Filsafat Teosentris : Plato dan Aristoteles
Plato
Sejarah Hidup
Plato dilahirkan di Atena pada
tahun 427 S.M dan meninggal di sana pada tahun 347 S.M. dalam usia 80 tahun. Ia
berasal dari keluarga aristokrasi yang turun-temurun memegang politik penting
dalam politik Atena. Ayah Plato adalah Ariston, seorang bangsawan keturunan
raja Kodrus, raja terakhir Athena yang hidup sekitar 1068 SM yang terkenal
dengan kecakapan dan kebijaksanaanny dalam memimpin Athena. Ibunya bernama
Perictione, adalah keturunan dari Solon, yang merupakan tokoh legendaris dan
negarawan agung Athena. Adeimantus dan
Glaucon, yang muncul sebagai karakter dalam Republik, adalah saudara
Plato yang lebih tua, dia mempunyai
adik, yang bernama Potone, yang putranya Speusippus berhasil Plato sebagai
kepala Academy. Charmides dan Critias, keduanya paman Plato, muncul sebagai
karakter dalam dialog. Nama aslinya Plato ialah Aristokles. Sedangkan nama
Plato diberikan oleh gurunya senam. Kemudian nama ini menjadi resmi yang
diabadikan lewat karya – karyanya. Plato dikenal sebagai filsuf yang memiliki
peringkat terdepan sepanjang masa, yang menggunakan filsafat panjang, yang
berarti cinta pengetahuan. Ia adalah seorang pemikir yang lebih sistematis dan
positif dari socrates. Namun tulisan serta dialog – dialog sebelumnya, dapat
disebut sebagai kelanjutan dan elaborasi dari wawasan Sokrates.
Pada umur 20 tahun, Plato mengikuti
pelajaran Sokrates, yang memberi kepuasan baginya. Pengaruh Sokrates makin hari
makin mendalam baginya. Ia adalah murid Sokrates yang setia. Sampai pada akhir
hidupnya Sokrates tetap menjadi pujaannya. Sokrates baginya adalah seorang guru
dan sahabat.
. . . . the noblest and the wisest
and most just.
. . . . yang paling mulia dan
paling bijaksana dan yang paling tulus.
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa
Sokrates adalah orang yang paling khusus dalam kehidupannya. Hampir seluruh
karya filsafati Plato menggunakan metode “ Sokratik” yaitu metode yang dikembangkan
oleh Sokrates yang dikenal dengan nama “metode dialektis”. Metode ini terwujud
dalam suatu bentuk tanya jawab atau dialog sebagai salah satu bentuk dalam
meraih kebenaran dan pengetahuan. Pada dasarnya Plato hanya mewarisi filsafat
Sokrates, yang mana hanya mengenal nilai kesusilaan yang menjadi norma atau
aturan dalam diri dan kehidupan manusia. Setelah Sokrates meninggal pada (399
SM) merupakan permulaan ia mengembara selama dua belas tahun. Ia pergi ke
Megara dan menetap disitu, dirumah sahabatnya yang bernama Euklides. Disini ia
mengarang dialog mengenai berbagai macam pengertian dalam masalah hidup,
berdasarkan ajaran Sokrates.
Setelah menetap di Megara, ia pergi
ke Kyrena, di sana ia memperdalam pengetahuan tentang matematik pada seorang
guru ilmu yang bernama Theodoros. Namun Plato juga mengajarkan filosofi dan
mengarang buku. Kemudian ia pergi ke Italia selatan dan terus ke sirakusa
dipulau sisiria, yang pada waktu itu diperintah oleh seorang tiran, yang
bernama Dionysios. Dionysios mengajak plato tinggal di istananya.
Ia merasa bangga diantara
orang-orang yang mengelilinginya terdapat pujangga dari dunia Grik yang kesohor
namanya. Disini Plato belajar kenal dengan ipar radja Dionysios yang masih muda
bernama Dion, yang akhirnya menjadi sahabat karibnya. Diantara mereka berdua
terdapat kata sepakat, supaya Plato mempengaruhi Dionysios dengan ajaran
filosofinya, agar tercapai suatu perbaikan sosial. Seolah-olah datang baginya
untuk melaksanakan teorinya tentang pemerintah yang baik dalam praktik. Sudah
lama tertanam di dalam kalbunya, bahwa kesengsaraan di dunia tidak akan
berakhir sebelum filosof menjadi raja atau raja-raja menjadi filosof. Tetapi
ajaran plato yang dititik-beratkan kepada pengertian moral dalam segala
perbuatan. Di sinilah kesempatan baik Plato dalam mewujudka keinginannya untuk
menerapkan dan mempraktikan ajaran filsafat dalam pemerintahan sesungguhnya. Ia
berpendapat bahwa kesengsaraan di sunia tidak akan berakhir, sebelum filosof
menjadi raja atau raja menjadi filosof.
