Tokoh Islam


a.               Ibnu Khaldun
Nama lengkap : Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami (عبد الرحمن بن محمد بن خلدون الحضرمي)
Tempat dan Tanggal Lahir : Tunisia 27 Mei 1332/732H, wafat 19 Maret 1406/808H)
Tokoh dibidang :  seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan).[1]
Pemikiran dibidang pendidikan : Pemikiran Ibn Khaldun dalam bidang pendidikan meliputi tentang manusia didik, ilmu, metode pengajaran, dan spesialisasi. Dalam melihat manusia ia tidak terlalu menekankan kepada kepribadiannya akan tetapi kepada hubungannya dan interaksinya terhadap kelompok yang ada dalam masyarakat. Dalam konsep ini sering disebut sebagai salah satu pendiri sosiolaogi dan antropologi. Ibn Khaldun berpandangan   bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Oleh karena itu mampu melahirkan ilmu dan teknologi, dan sifat-sifat ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Selanjutnya ia berpaendapat bahwa pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban Berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Ibn Khaldun membagi menjadi tiga macam yaitu ilmu lisan, ilmu Tujuan Pendidikan
a)      Tujuan peningkatan pemikiran
Beliau memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas yang dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan ketrampilan sehingga dapat meningkatkan potensi akal. Melalui proses belajar manusia mencoba meneliti pengetrahuan dan informasi yang diperoleh oleh pendahulunya, mengumpulkan fakta, dan menginventarisasikan ketrampilan yang dikuasainya untuk memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan yang semakinmeningkat sepanjang masa sebagai hasil dari aktivitas akal manusia. Atas dasar pemikiran tersebut, maka tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah peningkatan kecerdasan manusia dan kemampuannya berfikir.
b)       Tujuan peningkatan kemasyarakatan
Dari segi peningkatan kemasyarakatan, ia berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia. Ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Semakin dinamis budaya masyarakat, maka akan semakin mutu dan dinamis pula ketrampilan di masyarakat tersebut. Jadi, eksistensi pendidikan menurutnya merupakan satu sarana yang dapat membantu menuju kemajuan dan kecemerlangan serta mendorong terciptanya tatanan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.
c)      Tujuan pendidikan dari segi kerohanian
Tujuan pendidikan dari segi kerohanian adalah dengan meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktik ibadah, zikir, khalwat (menyendiri) dan mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana para sufi.
v  Kurikulum Pendidikan dan Klasifikasi Ilmu
Kurikulum dan sistem pendidikan yang tidak selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik akan menjadikan malas dan enggan belajar. Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi tiga macam :
1)      Kelompok Ilmu Lisan (bahasa) : tentang tata bahasa / gramatika, sastra dan bahasa yang tersusun secara puitis (syair).
2)      Kelompok Ilmu Naqli : Ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi. Menurutnya, Al-Qur’an adalah ilmu yang pertama kali diajarkan pada anak, tentang syariat Islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap umat Islam. Ilmu Naqli hanya ditujukan untuk dipelajari pemeluk Islam. Walaupun dalam setiap agama-agama sebelumnya, ilmu-ilmu tersebut telah ada. Akan tetapi berbeda dengan yang terdapat dalam Islam.
3)      Kelompok Ilmu Aqli : Ilmu yang diperoleh manusia melalui kemampuan berfikir. Proses perolehan tersebut dilakukan melalui panca indera dan akal.
Ilmu Aqli dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
a)      Ilmu Logika (Mantiq)
b)      Ilmu Fisika termasuk di dalamnya kedokteran dan pertanian
c)      Ilmu Metafisika (‘Ilm Al-Ilahiyat)
d)     Ilmu Matematika termasuk di dalamnya ilmu geografi, aritmatika, aljabar, dan astronomi
Ibnu Khaldun berupaya menyusun ilmu-ilmu tersebut berdasarkan urgensi dan faedahnya bagi peserta didik, yaitu :
a)      Ilmu syariah dengan semua jenisnya
b)      Ilmu filsafat (rasio) ; Ilmu alam (fisika) ; dan ilmu ketuhanan (metafisika)
c)      Ilmu alat yang membantu ilmu agama, ilmu bahasa dan gramatika
d)     Ilmu alat yang membantu ilmu falsaffah (rasio), ilmu mantiq dan ushul fiqh.
