METODE PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF


Islam merupakan komponen terpenting untuk membentuk dan mewarnai corak hidup masyarakat. Pendidikan Islam sangat penting bagi ummat Islam karena dapat mempelajari ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Pendidikan Islam dikenal sejak zaman Nabi sampai sekarang. Di Indonesia mengenal pendidikan Islam sejak Islam datang ke Indonesia. Pendidikan ini memakai sistem sorongan/perorangan dan berlangsung secara sangat sederhana serta tidak mengenal strata atau tingkatan seperti pada pesantren dan kemudian berkembang dengan sistem kelas seperti pada pendidikan madrasah.
Kalau kita berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan metode pembelajaran, tokoh tokoh sejarah filsafat serta lembaga-lembaga pendidikan karena suatu pendidikan pasti ada cara, sejarah serta lembaga yang membantu. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan.
Filsafat sering mencapai pasang surut sesuai masanya. Ada kalanya filsafat mendapatkan tempat yang cukup tinggi di suatu peradaban masyarakat, namun ada kalanya pula filsafat diabaikan, tidak dianggap keberadaannya, bahkan sampai mati sama sekali, dan dapat kembali muncul berkat perjuangan dan pemikiran para filsuf yang berperan sangat besar untuk perkembangan filsafat tersebut.
Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan, dan itu dimulai dari lingkungan keluarga.
Ada macam metode yang efektif, lembaga islam, dan banyak tokoh yang mengikuti suatu aliran filsafat tertentu serta ide yang dicetuskannya, yang idenya akan dipaparkan dalam makalah ini. Untuk  lebih lanjutnya akan dipaparkan pada BAB berikutnya dan semoga dengan hadirnya makalah ini dapat menambah wawasan pembaca.


BAB II
METODE PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
A.    METODE PEMBELAJARAN
         I.          Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sagala, S. (2003:169) mengemukakan, metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Surakhmad, W. (1979:75) mengemukakan metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Namun menurut Hatimah, I. (2000:10) metode pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan materi saja, melainkan berfungsi juga untuk pemberian dorongan, pengungkap tumbuhnya minat belajar, penyampaian bahan belajar, pencipta iklim belajar yang kondusif, tenaga untuk melahirkan kreativitas, pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, dan pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar.[1]
      II.          Efektivitas Pemilihan Metode Pembelajaran
Pembelajaran yang efektif salah satunya ditentukan oleh pemilihan metode pembelajaran. Kemahiran guru untuk memilih metode pembelajaran yang serasi dengan kebutuhan menurut Riwajatna, J. (2003:51) ditentukan oleh pengalamannya, keluasan pemahaman guru tentang bahan pelajaran, tersedianya media, pemahaman guru tentang karakteristik siswa, dan karakteristik belajar. Surakhmad, W. (1979:76) mengemukakan penggunaan metode pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: tujuan, anak didik, situasi, fasilitas, dan pribadi guru.
Metode pembelajaran apapun yang digunakan oleh guru menurut Majid, A. (2005:136) hendaknya dapat mengakomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip pembelajaran:
1.    Berpusat pada anak didik (student oriented).
 Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Suatu kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara sama. Gaya belajar (learning style) anak didik harus diperhatikan.
2.    Belajar dengan melakukan (learning by doing).
Supaya proses belajar menyenangkan guru harus menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman nyata.
3.    Mengembangkan kemampuan sosial.
Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live together).
4.    Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi.
Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinasi anak didik untuk berpikir kritis dan kreatif.
5.    Mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah.
   III.          Karakteristik Belajar Yang Efektif
Untuk mengetahui bagaimana memperoleh hasil yang efektif dalam proses pembelajaran, maka sangat penting untuk mengetahui cirri-cirinya yaitu:
a)      Belajar secara aktif baik mental maupun fisik. Aktif secara mental ditunjukkan dengan mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir kritis. Dan secara fisik, misalnya menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain.
b)      Metode yang bervariasi, sehingga mudah menarik perhatian siswa dan kelas menjadi hidup.
c)      Motivasi guru terhadap pembelajaran di kelas. Semakin tinggi motivasi seorang guru akan mendorong siswa untuk giat dalam belajar.
d)     Suasana demokratis di sekolah, yakni dengan menciptakan lingkungan yang saling menghormati, dapat mengerti kebutuhan siswa, tenggang rasa, memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, menghargai pendapat orang lain.
e)      Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata.
f)       Interaksi belajar yang kondusif, dengan memberikan kebebasan untuk mencari sendiri, sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar pada pekerjaannya dan lebih percaya diri sehingga anak tidak menggantungkan pada diri orang lain.
g)      Pemberian remedial dan diagnosa pada kesulitan belajar yang muncul, mencari faktor penyebab dan memberikan pengajaran remedial sebagai perbaikan, jika diperlukan.
Selain itu Ciri pengajaran Efektif juga dapat diketahui dengan:
a)      Berpusat pada siswa
b)      Interaksi eduktaif, Guru-Siswa
c)      Suasana demokratis
d)     Metode yang bervariasi
e)      Bahan belajar bermanfaat
f)       Lingkungan kondusif
g)      Suasana belajar menunjang
Selain mengetahui karakteristik belajar yang efektif perlu diketahui Karakteristik Guru Efektif, yang berguna untuk mengetahui keahlian dan keprofesionalan seorang pendidik dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif. Adapun karakteristknya yaitu:
a)      Memiliki minat terhadap mata pelajaran
b)      Memiliki kecakapan untuk menafsirkan suasana/iklim psikologis siswa
c)      Menumbuhkan semangat belajar
d)     Memiliki imajinasi dalam menjelaskan
e)      Menguasai metode/strategi pembelajaran
f)       Memiliki sikap terbuka terhadap siswa
B.     MACAM MACAM METODE PEMBELAJARAN
Guru merupakan seorang pendidik dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya. Yang harus dilakukan oleh guru adalah dengan mengajar di kelas/performance guru di kelas. Guru harus menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya. Untuk itu seorang guru harus mampu menerapkan berbagai metode pembelajaran agar PBM dapat menyenangkan.
Adapun macam-macam metode pembelajaran sebagai berikut:
1)      Metode Debat
a)      Pengertian
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa dimana materi dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Pendidik dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat. Setiap model harus melibatkan materi yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok seperti; peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
Metode debat akan lebih menarik apabila pembimbing dapat menguasai emosi peserta, menyenangkan, dan ramai, serta dapat dengan mudah merangsang siswa untuk berpikir kritis dan spontan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengungkapan secara lisan yang secara langsung merangsang kemampuan berbicara anak.
b)      Langkah-langkah
1.        Pembacaan informasi/masalah yang akan diperdebatkan.
2.        Menyuruh kelompok kontra untuk menanggapi informasi tersebut, tentunya dalam bentuk sanggahan.
3.        Menyuruh kelompok pro untuk menanggapi pernyataan dari kelompok kontra.
4.        Kelompok kontra kembali menyanggah untuk mempertahankan pendapat mereka, dan kelompok pro pun mempertahankan pendapat mereka dengan berbagai argumen yang dimiliki.
5.        Setelah dirasa cukup, kelompok diadakan pergantian yaitu kelompok pro diubah menjadi kelompok kontra, dan sebaliknya.
6.        Pembacaan masalah lain yang harus ditanggapi oleh tiap kelompok dan seterusnya.
7.        Setelah kegiatan debat selesai siswa diminta menanggapi dan mengevaluasi cara penyampaian pendapat yang diberikan oleh siswa dalam kegiatan debat tersebut.