Pada akhirnya filsafat Plato
membuat bosan Dionysios. Filsafat Plato dituding membahayakan bagi kerajaan.
Akhirnya Plato ditangkap dan dijual sebagai budak di pasar, namun ia terkenal
sebagai bekas murid dari Annikeris, dan kemudian ditebusnya. Peristiwa ini diketahui
oleh sahabat dan pengikut Plato di Athena. Kemudian mereka mengumpulkan uang
untuk mengganti harga penebus yang dibayar oleh Annikeris. Tapi, Annikeris
menolak pergantian uang tersebut, dan akhhirnya uang tersebut digunakan untuk
membeli sebidang tanah dan dijadikan lingkungan sekolah atau pondok yang
sekitarnya terdapat kebun yang indah. Tempat itu diberi nama “Akademia”, dan
disinilah sejak umur 40 tahun sampai meninggalnya umur 80 tahun, Plato
menngajarkan filsafatnya dan mengarang tulisan – tulisan sepanjang masa.
Plato menggunakan metode dialog
sebagaimana Sokrates, dalam mengantarkan filsafatnya. Sistem tanya jawab
diterapkannya kepada murid – muridnya. Suatu soal jawab dipecahkan bersama –
sama oleh kelompok seorang murid, dan memberikan soal jawab kepada kelompok lain untuk menjawab soal
baru, seperti itulah salah satu metodenya, yang diajarkan di akademia.
Pemikiran Plato
Pemikiran yang dicetuskan dari
filosofi Plato ialah pendapatnya tentang idea. Ini merupakan suatu ajaran yang
sangat sulit memahaminya. Salah satu sebab ialah bahwa pahamnya tentang idea
selalu berkembang. Bermula idea itu dikemukakan sebagai teori logika. Stelah
itu teori tentang idea meluas menjadi pandangan hidup, serta menjadi dasar umum
bagi ilmu, politik, sosial dan pandangan agama. Menurut Plato, idea ialah
realitas yang sebenarnya dapat dikenali oleh panca indera apabila dari segala
sesuatu yang ada. Baginya kehidupan semua ini merupakan bayangan dari dunia
idea. Dunia lahir dari dunia pengalaman yang selalu berubah – ubah dan berwarna
– warni. Banyangan pada hakikatnya hanyalah tiruan dari yang asli yaitu idea.
Maka dari itu dunia itu berubah – ubah.
Menurut Plato, idea bukan
pengertian jenis saja, namun juga bentuk dari keadaan yang sebenarnya. Idea
bukanlah suatu pikiran, melainkan suatu realita. Pendapat Parmenides tentang
adanya yang satu kekal, dan tidak berubah-ubah. Tetapi ada yang baru dalam
ajaran Plato ialah pendapatnya tentang suatu dunia yang tidak bertubuh. Idea
itu tempatnya ada di dalam dunia yang lain. Semua pengetahuan adalah tiruan
dari yang sebenarnya, sesuatu yang ada dalam jiwa sebagai ingatan pada dunia
yang asal. Jiwa merupakan penghubung antara dunia idea dan dunia bertubuh.
Dunia yang bertubuh adalah
pandangan dan pengalaman yang dapat diketahui dan dirasakan oleh tubuh, seperti
halnya panca indera. Dalam semua itu semuanya bergerak dan berubah senantiasa,
tidak ada yang tetap dan kekal. Sedangkan dunia idea adalah dunia khayalan atau
realita.
Ada tiga pokok pemikiran Plato,
yang merupakan gelombang saling susul – menyusul, yang dikatakan bahwa yang
dibelakang lebih besar daripada yang telah mendahuluinya.[6] Teori ini disebut
sebagai gelombang, karena kebanyakan dari teori Plato telah mengguncang
“kebenaran” yang sudah umum dan bertentangan dengan tradisi dan kebiasaan yang
sudah ada. Diataranya adalah :
1. Gelombang Pertama (the first wave)
Gelombang pertama adalah laki –
laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama, terutama dalam pendidikan dan
pekerjaan. Pemikiran yang seperti ini, yang bertolak belakang dengan kenyataan
pada masa itu, bahwa laki-laki dan perempuan harus dibedakan. Palto mengatakan
:
. . . both woman and man my have
the same nature fit for guarding the city . . .