Ibnu Khaldun membagi keempat ilmu tersebut menjadi dua golongan, yaitu ilmu pokok dan ilmu alat. Ilmu syariah dan ilmu filsafat berada pada satu klasifikasi. Ia menamakannya dengan ilmu pokok. Namun demikian, ia lebih mengutamakan ilmu syariat daripada ilmu filsafat karena merupakan asas dari ilmu-ilmu. Menurutnya, ilmu syariat datang dari Allah dengan perantaraan para Nabi dan manusia hendaknya menerima apa yang dibawa para Nabi serta mengikutinya untuk tercapainya kebahagiaan. Adapun golongan ketiga dan keempat, Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ke dalam ilmu alat. Ia dengan tegas mengutamakan ilmu alat untuk mempelajari ilmu agama karena sangat penting untuk memahami teks-teks mulia, Al-Qur’an dan Al-Hadits, terutama ilmu bahasa Arab dengan berbagai jenisnya. Ia meletakkan ilmu Filsafat pada posisi terakhir. Ia menganjurkan peserta didik untuk mempelajari ilmu ala, ilmu-ilmu bhasa Arab dengan berbagai jenisnya dan ilmu rasio sekedar untuk memahami ilmu syariah yang merupakan ilmu pokok.

Metode Mengajar
Menurutnya, mengajarkan pengetahuan pada peserta didik hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan berangsur-angsur, setapak demi setapak, sedikit demi sedikit. Dalam hubungannya denga proses mengajarkan ilmu pada peserta didik, Ibnu Khladun mengnjurkan agar para pendidik mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan metode yang baik dan mengetahui faedah yang digunakannya. Pendidik tidak boleh mengajar peserta didik dengan kasar dan dengan makian. Bila hal tersebut dilakukan, maka akan menyebabkan anak menjadi pemalas, pembohong, tidak bisa mandiri, kasar, tidak berakhlak mulia, keras kepala, suka membantah dan lainn sebagainya.
Sejalan dengan metode diatas, Ibnu Khaldun menganjurkan agat pendidik bersikap sopan dan bijaksana terhadap peserta didiknya. Demikian pula dengan orangtua agar memilki sikap tersebut dalam menghadapi anaknya. Ini sangat penting dikarenakan orangtua merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam upaya pembentukan kepribadian seorang anak.
Beliau mengajurkan untuk mempergunakan jalan pengajaran konsentris untuk mata pelajaran tertentu dalam proses belajar mengajar. Lanhkah pertama yang harus ditempuh adalah peserta didik diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahsan yang dipelajarinya. Keterangan terhadapa materi pelajaran yang diberikan hendaknya bersifat umum, yaitu dengan memperharikan kekuatan pemikiran peserta didik dan kesanggupannya memahami apa yang diberikan kepadanya. Apabila dengan jalan tersebut seluruh pembahasan pokok telah dipahami, maka berarti peserta didik telah memperoleh keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan tersebut. Jika pembahasan yang diberikan belum mampu tercapai secara maksimal, maka harus diulang kembali hingga dikuasai secara rinci, luas dan mendalam.

Sifat-Sifat Pendidik
Seorang pendidik akan berhasil dalam tugaanya apabila memiliki sifat-sifat yang mendukung profesionalismenya. Adapun sifat-sifat tersebut adalah:
1)      Pendidik hendaknya lemah lembut, senantiasa menjauhi sifat kasar, serta menjauhi hukuman yang merusak fisik, dan psikis peserta didik, terutama terhadap anak-anak yang masih kecil.
2)      Pendidik hendaknya menjadikan dirinya sebagai uswah alhasanah atau suri tauladan bagi pesetta didik.
3)      Pendidik hendaknya memperhatikan kondisi peserta didik dalam meberikan pengajarn, sehingga metode dan materi dapat disesuaika secara proporsional.
4)      Pendidik handaknya mengisi waktu luang dengan aktivitas yang berguna.
Pendidik harus profesional dan memilki wawasan yang luas tentang peserta didik, terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwanya, serta kesiapan untuk menerima pelajaran.naqli dan ilmu aqli.

Karya-karya Ibnnu Khaldun :
Berikut ini beberapa karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain;
  1. Kitab al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-’Arab wa al-’Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar.
Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering menyebutnya dengan kitab al- ‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu Khaldun.
  1. Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.
Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-maslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia.
  1. Kitab al-Ta ‘rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan.
Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya.