8.        Guru yang bertindak sebagai pembimbing di sini juga memberikan evaluasi terhadap kegiatan dan cara mengemukan pendapat siswa dalam kegiatan debat.[2]
c)      Keunggulan
Siswa akan terlatih dan terbisa mengutarakan pendapat/pemikirannya dan mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan  yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan.
d)     Kelemahan
Siswa akan terpancing emosi dan Kesulitan pokok yang dihadapi siswa dalam berbicara adalah menghubungkan berbagai ide yang dimiliki untuk membangun suatu pemahaman dan penyampaian yang baik dan menarik.
2)      Metode Role Playing
a)      Pengertian
Metode Role Playing merupakan suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.
b)      Langkah-langkah
1.        Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
2.        Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar.
3.        Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang.
4.        Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5.        Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakukan skenario yang sudah dipersiapkan.
6.        Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
7.        Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
8.        Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9.        Guru memberikan kesimpulan secara umum.
10.    Evaluasi.
11.    Penutup.
c)      Kelebihan metode Role Playing
1.      Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
2.      Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
3.      Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
4.      Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
5.      Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
6.      Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berlatih kemampuan
verbal dengan mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari.
7.      Mempelajari perasaan baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat
terhadap sebuah peristiwa yang terjadi dalam sebuah tatanan sosial.
8.      Belajar memberikan pandangan terhadap suatu tingkah laku dan nilai
utamanya yang berkenaan dengan hubungan antar manusia.
9.      Mengembangkan keberanian dan percaya diri peserta didik dalam
membuat keputusan dan memecahkan masalah.
10.  Meningkatkan gairah peserta didik dalam pembelajaran.
11.  Memberikan metode pembelajaran baru yang dinamis.
d)     Kekurangan
1.      Pengalaman pembelajaran yang dicapai terkadang tidak sesuai dengan
kenyataan di lapangan.
2.      Apabila pengelolaan kelas kurang baik maka metode ini sering menjadi
hiburan sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.
3.      Memakan banyak waktu.
4.      Faktor psikologis seperti takut dan malu sering mempengaruhi peserta
didik dalam menjalankan peran mereka.
3)      Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
a)         Pengertian
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
b)        Langkah-langkah
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1.        Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2.        Berpikir dan bertindak kreatif.
3.        Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4.        Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5.        Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6.        Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7.        Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
c)         Kelebihan
1.        Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2.        Berpikir dan bertindak kreatif.
3.        Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4.        Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5.        Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6.        Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7.        Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
d)        Kelemahan
1.        Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2.        Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
4)      Pembelajaran Berdasarkan Masalah
a)    Pengertian
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud.  Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
b)   Cara penggunaan
1.        Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2.        Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3.        Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4.        Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5.        Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Prosedur Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Langkah-langkah
Kegiatan Guru
Orientasi masalah
Ø Menginformasikan tujuan pembelajaran
Ø Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka
Ø Mengarahkan pada pertanyaan atau masalah
Ø Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Ø Membantu siswa menemukan konsep berdasar masalah
Ø Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi dan cara belajar siswa aktif
Ø Menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan
Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
Ø Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam mengerjakan/menyelesaikan masalah
Ø Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-tugas
Ø Mendorong dialog, diskusi dengan teman
Ø Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
Ø Membantu siswa merumuskan hipotesis
Ø Membantu siswa dalam memberikan solusi
Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
Ø Membimbing siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKP)
Ø Membimbing siswa menyajikan hasil kerja
Menganalisa dan mengevaluasi hasil pemecahan
Ø Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah
Ø Memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemcahan masalah
Ø Mengevaluasi materi
c)    Karakteristik Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
1.        Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran terisolasi
2.        Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama
3.        Menciptakan pembelajaran interdisiplin,
4.        Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis .
5.        Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
6.        Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang
7.        Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif).
8.        Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
9.        Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran
10.    Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
11.    Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri
d)       Kelebihan
Kelebihan metode ini adalah sebagai berikut:
1.        Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2.        Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3.        Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
e)        Kekurangan
1.      Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2.      Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3.      Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
5)      Cooperative Script
a)      Pengertian
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
b)      Langkah-langkah
Adapun langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
1)        Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2)        Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3)        dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4)        Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya, pendengar menyimak, mengoreksi, menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat atau menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya.
5)        Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6)        Kesimpulan guru.
7)        Penutup.
c)      Kelebihan
Kelebihan metode ini adalah sebagai berikut:
1.        Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
2.        Setiap siswa mendapat peran.
3.        Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
d)     Kekurangan
1.        Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
2.        Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).[3]
6)      Picture and Picture
a)    Pengertian
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
b)   Langkah-langkah
1)      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)      Menyajikan materi sebagai pengantar.
3)      Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4)      Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5)      Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6)      Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7)      Kesimpulan / rangkuman.
c)    Kelebihan
1)        Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2)        Melatih berpikir logis dan sistematis.
d)   Kekurangan dari metode ini yaitu:
Ø  Memakan banyak waktu sehingga banyak siswa yang pasif.
7)      Numbered Heads Together
a)    Pengertian
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
b)   Langkah-langkah
1)        Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2)        Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3)        Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4)        Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5)        Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6)        Kesimpulan.
c)    Kelebihan
Kelebihan metode ini adalah sebagai berikut:
1)        Setiap siswa menjadi siap semua.
2)        Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3)        Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
d)   Kelemahan
1)        Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2)        Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
8)      Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
a)   Pengertian
Metode investigasi kelompok dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif, melibatkan siswa sejak perencanaan untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Siswa memilih topik, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik, dan menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas.
b)   Langkah-langkah
1.      Seleksi topik
Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Siswa diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang.
2.      Merencanakan kerjasama
Siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
3.      Implementasi
Siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4.      Analisis dan sintesis
Siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5.      Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6.      Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
c)   Kelebihan
1.        Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri komplek
2.        Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan baik.
3.        Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk bekerja sama dengan siswa lain
4.        Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif) dan group process skill (managemen kelompok)
5.        Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah
6.        Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan
7.        Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling menguntungkan, memperkuat ikatan social, tumbuh sikap untuk lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan merasa berguna untuk orang lain
8.        Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif
d)  Kelemahan
Adapun kelemahan metode ini adalah sebagai berikut:
1.        Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit
2.        Pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis, sehingga tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut aktif
3.        Memerlukan waktu belajar relatif lebih lama
4.        Diperlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas menjadi mudah ribut
5.        Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
6.        Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya.[4]
9)      Metode Jigsaw
a)    Pengertian
Dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang. Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya dan merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
b)   Langkah-langkah:
1.    Memilih materi yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian
2.    Membagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan bagian yang disiapkan
3.    Setiap kelompok diberi materi yang berbeda untuk dipahami
4.    Selanjutnya, setiap kelompok akan mengirimkan anggotanya kepada kelompok lain yang ada untuk menyampaikan materi yang telah di pelajari di kelompok
5.    Kelompok kembali pada suasana semula, jika ada permasalahan dapat ditanyakan atau didiskusikan
6.    Guru memberi pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi[5]
c)    Kelebihan
Metode Jigsaw semacam ini memungkinkan peserta berbagi perspektif yang ber­beda tantang bacaan yang sama, yang secara potensial diakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap salah satu bab. Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses analisis daripada hanya sekedar narasi sederhana.
d)   Kekurangan:
1)      Kondisi kelas yang cenderung ramai karena perpindahan siswa dari kelompok satu ke kelompok lain.
2)      Dirasa sulit meyakinkan untuk berdiskusi menyampaiakn materi pada teman jika tidak punya rasa percaya diri.