. . . wanita dan pria memiliki
sifat – sifat dasar yang sama, yang pantas untuk menjaga negara . . .
2. Gelombang kedua (the second wave)
Gelombang kedua adalah pernyataan
Plato untuk menghapuskan perkawinan dan keluarga untuk membentuk suatu negara
besar, yaitu negara, sehingga semua orang bersaudara di dalam negara.[7]
Sebagaimana dalam karyanya Republic :
. . . you are all brothers in the
city.
. . . di dalam negara kamu semua
bersaudara.
Maksud dan tujuannya adalah untuk
meningkatkan loyalitas suatu negara, agar setiap manusia tidak direpotkan oleh keluarganya
masing – masing. Karena yang diinginkan Plato adalah membentuk suatu negara
besar yang bersatu dan terpelihara tali persaudaraan.
3. Gelombang ketiga (the third wave)
Gelombang yang ketiga adalah
kekuasaan politik negara lebih baik dipegang oleh para filsuf, agar kecerdasan
ilmu pengetahuan yang tinggi dapat dipegang oleh para cendekiawan, sehingga
tingkat kearifan sejati dapat memimpin negara.
Pokok tinjauan
filosofi plato ialah mencari pengetahuan tentang pengetahuan. Ia bertolak dari ajaran gurunya
sokrates yang mengatakan “budi ialah tahu”. Budi yang berdasarkan pengetahuan
menghendaki suatu ajaran tentang pengetahuan sebagai dasar filosofi.
Pertentangan antara pikiran dan pandangan menjadi ukuran bagi plato. Pengertian
yang mengandung didalamnya pengetahuan dan budi, yang dicarinya bersama-sama
dengan sokrates, pada hakekat dan asalnya berlainan sama sekali dari
pemandangan. Sifatnya tidak diperoleh dari pengalaman. Pemandangan hanya alasan
untuk menuju pengertian. Ia diperoleh atas usaha akal sendiri.
Aristoteles
Aristoteles (bahasa Yunani: ‘Aριστοτέλης Aristotélēs), (384 SM – 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia menulis
tentang berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi. Bersama dengan Socrates dan Plato, ia dianggap menjadi seorang di antara tiga orang filsuf
yang paling berpengaruh di pemikiran Barat.
Riwayat hidup
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah
Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi
tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander
berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke
Athena. Dengan dukungan
dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang
diberi nama Lyceum, yang
dipimpinnya sampai tahun 323 SM. Perubahan politik
seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena
guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates. Aristoteles
meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.
Pemikirannya
Filsafat
Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar
di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut,
kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum
mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling
penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik,
Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan
mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara
sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisis kritis,
dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan
Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles
menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis).
Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak
menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena
benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana
penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak
pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang
dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive
reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari
setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian
ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive
thinking).
Hal lain dalam
kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme
yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua
kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis)
- Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
- Sokrates adalah manusia (premis minor)
- maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal
adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki.
Karena luasnya
lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi
dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang
sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika
(misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang
alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni,
Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles
sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.[ Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas
dasar pengamatan dan penglihatan.[ Menurut Aristoteles keindahan menyangkut
keseimbangan ukuran yakni ukuran material.[ Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah
sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan
estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke
luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif.[3] Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang
akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut, Wujud itu ditiru dari apa
yang ada di dalam kenyataan.[3].aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu
Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan
tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga
Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan,
rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
Kesimpulan
Filsafat-filsafat Plato pada awalnya
bersumber dari gurunya Socrates, begitu juga metode yang digunakannya sama
dengan metode yang dipakai Socrates, yaitu metode dialektik. Akan tetapi ajaran
dan pemikiran Plato amat berbeda dengan Socrates. Ia berpendapat bahwa
sesungguhnya semua realitas yang terjadi pada dasarnya sudah ada dalam dunia
ide. Jiwa manusia berasal dari dunia ide yang terkurung di dalam tubuh, yang
pada ujungnya keterasingan itu menimbulkan rasa rindu untuk kembali ke surga
ide-ide.
Jika Plato lebih mengedepankan dunia ide,
Aristoteles lebih cenderung menekankan eksperimen untuk mengetahui sebuah
kebenaran atas sesuatu. Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif
antara tetap dan menjadi, ia menerima yang berubah dan menjadi, yang
bermacam-macam bentuknya, yang semua itu berada di dunia pengalaman sebagai
realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut
sebagai realisme.
Kutipan Dari :
Comments
Post a Comment
Jangan lupa komentar yaaa !!!