  1. Karya-karya lain
Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-karya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih. Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas tentang mistisisme konvensional.

b.              Ibnu Sina
Nama lengkap : Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā
Tempat dan tanggal lahir : 980 M, di Afsyahnah
Tokoh bidang : seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia[2]
Pemikiran dibidang pendidikan : Menurut Hasan Langgulung pemikiran pendidikan Ibnu Sina dalam falsafat praktisnya (ilmu praktis) memuat tentang ilmu akhlak, ilmu tentang urusan rumah tangga, politik dan syariah. Karya tersebut ada prinsipnya berkaitan dengan cara mengatur dan membimbing manusia dalam berbagai tahap dan sistem. Pembahasan diawali dari pendidikan individu. Yaitu bagaimana seseorang mengendalikan diri (akhlak). Kemudian dilanjutkan dengan bimbingan kepada keluarga (takbiral-manzil), lalu meluas ke masyarakat (tadbir al-madinat) dan akhirnya kepada seluruh umat manusia. Maka menurut Ibnu Sina, pendidikan yang diberikan oleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan kemanusiaan. Disini dapat dilihat bahwa pemikiran pendidikan Ibnu Sina bersifat komprehensif. Sementara itu pandangan-pandangan Ibnu Sina dalam bidang politik hampir tidak dapat dipisahkan dari pandangan nya dalam bidang agama, karena menurutnya hampir semua cabang ilmu keislaman berhubungan dengan politik, ilmu ini selanjutnya ia bagi menjadi empat cabang yaitu ilmu akhlak, ilmu cara mengatur rumah tangga, ilmu tata negara dan ilmu tentang kenabian. Ke dalam ilmu politik ini juga termasuk ilmu. Ilmu. Pendidikan, karena ilmu pendidikan merupakan ilmu yang berada pada garis terdepan dalam menyiapkan kader-kader yang siap untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan[ Pemikiran Ibnu Sina dalam pendidikan antara lain berkenaan dengan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru dan pelaksanaan hukuman dalam pendidikan.
  1. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahluian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan dan kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.
  1. Kurikulum
Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk anak usia 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara dan kesenian. Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajarn membaca dan menghafal Al-Qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir, dan pelajaran olahraga.
Sedangkan kurikulum untuk anak usia 14 tahun keatas. Pandangan Ibnu Sina terhadap mata pelajaran yang harus diberikan kepada anak usia 14 tahun keatas berbeda dengan mata pelajaran yag harus diberikan kepada anak usia sebelum 14 tahun sebagaimana telah disebutkan diatas. Mata pelajaran yang dapat diberikan kepada anak usia 14 tahun keatas, amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak.
  1. Metode Pengajaran
Ibnu Sina berpendapat bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan salah satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Penyampaian materi pelajaran pada anak menurutnya harus disesuaikan dengan sifat dari materi pelajaran tersebut, sehingga antara metode dengan materi yang diajarkan tidak ak kehilangan daya relevansinya. Metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang dan penugasan.
  1. Konsep Guru
Konsep guru yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, bersih dan suci murni.
  1. Konsep Hukuman dalam Pelaksanaanya
Ibnu Sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Namun dalam keadaan terpaksa hukuman dapat dilakukan dengan cara yang amat hati-hati. Ibnu Sina menyadari sepenuhnya, bahwa manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak suka diperlakukan kasar dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan inilah maka Ibnu Sina sangat mebatasi pelaksanaan hukuman.
Ibnu Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan dalam  keadaan terpaksa atau tidak normal. Sedangkan dalam keadaan normal, hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap humanistic ini amat sejalan dengan alam demokrasi yang amat menuntut keadilan, kemanusiaan, kesederajatan dan sebagainya.
Karya-karya Ibnu Sina : 
  1. Bidang logika “Isaguji”, “The Isagoge”, ilmu logika Isagoge.
  2. Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah (On the Divisions of the Rational Sciences) tentang pembahagian ilmu-ilmu rasional.
  3. Bidang metafizika, “Ilahiyyat” (Ilmu ketuhanan)
  4. Bidang psikologi, “Kitab an-Nayat” (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa.
  5. Fiad-Din yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi “Liber de Mineralibus” yakni tentang pemilikan (mimeral).