3)      Kurang partisipasi beberapa siswa yang mungkin masih bergantung pada teman lain, biasanya terjadi dalam kelompok asal.
4)      Ada siswa yang berkuasa karena merasa paling pintar di antara anggota kelompok.
5)      Awal penggunaan metode ini biasanya sulit di kendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang agar berjalan dengan baik.
6)      Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan model “team teaching”.
10)  Metode Team Games Tournament (TGT)
a)    Pengertian
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
b)   Komponen Metode Team Games Tournament (TGT)
Ada 5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1.      Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2.      Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3.      Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4.      Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5.      Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.
c)    Kelebihan
1)      Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2)      Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
3)      Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4)      Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
5)      Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
6)      Motivasi belajar lebih tinggi
7)      Hasil belajar lebih baik
8)      Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
d)   Kekurangan/Kelemahan dapat dilihat dari aspek pendidik dan peserta didik
v  Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis yang akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
v  Bagi Siswa
Siswa yang berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasinya, tugas guru: membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar mampu menularkan pengetahuannya.
11)  Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
a)      Pengertian
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
b)      Langkah-langkah
1.      Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2.      Guru menyajikan pelajaran.
3.      Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4.      Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5.      Memberi evaluasi.
6.      Penutup.
c)      Kelebihan
Seluruh siswa menjadi lebih siapdan melatih kerjasama dengan baik.
d)     Kekurangan
Anggota kelompok semua mengalami kesulitan dalam membedakan siswa.
12)  Model Examples Non Examples
a)    Pengertian
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan Kopetensi Dasar.
b)   Langkah-langkah
1.    Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.    Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3.    Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4.    Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5.    Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6.    Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7.    Kesimpulan.
c)    Kebaikan
1.    Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2.    Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3.    Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
d)   Kekurangan
1.        Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2.        Memakan waktu yang lama.
13)  Model Lesson Study
a)    Pengertian
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
b)   Langkah-langkah
Langkah-langkah metode ini yaitu:
1.      Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
Ø  Perencanaan.
Ø  Praktek mengajar.
Ø  Observasi.
Ø  Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2.      Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3.       Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4.      Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5.      Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6.      Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
c)    Kelebihan
1.      Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
2.      Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
d)   Kekurangan
1)   Guru agak sulit memantau siswa yang duduk di belakang
2)   Siswa yang duduk di barisan samping agak sulit melihat tulisan pada papan tulis
3)   Beberapa siswa kesulitan melihat tulisan pada papan tulis
4)   Guru kesulitan memantau aktivitas semua siswa
C.    Komponen Metode Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi, dan evaluasi.
1)      Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, dan sebaliknya guru mampu memanipulasi atau merekayasa  komponen lain menjadi bervariasi.
Sedangkan komponen lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan dari proses belajar peserta didik, yang pada akhirnya peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Dalam merekayasa pembelajaran, guru harus berdasarkan kurikulum yang berlaku.
2)      Peserta didik
Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar. Komponen peserta ini dapat dimodifikasi oleh guru.[6]
3)      Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang dijadikan  landasan untuk menentukan strategi, materi, media dan evaluasi pembelajaran. Untuk itu, dalam strategi pembelajaran, penentuan tujuan merupakan komponen yang pertama kali harus dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajran merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran
4)      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat. Menurut Suharsimi (1990) bahan ajar merupakan komponen inti yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran.
5)      Kegiatan pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pembelajaran.
6)      Metode
Metode adalah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang berlangsung.
7)      Alat
Alat yang dipergunakan dalam pembelajran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa suruhan, perintah, larangan dan lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa globe, peta, papan tulis slide dan lain-lain.
8)      Sumber Pembelajaran
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sehingga sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.
9)      Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, juga bisa berfungsi sebagai sebagai umpan balik untuk perbaikan strategi yang telah ditetapkan. Kedua fungsi evaluasi tersebut merupakan evaluasi sebagai fungsi sumatif dan formatif.
10)  Situasi atau Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, madrasah, letak madrasah, dan lain sebagainya), dan hubungan antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya menurut isi materinya seharusnya pembelajaran menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena kondisi masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain, misalnya membuat kliping.
Komponen-komponen strategi pembelajaran tersebut akan mempengaruhi jalannya pembelajaran, untuk itu semua komponen strategi pembelajaran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran. Untuk lebih mempermudah menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran, komponen strategi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: peserta didik sebagai raw input, entering behavior peserta didik, dan instrumental input atau sasaran.


BAB III
TOKOH FILSAFAT ISLAM



Nama lengkap  : Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā
Tempat dan tanggal lahir : 980 M, di Afsyahnah
Tokoh bidang : seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia


Nama lengkap  : Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami (عبد الرحمن بن محمد بن خلدون الحضرمي)
Tempat dan Tanggal Lahir : Tunisia 27 Mei 1332/732H, wafat 19 Maret 1406/808H)
Tokoh dibidang : sejarawan muslim dari Tunisia disebut bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya adalah Muqaddimah (Pendahuluan).



Nama lengkap : Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi.
Tempat dan tanggal lahir : Kufah sekitar tahun 185 H (801 M)
Tokoh bidang : filsafat dan  menekuni bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika.


Nama lengkap : Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i
Tempat dan tanggal lahir : Thus; 1058 / 450 H
Tokoh bidang : seorang filosof dan teolog muslim Persia

 Nama lengkap : Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi
Tempat dan tanggal lahir : 872 M, Otrar, Kazakhstan
Tokoh bidang : Beliau terkemuka dalam bidang falsafah, logik, dan sosiologi.


Nama lengkap : Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis
Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 1 Agustus 1868
Tokoh bidang :  Pendiri muhammadiyah dan Pahlawan Nasional
           

Nama lengkap : Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie
Tempat dan tanggal lahir : 10 April 1875, Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur
Tokoh bidang : Pendiri Nahdlatul Ulama dan Pahlawan Nasional


A.    Ibnu Sina
1)         Riwayat Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara ia dibesarkan serta belajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdellah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi 
Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Belum lagi usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang sakit.Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku - buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah dikecewakan. Sering - sering ia tertidur karena kepayahan membaca, maka didalam tidurnya itu dilihatnya pemecahan terhadap kesulitan - kesulitan yang dihadapinya.
Ibnu Sina dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang agak teguh. Ayah beliau berasal dari Balakh kemudian berpindah ke Bukhara pada zaman pemerintahan Al-Amir Nuh bin Mansur dan tinggal di salah sebuah perkampungan kecil di Bukhara yang bernama Khirmithan, walau bagaimanapun akhirnya beliau tinggal menetap di Afsyanah kerana tempat tersebut hampir dengan tempat kerjanya. Dengan demikian bapa Ibnu Sina mampu memberikan pendidikan yang unggul dan pengetahuan yang agak tinggi kepada Ibnu Sina dan adik-beradik beliau jika dibandingkan dengan suasana yang ada pada masa tersebut. Bapa beliau telah menyediakan seorang guru Al-Quran dan seorang guru kesusasteraan menyebabkan Ibnu Sina dapat menghafal seluruh Al-Quran dalam usia sepuluh tahun. 
Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu .
2)         Kemampuan Ibnu Sina
a)      Teori-Teori Anatomi Dan Fisiologi
Teori-teori anatomi dan fisiologi dalam buku-buku beliau adalah menggambarkan analogi manusia terhadap negara dan mikrokosmos (dunia kecil) terhadap alam semester sebagai makrokosmos (dunia besar).Misalnya digambarkan bahawa syurga kayangan adalah bulat dan bumi adalah persegi dan dengan demikian kepala itu bulat dan kaki itu empat persegi. Terdapat empat musim dan 12 bulan dalam setahun, dengan itu manusia memiliki empat tangkai dan lengan (anggota badan) mempunyai 12 tulang sendi. Hati (heart) adalah ‘pangeran’-nya tubuh manusia, sementera paru-paru adalah ‘menteri’nya.  
Leher merupakan ‘jendela’nya sang badan, manakala kandung empedu sebagai ‘markas pusat’-nya. Limpa dan perut sebagai ‘bumbung’ sedangkan usus merupakan sistem komunikasi dan sistem pembuangan. Sementara itu “Canon of Medicine” memuatkan pernyataan yang tegas bahawa “darah mengalir secara terus-menerus dalam suatu lingkaran dan tak pernah berhenti”.
Namun ini belum dapat dianggap sebagai suatu penemuan tentang srikulasi darah, kerana bangsa cina tidak membezakan antara urat-urat darah halus (Veins) dengan pembuluh nadi (arferies). Analogi tersebut hanyalah analogi yang digambarkan antara gerakan darah dan siklus alam semesta, pergantian musim dan gerakan-gerakan tubuh tanpa peragaan secara empirik pada keadaan yang sebenarnya.Manuskrip al-Qanun fit-Tibb (Canon of Medicine) karangan Ibnu Sina

b)      Pengaruh Ibnu Sina (Avicenna)
Pengaruh Ibnu Sina sebagai seorang failasuf dan doktor perubatan dalam kebudayaan Eropah adalah luas. Buku karangannya al-Qanun Fit- Tibb (Peraturan Perubatan) terdiri daripada 14 jilid, telah dianggap sebagai himpunan perbendaharaan ilmu perubatan. Ilmu perubatan moden banyak mendapat pelajaran daripada Ibnu Sina, dari segi pengunaan ubat, diagnosis dan pembedahan.
c)      Terjemahan Dan Bahan Rujukan al-Qanun Fit- Tibb
Pada abad ke 12 Gerard Cremona yang berpindah ke Toledo, Sepanyol telah menterjemahkan buku Ibnu Sina ke bahasa Latin. Buku ini menjadi buku rujukan utama di universiti-universiti Eropah hingga 1500 M. Bukunya telah disalin (cetak ) sebanyak 16 kali dan 15 edisi dalam bahasa Latin dan sebuah edisi dalam bahasa Yahudi (Hebrew).Disamping itu buku tersebut turut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, Perancis , Sepanyol dan Itali . Pada abad ke 16 M, buku ini dicetak 21 kali. Al-Qanun Fit-Tibb juga digunakan sebagai buku teks kedoktoran di berbagai universiti di Perancis. Misalnya di Sekolah Tinggi Kedoktoran Montpellier dan Louvin telah menggunakannya sebagai bahan rujukan pada abad ke 17 M. Sementara itu Prof. Phillip K. Hitpi telah menganggap buku tersebut sebagai “Ensiklopedia Kedoktoran”. Penulis-penulis Barat telah menganggap Ibnu Sina sebagai ‘Bapa Doktor’ kerana Ibnu Sina telah menyatupadukan teori perubatan Yunani Hippocrates dan Galen dan pengalaman dari ahli-ahli perubatan dari India dan Parsi dan pengalaman beliau sendiri.
d)     Perintis Pengenalan Penyakit Saraf

Bab Mata dalam kitab Qanun fi Thib atau The Canon of Medicine karya Ibnu Sina (980-1037 M)
Al- Qanun Fit-Tibb telah membincangkan serta mengenegahkan mengenai penyakit saraf. Buku tersebut juga telah mengajar mengenai cara-cara pembedahan dimana telah menekankan keperluan pembersihan luka. Malahan di dalam buku-buku tersebut juga dinyatakan keterangan-keterangan dengan lebih jelas di samping hiasan gambar-gambar dan sketsa-sketsa yang sekaligus menunjukkan pengetahuan anatomi Ibnu Sina yang luas.
e)      Ibnu Sina- Sebagai Seorang Doktor
Ibnu Sina pernah di beri gelaran sebagai “Medicorum Principal” atau “Raja Diraja Doktor” oleh kaum Latin Skolastik. Antara gelaran lain yang pernah diberikan kepadanya adalah sebagai “Raja Ubat”. Malahan dalam dunia Islam, ia dianggap sebagai “Zenith”, puncak tertinggi dalam ilmu kedoktoran . Ibnu Sina menjadi “Doktor Di Raja” iaitu doktor kepada Sultan Nuh 11 bin Mansur di Bukhara pada tahun 378 H/ 997 M iaitu ketika beliau berusia 18 tahun. Pada waktu itu penyakit sultan dalam keadaan parah dan tidak ada doktor lain yang berjaya mengubati baginda. Akan tetapi berkat pertolongan Ibnu Sina baginda kembali pulih.
f)       Penemuan-Penemuan Baru
Ibnu Sina dikenali sebagai seorang saintis yang banyak memberikan saham terhadap dunia ilmu pengetahuan melalui penemuan-penemuan barunya. Antara sumbangan beliau adalah di dalam bidang geografi, geologi, kimia dan kosmologi.
g)      Bidang Geografi
Ibnu Sina merupakan seorang ahli geografi yang mampu menerangkan bagaimana sungai-sungai berhubungan dan berasal dari gunung-ganang dan lembah-lembah. Malahan ia mampu mengemukakan suatu hipotesis atau teori pada waktu itu di mana gagal dilakukan oleh ahli Yunani dan Romani sejak dari Heredotus, Aristoteles sehinggalah Protolemaious. Menurut Ibnu Sina ” gunung-ganang yang memang letaknya tinggi iaitu lingkungan mahupun lapisannya dari kulit bumi, maka apabila ia diterajang lalu berganti rupa dikarenkan oleh sungai-sungai yang meruntuhkan pinggiran-pinggirannya. Akibat proses seperti ini, maka terjadilah apa yang disebut sebagai lembah-lembah.”
h)      Bidang Geologi, Kimia Dan Kosmologi
Sumbangan Ibnu Sina dalam bidang geologi , kimia serta kosmologi memang tidak dapat di sangsikan lagi. Menurut A.M.A shushtery, karangan Ibnu Sina mengenai ilmu pertambangan (mineral) menjadi sumber geologi di Eropah. Dalam bidang kimia , ia juga meninggalkan penemuan-penemuan yang bermanafaat. Menurut Reuben Levy, Ibnu Sina telah menerangkan bahawa benda-benda logam sebenarnya berbeza antara satu dengan yang lain. Setiap logam terdiri dari berbagai jenis. Penerangan tersebut telah memperkembangkan ilmu kimia yang telah dirintis sebelumnya oleh Jabbir Ibnu Hayyan , Bapa Kimia Muslim. Sebahagian daripada karyanya yang dapat dicatat di sini adalah daripada :
Ø  Bidang logika “Isaguji”, “The Isagoge”, ilmu logika Isagoge.
Ø  Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah (On the Divisions of the Rational Sciences) tentang pembahagian ilmu-ilmu rasional.
Ø  Bidang metafizika, “Ilahiyyat” (Ilmu ketuhanan)
Ø  Bidang psikologi, “Kitab an-Nayat” (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa.
Ø  Fiad-Din yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi “Liber de Mineralibus” yakni tentang pemilikan (mimeral).
