberian
dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya
kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan
dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem
pendidikan nasional dilaksanakan secara swasta, menyeluruh dan terpadu.Semesta
dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat, dan berlaku di seluruh wilayah negara,
menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur.Jenjang dan jenis pendidikan, dan
terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan
seluruh usaha pembangunan nasional.
PENUTUP
Dari pemaparan makalah
ini tentang pendidikan masa orde baru maka dapat disimpulkan bahwa, pendidikan
Islam pada masa Orde Beru, masa itu banyak jalan yang ditempuh untuk
menyetarakan antara pendidikan agama dan pendidikan umum.Hal ini bisa dilihat
dari SKB 2 Menteri tentang sekolah umum dan agama.Dengan adanya SKB tersebut,
maka anak-anak yang sekolah agama bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih
tinggi. Kemudian untuk mengikis dualisme pendidikan bisa dilakukan dengan cara
pengintegrasian antara pelajaran umum dan agama, walaupun dualisme itu masalah klasik
yang tidak mudah untuk dihapus. Namun dengan adanya UU tentang pendidikan nomor
2 bisa diharapkan mempertipis dikotomi pendidikan.
Pendidikan yang islami
adalah pendidikan yang mendasarkan konsepsinya pada ajaran tauhid. Dengan dasar
ini maka orientasi pendidikan islam di arahkan pada upaya mensucikan diri
dan memberikan penerangan jiwa, sehingga setiap diri manusia mampu meningkatkan
dirinya dari tingkatan iman ke tingkat ihsan yang melandasi seluruh bentuk
kerja kemanusiannya ( amal saleh).
Dengan demikian
pendidikan yang islami tidak lain adalah upaya mengefektifkan aplikasi
nilai-nilai agama yang dapat menimbulkan transformasi nilai dan pengetahuan
secara utuh kepada manusia, masyarakat dan dunia pada umumnya. Dengan cara
demikian maka seluruh aspek kehidupan manusia akan mendapatkan sentuhan
nilai-nilai ilahiyah yang transcendental.
Pendidikan yang islami
sebagaimana di uraikan diatas akan tetap di perlukan untuk mengatasi berbagai
masalah kemanusian yang di hadapi pada masyarakat moderen saat ini dan dimasa
mendatang.
Sumber :
Comments
Post a Comment
Jangan lupa komentar yaaa !!!