  6. Bidang sastera arab “Risalah fi Asab Huduts al-Huruf” ,risalah tentang sebab-sebab terjadinya huruf.
  7. Bidang syair dan prosa “Al-Qasidah al- Aniyyah” syair-syair tentang jiwa manusia.
  8. Cerita-cerita roman fiktif , “Risalah ath-Thayr” cerita seekor burung.
  9. Bidang politik “Risalah as-Siyasah” (Book on Politics) – Buku tentang politik.[3]
Karangan Ibnu Sina             :
Adapun karangan yang telah dibuat Ibnu Sina adalah:
  1. Asy-Syifa.
Buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar Ibnu Sina, dan terdiri dari empat bagian. yaitu logik, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan). Buku tersebut mempunyai beberapa naskah yang tersebar di berbagai perpustakaan di Barat dan Timur.
  1. An-Najat
Buku ini merupakan keringkasan buku Asy-Syifa, dan pernah  diterbitkan bersama-sama dengan buku Al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
  1. Al-Isyart wa Tanbihat
Buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Kemudian, diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di bawah asuhan Dr. Sulaiman Dunia
  1. Al-Hikmat Al-Masyriqiiyyah
Buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah-naskahnya yang masih memuat bagian logika. Menurut Carlos Nallino, buku ini berisi filsafat Timur sebagai imbangan dari filsafat Barat.a
  1. Al-Qanun atau Canon of Medicine,
Buku ini pernah di terjemahkan dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke tujuh belas Masehi. Buku tersebut pernah diterbitkan di Roma tahun 1593 M, dan India tahun 1323 H. Risalah-risalaj lain yang banyak jumlahnya dalam lapangan filsafat, etika, logika dan fsikologi.[4]




c.               Al-Farabi
Nama lengkap : Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi
Tempat dan tanggal lahir : 872 M, Otrar, Kazakhstan
Tokoh bidang             : Beliau terkemuka dalam bidang falsafah, logik, dan sosiologi.[5]
Pemikiran dibidang pendidikan : Al Ghazali memberi  perhatian yang sangat besar untuk menempatkan pemikiran Islam dalam pendidikan. Menurutnya, seluruh metode pendidikan harus berpegang teguh pada syariat Islam. Menurutnya, tujuan manusia adalah mencapai kebahagian dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan kata lain, berbagai macam tujuan manusia untuk mendapatkan kekayaan, kekuasaan sosial, ilmu pengetahuan, hanyalah sebuah ilusi jika semua itu hanya berhubungan dan ditujukan untuk pencapaian dunia fana.
Menurut beliau, bayi lahir dalam keadaan jernih, lalu tumbuh menjadi anak-anak yang membutuhkan kepribadian, karakter, dan tingkah laku saat hidup dan berinteraksi dengan lingkungan. Keluarga mengajarkan anak-anak tentang bahasa, adat-istiadat, tradisi agama, dan semua pengaruh dari ajaran tersebut tidak mungkin lenyap hingga mereka dewasa. Oleh karena itu, yang paling bertanggung jawab terhadap buruk atau baiknya pendidikan seorang anak adalah orangtua mereka. Orang tua merupakan mitra dalam mendidik anak-anak dan mereka harus membaginya dengan para guru anak-anak tersebut.
Al-Ghazali menekankan pentingnya pembentukan karakter. Dengan memberikan pendidikan karakter yang baik maka orang tua sudah membantu anak-anaknya untuk hidup sesuai jalan yang lurus. Namun, pendidikan yang buruk akan membuat karakter anak-anak menjadi tidak baik dan berpikiran sempit sehingga sulit membawa mereka menuju jalan yang benar kembali. Oleh karena itu, anak-anak harus belajar di sekolah dasar sehingga pengetahuan yang diperoleh sejak masih kecil akan melekat kuat bagai ukiran di atas batu. Selain itu, anak-anak juga harus diyakinkan bahwa mereka harus selalu mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Anak-anak terus berkembang, pada usia remaja mereka akan merasa tertarik dengan lawan jenis, lalu pada usia 20 tahun, mereka merindukan menjadi pemimpin, dan pada usia 40 tahun orang membutuhkan kedekatan dan kesenangan terhadap pengetahuan akan Tuhannya.