Ø  Bidang sastera arab “Risalah fi Asab Huduts al-Huruf” ,risalah tentang sebab-sebab terjadinya huruf.
Ø  Bidang syair dan prosa “Al-Qasidah al- Aniyyah” syair-syair tentang jiwa manusia.
Ø  Cerita-cerita roman fiktif , “Risalah ath-Thayr” cerita seekor burung.
Ø  Bidang politik “Risalah as-Siyasah” (Book on Politics) – Buku tentang politik.[7]
i)        Dibidang filsafat
Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.”
3)         Pemikiran di bidang Pendidikan
Pemikiran ibnu sina dalam bidang pendidikan antara lain berkenaan dengan lima aspek pendidikan yaitu tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru dan pelaksanaan hukuman dalam pendidikan.
Pentingnya pendidikan akhlak yaitu untuk membimbing para peserta didik dalam pendidikan Islam, pendidikan akhlak memang menjadi prioritas penting. Bahkan akhlak mulia menjadi salah satu indikator penting. Namun dalam pelaksanaan pendidikan akhlak, tampaknya belum ditemukan yang tepat dan jelas. Padahal persoalan akhlak menjadi masalah utama yang terjadi. Oleh karena itu para pendidik harus memperhatikan system  yang dilakukan.
Pendidikan al-Qur'an sebagai model. Ibn Sina yang sering dikenal dunia internasional sebagai ahli di bidang kedokteran dan filosof, ternyata memahami benar tentang al-Qur'an. Bahkan di usia yang masih muda, sekitar 10 tahun, ia telah menghafal seluruh al-Qur'an. Itu artinya al-Qur'an sangat menentukan keberhasilan Ibn Sina sebagai seorang ilmuan, dan menawarkan pentingnya mempelajari al-Qur'an yang dimulai sejak kecil.
Pendidikan yang berorientasi kepada jiwa (al-nafs). Salah satu pemikiran penting Ibn Sina dalam filsafat adalah konsep jiwa. Jika ditelusuri pemikiran pendidikan Islam Ibn Sina nampaknya akan diarahkan kepada pengembangan potensi anak didik sehingga memiliki tingkat jiwa yang tertinggi, yaitu al-aql al-mustafad. Memahami bahwa konsep jiwa yang ditawarkannya telah mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual sebagaimana yang dikenal dewasa ini, bahkan melebihi dari konsep itu.
      Oleh karena itu, pendidikan harus berorientasi kepada kecerdasan jiwa tersebut. Dengan jiwa yang suci,akan memudahkan anak didik menguasai berbagai ilmu yang dipelajarinya serta mudah pula membina kepribadiannya.Pendidikan yang berorientasi kepada jiwa (al-nafs) dapat mencerdaskan peserta didik dan membentuk kepribadian yang berakhlak mulia.
Pemikiran lain dari Ibnu Sina ini adalah”Pendidikan tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur, dan kebersihan,”  tutur Ibnu Sina,
Dalam pandangan Ibnu Sina,  pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan karakter.  Menurutnya, pendidikan sangat  penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.
v  Masa Baru Lahir hingga umur dua tahun : dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yakni sejak seseorang terlahir ke muka bumi. Pendidikan bagi bayi yang baru lahir, kata dia, bisa diberikan melalui berbagai tahapan kegiatan mengasuh bayi seperti menidurkan, memandikan, menyusui, dan memberikan latihan-latihan ringan bagi bayi.
Menurutnya, bayi harus ditidurkan di ruang yang suhunya sejuk; tidak terlalu dingin dan terlalu panas. Ruang tidur bayi juga harus remang-remang, jangan terlalu terang. Menurut dia, sang ibu harus memandikan bayinya lebih dari satu kali dalam sehari, dia juga harus menyusui anaknya sendiri, dan menentukan takaran menyusui yang dibutuhkan bayi.
Ketika bayi sudah memiliki gigi, maka mulai  diperkenalkan dengan memakan makanan baru yang lebih kuat dari pada ASI. Bayi bisa memakan roti yang dicelupkan dengan air minum, susu, maupun madu. Lalu makanan tersebut diberikan kepada bayi dalam jumlah kecil dan sedikit demi sedikit dia disapih. Sebab penghentian pemberian ASI tidak bisa dilakukan secara drastis.
v  Masa kanak-kanak: Menurut Ibnu Sina, masa kanak-kanak merupakan saat pembentukan fisik, mental, dan moral. Oleh karena itu terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: Pertama, anak-anak harus dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang bisa mempengaruhi jiwa dan moralnya. Kedua, untuk perkembangan tubuh dan gerakannya, anak-anak harus dibangunkan dari tidur.
v   Masa Pendidikan: Pada masa ini, anak-anak sudah berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada masa ini, anak-anak harus mempelajari prinsip kebudayaan Islam dari Alquran, puisi-puisi Arab, kaligrafi, juga para pemimpin Islam.
Menurut Ibnu Sina, pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompok-kelompok, bukan perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu, mereka bisa belajar mengenai arti persahabatan.
v  Masa usia 14 tahun ke atas: Pada masa remaja ini, mereka dipersiapkan untuk mempelajari tipe pelajaran tertentu supaya memiliki keahlian khusus. Selain itu, mereka harus mempelajari pelajaran yang sesuai dengan bakat mereka. Mereka juga tidak boleh dipaksa untuk mempelajari dan bekerja di bidang yang tidak mereka inginkan dan mereka pahami. Namun pelajaran dasar harus diberikan kepada mereka.
Ibnu Sina menganggap pendidikan pada anak-anak maupun remaja harus diberikan karena pendidikan itu memiliki hubungan yang erat antara pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial. Yang paling penting, setiap pelajar harus menjadi seorang ahli dalam bidang tertentu yang akan mendukung pekerjaannya di masa depan.
4)         Karangan Ibnu Sina
Adapun karangan yang telah dibuat Ibnu Sina adalah:
a)      Asy-Syifa.
Buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar Ibnu Sina, dan terdiri dari empat bagian. yaitu logik, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan). Buku tersebut mempunyai beberapa naskah yang tersebar di berbagai perpustakaan di Barat dan Timur.
b)      An-Najat
Buku ini merupakan keringkasan buku Asy-Syifa, dan pernah  diterbitkan bersama-sama dengan buku Al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
c)      Al-Isyart wa Tanbihat
Buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Kemudian, diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di bawah asuhan Dr. Sulaiman Dunia
d)     Al-Hikmat Al-Masyriqiiyyah
Buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah-naskahnya yang masih memuat bagian logika. Menurut Carlos Nallino, buku ini berisi filsafat Timur sebagai imbangan dari filsafat Barat.a
e)      Al-Qanun atau Canon of Medicine,
Buku ini pernah di terjemahkan dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke tujuh belas Masehi. Buku tersebut pernah diterbitkan di Roma tahun 1593 M, dan India tahun 1323 H. Risalah-risalaj lain yang banyak jumlahnya dalam lapangan filsafat, etika, logika dan fsikologi.[8]
5)         Kewafatan Ibnu Sina: 
Walaupun Ibnu Sina salah seorang yang mengutamakan ilmu kedoktoran tetapi beliau tidak mengambil berat kepada kesihatan diri beliau menyebabkan beliau menghadapi pelbagai penyakit sehinggalah kekuatannya menjadi semakin lemah dan akhirnya beliau wafat pada tahun 428 Hijrah / 1037 Masihi di negeri Hamdan.