Pada masa anak-anak, orang tua harus mengajari mereka ilmu Alquran dan hadis. Selain itu, mereka harus dijaga dari  puisi-puisi cinta. Sebab hal itu, kata dia, bisa menjadi bibit yang buruk bagi jiwa seorang anak laki-laki. Mereka juga harus diajari mematuhi nasehat orang tua, gurun, serta orang-orang yang lebih tua. Selain itu mereka juga harus diajarkan menjadi orang yang jujur, sederhana, dermawan, dan beradab. Selain itu, anak-anak sebaiknya memiliki teman yang bermoral baik, berkarakter baik, pandai, serta jujur.
Karya-karya Al-Farabi :
Karya al-Farabi tentang logika menyangkut bagian-bagian berbeda dari karya Aristoteles Organon, baik dalam bentuk komentar maupun ulasan panjang. Kebanyakan tulisan ini masih berupa naskah dan sebagian besar naskah-naskah ini belum ditemukan. Sedang karya dalam kelompok kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika, dan politik. Kebanyakan pemikiran yang dikembangkan oleh al-Farabi sangat berafiliasi dengan sistem pemikiran Hellenik berdasarkan Plato dan Aristoteles. Dianatara judul karya al-Farabi yang terkenal adalah:
  1. Maqalah fi Aghradhi ma Ba’da al-Thabi’ah
  2. Ihsha’ al-Ulum
  3. Kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadhilah
  4. Kitab Tahshil al-Sa’adah
  5. ‘U’yun al-Masa’il
  6. Risalah fi al-Aql
  7. Kitab al-Jami’ bain Ra’y al-Hakimain : al-Aflatun wa Aristhu
  8. Risalah fi Masail Mutafariqah
  9. Al-Ta’liqat
  10. Risalah fi Itsbat al-Mufaraqat.

d.              Al-Ghazali
Nama lengkap : Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i
Tempat dan tanggal lahir : Thus; 1058 / 450 H
Tokoh bidang : seorang filosof dan teolog muslim Persia[6]
Pemikiran dibidang pendidikan : Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Oleh karena itu ia melihat bahwa ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi segala-galanya. Oleh sebab itu menguasai ilmu baginya termasuk tujuan pendidikan dengan melihat nilai-nilai yang dikandungnya dan karena ilmu itu merupakan jalan yang akan mengantarkan anda kepada kebahagiaan di akhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu ia menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampi akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Maka sistem pendidikan itu haruslah mempunyai filsafat yang mengarahkan kepada tujuan yang jelas. Mengingat pendidikan itu penting bagi kita, maka al-Ghazali menjelaskan juga tentang tujuan pendidikan, yaitu :
  1. Mendekatkan diri kepada Allah, yang wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran diri melaksanakan ibadah wajib dan sunah.
  2. Menggali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.
  3. Mewujudkan profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.
  4. Membentuk manusia yang berakhlak mulia, suci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.
  5. Mengembangkan sifat-sifat manusia yang utama, sehingga menjadi manusia yang manusiawi.
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut al-Ghazali, dapat di mengerti bahwa pendidikan merupakan alat bagi tercapainya suatu tujuan. Pendidikan dalam prosesnya memerlukan alat, yaitu pengajaran atau ta’lim. Sejak awal kelahiran manusia sampai akhir hayatnya kita selalu bergantung pada orang lain. Dalam hal pendidikan ini, orang (manusia) yang bergantung disebut murid sedangkan yang menjadi tempat bergantung disebut guru. Murid dan guru inilah yang disebut sebagai subyek pendidikan.
Oleh karena itu arahan pendidikan al-Ghazali menuju manusia sempurna yang dapat mendcapai tujuan hidupnya yakni kebahagiaan dunia dan akhirat yanghal ini berlangsung hingga akhir hayatnya. Hal ini berarti bahwa manusia hidup selalu berkedudukan sebagai murid.
Manusia adalah subyek pendidikan, sedangkan pendidikan itu sangat penting bagi manusia, maka dalam pendidikan itu harus diperhatikan tentang kurikulumnya. Kurikulumnya pendidikan menurut al-Ghazali adalah materi keilmuan yang disampaikan kepada murid hendaknya secara berurutan, mulai dari hafalan dengan baik, mengerti, memahami, meyakini, dan membenarkan terhadap apa yang diterimanya sebagai pengetahuan tanpa memerlukan bukti atau dalil. Sehingga dengan pentahapan ini melahirkan metode khusus pendidikan, menurut al-Ghazali yaitu :
1. Metode khusus pendidikan agama
Menurut al-Ghazali metode ini pada prinsipnya di mulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterangan yang bisa menunjang penguatan akidah.
2. Metode khusus pendidikan ahklak
Akhlak menurut al-Ghazali adalah : suatu sikap yang mengakar dalam jiwanya yang melahirkan berbagai perbuatan tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu.
Dengan adanya metode tersebut, maka al-Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan itu harus mengarah kepada pembentukan akhlak mulia, sehingga Ia menjadikan al-Qur’an sebagai kurikulum dasar dalam pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan dan pembinaan itu ada 2 yaitu :
1. Kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.
2. Kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Karya-Karya al-Ghazali       :
1.    Di Bidang Filsafat
a.       Maqashidu –ul falasifah (tujuan ilmu filsafat)
b.      Tahafut –ul falasifah (kesesatan ilmu filsafat)
c.       Al-Ma’rifatul ‘Aqliyah (ilmu pengetahuan yang rasional)
2.     Di Bidang Agama
a.       Ihya’ Ulumuddin (menghidup-hidupkan ilmu agama)
b.      Al-Mungis minal dhalal (terlepas dari kesesatan)
c.       Minhaj ul abidien (jalan mengabdi Tuhan)
d.      Kitab-kitab akhlak dan tasawuf.
3.    Dalam Bidang Kenegaraan
a.       Mustazh – hiri
b.      Sirrul ‘alamain (rahasia dua dunia yang berbeda)
c.       Suluk us Sulthanah (cara menjalankan pemerintahan)
Nashihat et muluk (nasihat untuk kepala-kepala negara)

e.               Al-Kindi
Nama lengkap : Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi.
Tempat dan tanggal lahir : Kufah sekitar tahun 185 H (801 M)
Tokoh bidang : Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika.[7]
Pemikiran dibidang pendidikan : Al-Kindi menganggap bahwa tujuan terakhir filsafat terletak pada hubungan hubungannya dengan moralitis . sedangkan tujuan dari filosof adalah untuk mengetahui kebenaran dan kemudian berbuat sesuai dengan kebenaran tersebut. Dengan demikian kearifanj, perbuatan dan renungan sebagai aspirasi tertyinggi manusia terpadu dalam dirinya, tampa menyamakan pengetahuan dan kebijaksanaan seperti yang dilakukan oleh sokrates.
Oleh karena itu menurut al-Kindi sendiri maksud ilmu pengetahuan etika ialah untuk memperoleh kebijakan dan menghindari keburukan. Pengethauan tidak hanya untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan, tetapi turut membantu kemurnian jiwa yang merupakan satu-satunya sara untuk menyatukan kedua hal tersebut. Dan konsepsi kefilsafat al-Kindi juga tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Melihat pemamparan pemikiran alkindi diatas ketika kita sambungkan dengan pendidikan bisa disimpulkan yang pertama dan utama tugas pendidik kepada peserta didik adalah penanaman etika dulu dengan cara perbaikan jiwa atau nafs.
Karya-karya Al Kindi :
Sebagai seorang filsuf yang sangat produktif, diperkirakan karya yang pernah di tulis oleh al-kindi dalam berbagai bidang tidak kurangb dari 270 buah. Dalam bidang filasafat diantaranya adalah :
  1. Kitab al-falsafah al-Ddakhilat wa al-Masa`il al-Mantiqiyah wa al-Muqtashah wa ma fawqa al-Thabiiyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah – masalah logika dan muskil, serta metafisika).
  2. Kitab al-kindi ila al-Mu`tashim Billah fi al-falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama).
  3. Kitab Fi Annahu al-Falsafah illa bi` jlm al-Riyadiyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matyematika).
  4. Kitab fi qashd Aristhathalisfi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategori- kategorinya).
  5. Kitab fi Ma`iyyah al-Ilm wa Aqsamihi (tantang sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya).
  6. risalah fi Hudud al-Asyya`wa Rusumilah ( tentang definisi benda – benda dan uraiannya).
  7. Risalah fi Annahu jawahir la Ajsam(tentang substansi – substansi tanpa badan).
  8. Kitab fi ibarah al-jawami` al-Fikriyah(tentang ungkapan-ungakapan mengenai ide-ide komprehensif).
  9. Risalah al Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah(sebuah tulisan filosofis tentang rahasia – rahasia spiritual).