B.     Ibn Khaldun (732 H/1332 M – 808 H/1406 M)
1.      Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun yang bernama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliudin Ibn Khaldun lahir di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Berdasarkan silsilahnya, Ibn Khaldun masih mempunyai hubungan darah dengan Wail bin Hajar, salah seorang shabat Nabi yang terkemuka. Keluarga Ibn  khaldun yang berasal dari Hadramaut, Yaman  ini terkenal sebagai  keluarga yang berpengetahuan luas dan berpangkat serta menduduki berbagai jabatan tinggi kenegaraan.
Ibn Khaldun sudah ditakdirkan menduduki jabatan tertinggi dalam administrasi negara dan  mengambil bagian dalam  hampir semua pertikaian politik di Afrika Utara. Namun karena pengaruh budaya Spanyol yang sempat melekat dalam kehidupan keluarga dan dirinya selama satu abad, Ibn Khaldun tidak pernah menjadi “anggota penuh” dari masyarakatnya dan tetap hanya  menjadi pengamat luar dari dunianya.
Ibnu khaldun adalah anggota dari kelompok elit,baik karena keturunan  maupun pendidikan. Pada tahun 1352 M, ketika masih berusia dua puluh tahun, ia sudah menjadi master of the seal dan memulai karier politiknya yang berlanjut  hingga  1375 M. Perjalanan hidupnya beragam. Namun, baik didalam penjara atau di istana, dalam keadaan kaya atau miskin ,menjadi pelarian atau menteri ,ia selalu mengambil bagian dalam peristiwa-peristiwa politik di zamannya, dan selalu tetap berhubungan dengan para ilmuwan lainnya baik dari kalangan muslim, Kristen maupun Yahudi. Hal ini manandakan bahwa Ibn Khaldun tidak pernah berhenti belajar.
Dari tahun 1375 M sampai 1378 M, Ia menjalani pensiunnya Gal’at Ibn Salamah, sebuah puri di provinsi Oran, dan mulai menulis sejarah dunia dengan muqaddimah sebagai volume pertamanya. Pada tahun 1378 M, karena ingin mencari bahan –bahan dari buku di berbagai perpustakaan besar, Ibn Khaldun mendapatkan izin dari pemerintah Hafsid untuk kembali ke Tunisia. Disana hingga tahun 1382 M ketika berangkat ke Iskandariah, ia manjadi guru besar ilmu hukum. Sisa hidupnya di habiskan di  Kairo hingga wafat pada tanggal 17 Maret 1406 M.
2.      Kemampuan Ibnu Khaldun
a)      Penglibatan dalam aktiviti Sosial dan Politik
Beliau pernah menyandang beberapa jawatan dan pernah berkhidmat dengan beberapa orang pemerintah di Utara Afrika dan di Andalus.
Banyak menyandang jawatan penting seperti Setiausaha Negara di istana Sultan Abu Ishaq bin Abi Yahya dan Sultan Abu Annan; Anggota Majlis Ilmiah; Anggota Jabatan Setiausaha Sulit Sultan Abu Salim bin Abi Al-Hasan di Fez, Maghribi; Duta Granada; Perdana Menteri (Hajib) Bougie dan Ketua Hakim (Qadhi Al-Dudhah). Jawatan tersebut memberi peluang untuk berkhidmat kepada negara dengan lebih berkesan.
b)       Bidang ilmu dan pemikiran Islam
Berjaya menganalisis sejarah dari aspek kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan pendidikan. Memberi panduan yang terbaik kepada manusia tentang asas pembinaan sesebuah tamadun. Berpendapat bahawa sesebuah tamadun tertegak hasil dari keunggulan rohani dengan jasmani.
Merupakan pelopor kepada pemikiran-pemikiran moden khususnya dalam bidang sejarah, politik, ekonomi, sosiologi dan pendidikan. Para sarjana mengiktiraf karya beliau sebagai bahan kajian dan rujukan. Pemikiran beliau sering dijadikan wacana, tema-tema seminar, bengkel, persidangan ilmiah, judul-judul buku dan tesis di peringkat pengajian tinggi.
Sebuah anugerah ilmiah yang berprestij dinamakan sempena nama beliau iaitu Ibnu Khaldun Chair of Islamic Studies di Universiti Amerika. Namanya diabdikan di dalam sebuah universiti di Jakarta, Indonesia iaitu Universiti Ibnu Khaldun.
c)       Karya Agung Ibnu Khaldun

Al-Muqaddimah merupakan karya agung Ibnu Khaldun dalam bidang pensejarahan. Mengikut B. Lewis, buku ini merupakan ensiklopedia sintesis mengenai metadologi sains kebudayaan yang penting dan buku ini dapat membantu ahli sejarah dalam penghasilan kajian yang benar dan ilmiah. Buku ini membahaskan secara terperinci tentang sejarah dan persejarahan. Buku ini setebal lebih kurang 700 helai muka surat.
Buku Muqaddimah ini dibahagikan kepada enam bab. Kandungannya ialah:
·         Bab satu - risalah umum tentang masyarakat dan pertumbuhan umat manusia
·         Bab dua - kehidupan desa masyarakat badwi atau primitif
·         Bab tiga - mengenai negara, pemerintahan raja dan institusi khalifah
·         Bab empat-tentang perkembangan kota-kota  dan negeri-negeri serta cara membezakan antara satu kota dgn kota
·         Bab lima - ekonomi penduduk sesuatu tempat
·         Bab enam - cara mempelajari ilmu pengetahuan dan pendidikan
Isi kandungan buku ini juga terbahagi kepada bahagian asasi dan tidak asasi:
·         Bagian asasi - disiplin falsafah, falsafah sejarah dan falsafah sains sosial
·         Bagian tidak asasi - geografi, kebudayaan, politik, agama, peradaban dan ilmu pengetahuan[9]
Muqaddimah ialah sumbangan yang agung dalam bidang pensejarahan yang merupakan percubaan awal ahli sejarah untuk memahami perubahan yang berlaku pada organisasi politik dan sosial manusia.
Buku ini merupakan percubaan awal ahli sejarah untuk memahami pola perubahan yang berlaku kepada organisasi politik dan sosial manusia. Buku ini juga menjadi suatu bahan kajian yang menarik kerana pendekatan yang rasional, kaedah serta perbahasan yang analitikal dan terperinci.
d)     Pengasas falsafah sejarah
Ibnu Khaldun mendefinisikan sejarah sebagai catatan atau maklumat tentang masyarakat manusia, iaitu perubahan-perubahan yang berlaku pada sifat-sifat manusia seperti kemarahan, kebiadaban, revolusi, perasaan setia kawan dan pemberontakan sehingga mengakibatkan terbentuknya kerajaan, negara dan rakyat, wujudnya pelbagai kegiatan dan pekerjaan mansuia, pelbagai aspek ilmu pengetahaun dan pertukangan, dan secara umumnya berkenaan semua perubahan yang dialami oleh manusia.Sejarah dan masyarakat adalah satu kesatuan yang mempunyai kesamaan realiti yang berhubung kait antara satu sama lain.
Konsep ini berbeda dengan pendapat Herodotus, seorang ahli sejarah Yunani yang mengatakan bahawa Tuhan telah campur tangan secara langsung dalam menentukan sejarah manusia dan bukan manusia itu sendiri yang menentukan sejarahnya. Ibnu Khaldun telah menetapkan beberapa prinsip untuk sejarah. Contohnya, apabila mengkaji sesuatu peristiwa kebangkitan dan kejatuhan sesebuah kerajaan, seseorang individu perlu memastikan penglibatan sebab dan akibat kejadian itu berlaku.Keadaan ini menunjukkan hubungan secara langsung antara sebab dan akibat.