  10. Risalah fi al-Ibanah an al-Illat al-Fa`ilat al-Qaribah li al-kawn wa al Fasad(tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakannya).[8]




f.                KH.Ahmad Dahlan
Nama lengkap : Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis
Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 1 Agustus 1868
Tokoh bidang             :  Pendiri muhammadiyah dan Pahlawan Nasional
Pemikiran dibidang pendidikan : Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat; Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
Usahanya `memberi warna” pada Budi Utomo yang cenderung kejawen dan sekuler, tidaklah sia-sia. Terbukti kemudian dengan munculnya usulan dari para muridnya untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri, lengkap dengan organisasi pendukung.
Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kelemahan pesantren yang biasanya ikut mati jika kiainya meninggal. Maka pada 18 Nopember 1912 berdirilah sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah. Sekolah tersebut mengambil tempat di ruang tamu rumahnya sendiri ukuran 2,5 x 6 M di Kauman.
Madrasah tersebut merupakan sekolah pertama yang dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan perlengkapan belajar mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi (dingklik; kursi berkaki empat dari kayu dengan tempat duduk panjang), dan sistem pengajaran secara klasikal.
Cara belajar seperti itu, merupakan cara pengajaran yang asing di kalangan masyarakat santri, bahkan tidak jarang dikatakan sebagai sekolah kafir. Pernah dia kedatangan seorang tamu guru ngaji dari Magelang yang mengejeknya dengan sebutan kiai kafir, dan kiai palsu karena mengajar dengan menggunakan alat-alat sekolah milik orang kafir. Kepada guru ngaji yang mengejeknya itu Dahlan sempat bertanya, “Maaf, Saudara, saya ingin bertanya dulu. Saudara dari Magelang ke sini tadi berjalankah atau memakai kereta api?”
“Pakai kereta api, kiai,” jawab guru ngaji. “Kalau begitu, nanti Saudara pulang sebaiknya dengan berjalan kaki saja,” ujar Dahlan. “Mengapa?” tanya sang tamu keheranan. “Kalau saudara naik kereta api, bukankah itu perkakasnya orang kafir?” kata Dahlan telak.
Di sinilah Ahmad Dahlan menerapkan Al Qur’an surah 96 ayat 1 yang memberi penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Ahmad Dahlan berfikir dengan pendidikan buta huruf diberantas. Apabila umat Islam tidak lagi buta huruf, maka mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan mengenai agamanya.



g.              KH.Hasyim Asy’ari
Nama lengkap : Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie
Tempat dan tanggal lahir : 10 April 1875, Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur
Tokoh bidang : Pendiri Nahdlatul Ulama dan Pahlawan Nasional
Pemikiran dibidang pendidikan : Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya, di lingkungan pendidikan agama Islam khususnya.
Hasyim asy’ari adalah seorang penulis yang produktif dalam semua bidang keilmuan islam, namun dari sudut epistemoliginya ada kesimpulan dari pemikirannya yaitu dia memiliki pemikiran yang khas dan tipikal, ia selalu konsisten mengacu pada rujukan yang memliki sumber otoritatif, yakni Al-qur’an dan Al-Hadits, disamping itu yang menjadi tipikal karya karyanya adalah kecenderungannya terhadap madzhaab Syafi’i. Salah satu karya monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya. Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:
        a)     Signifikasi pendidikan
Signifikasi pendidikan menurut KH Hasyim Asy’ari adalah upaya memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa taqwa kepada Allah SWT, dengan benar benar mengamalkan segala perintahnya dan menegakkan keadilan dimuka bumi, beramal shaleh dan maslahat, pantas menyandang predikat sebagai makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari segala jenis makhluk Allah yang lainnya.
        b)     Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan meurut Hasyim Asy’ari adalah menjadi insan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT serta insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. [9]
         c)     Karakteristik guru
KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain:
   1)          Cakap dan professional
   2)          Kasih sayang
   3)          Berwibawa
   4)          Takut pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusyu’
Ø  Menjaga dari hal yang  menurunkan martabat
Ø  Pandai mengajar
Ø  Berwawasan luas
Ø  Mengamalkan ajaran Al- Qur’an dan Al-Hadist
        d)     Tugas dan Tanggung Jawab Murid
Etika dalam belajar
Etika terhadap guru
Etika terhadap pelajaran
Membersihkan hati
Memperhatikan guru
Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
Membersihkan niat
Mengikuti jejak guru
Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
Pandai mengatur waktu
Memuliakan guru
Bercita cita tinggi
Menyederhanakan makan dan minum
dan Berhati-hati
Bersabar terhadap kekerasan guru
Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
Menyedikitkan tidur
Duduk dengan rapi
Menanyakan apa yang tidak difahami
Menghindari kemalasan
Berbicara sopan
Selalu membawa catatan
Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah
Tidak menyela guru
Belajar secara continue, dan menanamkan rasa antusias belajar.
        e)     Sistem pendidikan
Pendidikan KH Hasyim Asy’ari berlandaskan Al-qur’an sebagai paradigma nya dalam hal ini, karena dengan berlandaskan dengan wahyu tuhan terwujud suatu sitem pendidikan yang koomperhensif yaitu meliputi tiga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, Ada beberapa nilai nilai yang harus dikembangkan dalam pengelolahan sistem pendidikan islam, antara lain : nilai teosentris, nilai sukarela dan mengabdi, nilai keaarifan, nilai kesederhanaan, nilai kebersamaan, restu pemimpin (kyai).
          f)     Kurikulum pendidikan
Kurikulum yang ditetapkan oleh KH Hasyim Asy’ari adalah; Al-Qur’an dan Hadist, fiqih, ushul fiqih, nahwu, shorof, dan cenderung menerapkan system kurikulum pendidikan yang mengajarkan kitab kitab klasik.
        g)     Metode pengajaran
Untuk menentukan pilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dan mempertimbangkan tujuan, materi, maupun lingkungan pendidikan, bila mengacu pada pesantren maka metode yang digunakan adaalah metode yang konvensional yaitu sistem sorogan, bandongan, wetonan, dengan kajian pokok kitab kitab klasik.
        h)     Proses belajar mengajar
Keberhasilan dalam proses belajar mmengajar sangat dipengarui oleh berbagai faktor di antaranya; guru, murid, tujuan pendidikan, kurikulum dan metode, dalam hal ini pemikiran KH Hasyim Asy’ari bisa dikatakan masih bersifat tradisionalis, karena dia memposisikan guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek, guru tidak hanya sebagai transmitor pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga sebagai pihak yang memberi pengaruh secara signifikan terhadap pembentukan prilaku (etika) peserta didik.
          i)     Evaluasi
KH Hasyim Asy’ari dalam proses evaluasi tidak hanya untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengusaan murid terhadap materi namun juga untuk mengetahui sejauh mana upaya internalisasi nilai nilai dalam peserta didik bias diserap dalam kehidupan sehari hari. Adapun untuk mengukur tingkat keberhasilan seorang guru dalam mendidik akhlak pada peserta didik lebih ditekankan kepada pengamatan kehidupan santri sehari harinya. Sehingga mengenai hal evaluasi tidak menggunakan standarisasi nilai, namun mereka sudah dianggap baik bila mereka sudah bisa mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari hari.



[1] Wikipedia”.http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Khaldun. Artikel diakses pada hari Jumat 13 Desember 2013
[2] Wikipedia”. http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Sina. Artikel diakses pada hari Jumat 13 Desember 2013
[3] Vennacyaabid. 2012. “Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina”. http://vennacyaabid.blogspot.com/2012/07/analisis-pemikiran-pendidikan-ibnu-sina.html
[4]Waazin. 2012. “Ibnu Sina Tokoh Intelektual Islam”. http://waazin.blogspot.com/2012/12/ibnu-sina-tokoh-intelektual-islam.html
[5] Wikipedia”. http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Farabi. Artikel diakses pada hari Jumat 13 Desember 2013
[6] Wikipedia”. http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Sina. Artikel diakses pada hari Jumat 13 Desember 2013
[7] Wikipedia”. http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Sina. Artikel diakses pada hari Jumat 13 Desember 2013
[8] Zentadacon. 2011. “Pemikiran Al-Kindi”. http://zentadacon.wordpress.com/makulzen/filsafat-islampokok-pemikiran-al-kindi/
[9]Muthoharoh, Mifthahul. 2011. “Pemikiran KH Hasyim Asya’ari”. http://miftahul-muthoharoh.blogspot.com/2011/11/pemikiran-khhasyim-asyari-tentang.html

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Ilmu Hadits Riwayah Dan Dirayah

Pengalaman tes di Bank Mandiri

Pidato Bahasa Inggris dan terjemahan tentang Reading is a window to the world