Menurut beliau, manusia sendiri yang menentukan sejarahnya kecuali mereka yang melanggar hukum Allah sama ada hukum tersurat dalam wahyu atau tersirat dalam hukum alam akan ditentukan Allah. Berjaya memurnikan ilmu sejarah dengan menjadikan rasional sebagai kayu ukur fakta sejarah tanpa fanatik kepada sesuatu laporan yang tidak terbukti kebenarannya. Menggariskan empat perkara yang perlu dilakukan sejarawan dalam penelitian dan analisis laporan sejarah:
·         Membandingkan antara peristiwa-peristiwa dengan berdasarkan kaedah sebab dan musabab.
·         Mengkaji peristiwa-peristiwa lalu untuk dijadikan iktibar kepada peristiwa-peristiwa yang sedang berlaku.
·         Mengambil kira pengaruh iklim dan alam sekitar terhadap apa yang berlaku.
·         Mengambil kira kedudukan ekonomi dan budaya terhadap peristiwa yang berlaku.
e)       Sebagai Budayawan
Merupakan penggiat budaya dan kesusasteraan Arab. Pengajian kesusasteraannya dengan Syeikh Muhammad Bahr di Tunisia dimanfaatkan untuk menajamkan kemahirannya dalam bersyair.
Banyak menghasilkan syair semenjak kanak-kanak lagi. Kemahiran Ibnu Khaldun dalam bidang syair jelas kelihatan dalam karyanya al-Muqaddimah apabila beliau membahaskan tentang syair Arab.
f)        Bapa Ekonomi Islam
Ibnu Khaldun dikenali juga sebagai “Bapa Ekonomi Islam” kerana pemikirannya tentang teori ekonomi yang logik dan realistik. Teori yang dikemukakannya jauh lebih terdahulu daripada teori-teori ekonomi yang dikemukakan oleh pakar ekonomi Barat spt Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823). Ibnu Khaldun telah mengutarakan beberapa prinsip dan falsafah ekonomi spt keadilan, hardworking, kerjasama, kesederhanan dan fairness. Beliau menegaskan bahawa keadilan merupakan tulang belakang dan asas kekuatan sesebuah ekonomi.
Ibnu Khaldun melihat manusia sebagai memerlukan pengetahuan ekonomi utk memenuhi misinya di ats muka bumi. Manusia perlu menjauhi perbuatan jahat sebaliknya perlu mengikut ajaran Islam dan mesti memberikan keutamaan kepada kehidupan akhirat. Beliau juga mengemukakan teori bahawa perekonomian sentiasa berada dlm keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Menurut beliau faktor pengeluaran spt tanah telah tersedia, faktor buruh masih dianggap faktor terpenting dlm proses pengeluaran. Ibnu Khaldun juga berpendapat bahawa kenaikan paras harga barangan yang tetap amat perlu utk mengawal tahap produktiviti.
3.      Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam
v  Tujuan Pendidikan
a)      Tujuan peningkatan pemikiran
Beliau memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas yang dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan ketrampilan sehingga dapat meningkatkan potensi akal. Melalui proses belajar manusia mencoba meneliti pengetrahuan dan informasi yang diperoleh oleh pendahulunya, mengumpulkan fakta, dan menginventarisasikan ketrampilan yang dikuasainya untuk memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan yang semakinmeningkat sepanjang masa sebagai hasil dari aktivitas akal manusia. Atas dasar pemikiran tersebut, maka tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah peningkatan kecerdasan manusia dan kemampuannya berfikir.
b)       Tujuan peningkatan kemasyarakatan
Dari segi peningkatan kemasyarakatan, ia berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia. Ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Semakin dinamis budaya masyarakat, maka akan semakin mutu dan dinamis pula ketrampilan di masyarakat tersebut. Jadi, eksistensi pendidikan menurutnya merupakan satu sarana yang dapat membantu menuju kemajuan dan kecemerlangan serta mendorong terciptanya tatanan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.
c)      Tujuan pendidikan dari segi kerohanian
Tujuan pendidikan dari segi kerohanian adalah dengan meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktik ibadah, zikir, khalwat (menyendiri) dan mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana para sufi.
v  Kurikulum Pendidikan dan Klasifikasi Ilmu
Kurikulum dan sistem pendidikan yang tidak selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik akan menjadikan malas dan enggan belajar. Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi tiga macam :
1)      Kelompok Ilmu Lisan (bahasa) : tentang tata bahasa / gramatika, sastra dan bahasa yang tersusun secara puitis (syair).
2)      Kelompok Ilmu Naqli : Ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi. Menurutnya, Al-Qur’an adalah ilmu yang pertama kali diajarkan pada anak, tentang syariat Islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap umat Islam. Ilmu Naqli hanya ditujukan untuk dipelajari pemeluk Islam. Walaupun dalam setiap agama-agama sebelumnya, ilmu-ilmu tersebut telah ada. Akan tetapi berbeda dengan yang terdapat dalam Islam.
3)      Kelompok Ilmu Aqli : Ilmu yang diperoleh manusia melalui kemampuan berfikir. Proses perolehan tersebut dilakukan melalui panca indera dan akal.
Ilmu Aqli dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
a)      Ilmu Logika (Mantiq)
b)      Ilmu Fisika termasuk di dalamnya kedokteran dan pertanian
c)      Ilmu Metafisika (‘Ilm Al-Ilahiyat)
d)     Ilmu Matematika termasuk di dalamnya ilmu geografi, aritmatika, aljabar, dan astronomi
Ibnu Khaldun berupaya menyusun ilmu-ilmu tersebut berdasarkan urgensi dan faedahnya bagi peserta didik, yaitu :
a)      Ilmu syariah dengan semua jenisnya
b)      Ilmu filsafat (rasio) ; Ilmu alam (fisika) ; dan ilmu ketuhanan (metafisika)
c)      Ilmu alat yang membantu ilmu agama, ilmu bahasa dan gramatika
d)     Ilmu alat yang membantu ilmu falsaffah (rasio), ilmu mantiq dan ushul fiqh.
Ibnu Khaldun membagi keempat ilmu tersebut menjadi dua golongan, yaitu ilmu pokok dan ilmu alat. Ilmu syariah dan ilmu filsafat berada pada satu klasifikasi. Ia menamakannya dengan ilmu pokok. Namun demikian, ia lebih mengutamakan ilmu syariat daripada ilmu filsafat karena merupakan asas dari ilmu-ilmu. Menurutnya, ilmu syariat datang dari Allah dengan perantaraan para Nabi dan manusia hendaknya menerima apa yang dibawa para Nabi serta mengikutinya untuk tercapainya kebahagiaan. Adapun golongan ketiga dan keempat, Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ke dalam ilmu alat. Ia dengan tegas mengutamakan ilmu alat untuk mempelajari ilmu agama karena sangat penting untuk memahami teks-teks mulia, Al-Qur’an dan Al-Hadits, terutama ilmu bahasa Arab dengan berbagai jenisnya. Ia meletakkan ilmu Filsafat pada posisi terakhir. Ia menganjurkan peserta didik untuk mempelajari ilmu ala, ilmu-ilmu bhasa Arab dengan berbagai jenisnya dan ilmu rasio sekedar untuk memahami ilmu syariah yang merupakan ilmu pokok.
v  Metode Mengajar
Menurutnya, mengajarkan pengetahuan pada peserta didik hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan berangsur-angsur, setapak demi setapak, sedikit demi sedikit. Dalam hubungannya denga proses mengajarkan ilmu pada peserta didik, Ibnu Khladun mengnjurkan agar para pendidik mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan metode yang baik dan mengetahui faedah yang digunakannya. Pendidik tidak boleh mengajar peserta didik dengan kasar dan dengan makian. Bila hal tersebut dilakukan, maka akan menyebabkan anak menjadi pemalas, pembohong, tidak bisa mandiri, kasar, tidak berakhlak mulia, keras kepala, suka membantah dan lainn sebagainya.
Sejalan dengan metode diatas, Ibnu Khaldun menganjurkan agat pendidik bersikap sopan dan bijaksana terhadap peserta didiknya. Demikian pula dengan orangtua agar memilki sikap tersebut dalam menghadapi anaknya. Ini sangat penting dikarenakan orangtua merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam upaya pembentukan kepribadian seorang anak.
Beliau mengajurkan untuk mempergunakan jalan pengajaran konsentris untuk mata pelajaran tertentu dalam proses belajar mengajar. Lanhkah pertama yang harus ditempuh adalah peserta didik diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahsan yang dipelajarinya. Keterangan terhadapa materi pelajaran yang diberikan hendaknya bersifat umum, yaitu dengan memperharikan kekuatan pemikiran peserta didik dan kesanggupannya memahami apa yang diberikan kepadanya. Apabila dengan jalan tersebut seluruh pembahasan pokok telah dipahami, maka berarti peserta didik telah memperoleh keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan tersebut. Jika pembahasan yang diberikan belum mampu tercapai secara maksimal, maka harus diulang kembali hingga dikuasai secara rinci, luas dan mendalam.
v  Sifat-Sifat Pendidik
Seorang pendidik akan berhasil dalam tugaanya apabila memiliki sifat-sifat yang mendukung profesionalismenya. Adapun sifat-sifat tersebut adalah:
1)      Pendidik hendaknya lemah lembut, senantiasa menjauhi sifat kasar, serta menjauhi hukuman yang merusak fisik, dan psikis peserta didik, terutama terhadap anak-anak yang masih kecil.
2)      Pendidik hendaknya menjadikan dirinya sebagai uswah alhasanah atau suri tauladan bagi pesetta didik.
3)      Pendidik hendaknya memperhatikan kondisi peserta didik dalam meberikan pengajarn, sehingga metode dan materi dapat disesuaika secara proporsional.
4)      Pendidik handaknya mengisi waktu luang dengan aktivitas yang berguna.
Pendidik harus profesional dan memilki wawasan yang luas tentang peserta didik, terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwanya, serta kesiapan untuk menerima pelajaran.
4.      Karya-karya Ibnnu Khaldun
Berikut ini beberapa karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain;
a)      Kitab al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-’Arab wa al-’Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar.
Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering menyebutnya dengan kitab al- ‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu Khaldun.
b)      Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.
Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-maslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia.
c)      Kitab al-Ta ‘rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan.
Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya.
d)     Karya-karya lain
Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-karya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih. Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas tentang mistisisme konvensional.
C.    Al-Kindi
1)      Riwayat Al-Kindi
Nama lengkap beliau adalah Abu Yusuf Ya'kub bin Ishaq As-Shabbah bin 'Imran bin Ismail bin Muhammad Al-Asy'ats bin Qays Al-Kindi. Ia dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M). Ia termasuk keluarga yang kaya dan terhormat. Kakek buyutnya bernama Al-Asy’ats ibnu Qays yakni seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur sebagai Syuhada bersama sa’ad ibnu Abi Waqqas dalam peperangan antara kaum muslimin dengan Persia di Irak. Sedangkan ayahnya bernama Ishaq ibnu As-Shabbah yakni seorang Gubernur di Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (tahun 775-785 M) dan Al-Rasyid (tahun 786-809 M). namun ayahnya meninggal ketika ia masih usia anak-anak.
Al-kindi berasal dari Klan Kindah yakni salah satu Kabilah Arab. Selain dari itu, karena ia merupakan keturunan Arab, ia dimasukkan dalam kelompok filosof Arab.[2] Nama Al-Kindi dinisbatkan pada sukunya yakni Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku yang dikenal memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang dikala itu. “Suku ini pulalah yang melahirkan seorang tokoh sastrawan yang terbesar dan tersebar para kesustraan Arab, sang penyair pangeran Imr Al-Qays yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah pembunuhan ayahnya”.
Kalau diperhatikan dari tahun kelahiran al-Kindi, kita dapat membuat sebuah kesimpulan bahwa ia hidup pada masa kekuasaan Bani ‘Abbas. Pada masa kecil ia telah merasakan masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid. Al Kindi sudah menjadi Yatim sejak ia masih berusia kanak-kanak, namun ia tetap memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu dengan baik. Al Kindi sendiri mengalami masa pemerintahan lima Khalifah Bani Abbas, yakni Al-Amin (809-813 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Al- Mu’tasim (833-842 M), Al-Wasiq (842-847 M), dan Al-Mutawakkil (847-861 M).
Al-Kindi adalah seorang yang aktif dalam segala aktivitas dilakukannya. Salah satu bentuk dalam kesibukannya ia menyibukkan dirinya untuk menerjemahkan karya-karya tulisan Yunani ke dalam Bahasa Arab, juga mengkoreksi hasil terjemahan orang lain atas karya-karya tersebut dan ia pun bekerja di Istana Khalifah Abbasiyah.  Tidak hanya itu, karena ia dipercaya oleh pihak Istana dengan kemampuannya untuk mengajar, maka iapun diangkat menjadi guru pribadi pendidik anak Khalifah di kala itu yang bernama Mu’tashim. Mu’tashim adalah Khalifah yang menggantikan Al-Makmun, sedangkan anak yang dididik oleh al-Kindi bernama Ahmad bin Mu’tashim. Namun di masa terakhir kehidupannya, ia diusir dari istana. Akhirnya ia meninggal di Baghdad pada Tahun 252 H/866 M. 
Al-Kindi mulai belajar sejak ia kecil, dan ia mempelajari ilmu-ilmu sesuai dengan kurikulum pada masanya. Ia mempelajari al-Qur’an serta belajar membaca, menulis, menghitung yang diperolehnya sewaktu ia masih Sekolah Dasar di Bashrah.  Kemudian ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat, sehingga ia mahir dalam berbagai cabang ilmu yang ada pada waktu itu, seperti ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat, ilmu hitung, mantigh (logika), geometri, astronomi, seni musik, ilmu ukur dan lain sebagainya. Penguasaanya terhadap filsafat telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajarannya para filosof terkemuka. Karena itulah ia dinilai pantas menyandang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan Arab). Ia juga mempelajari ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani, hingga sekurang-kurangnya memahami salah satu bahasa yang menjadi bahasa ilmu pengetahuan di kala itu yakni bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi menerjemahkannya kedalam bahasa Arab.
2)      Kemampuan Al-Kindi
Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain:
a.       Pemaduan Filsafat dan Agama
Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Agaknya untuk memuskan semua pihak, terutama orang-orang Islam yang tidak senang dengan filsafat, dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Al-Quran.Menurutnya menerima dam mempelajari filsafat sejalan dengan anjuran Al-Quran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang hanya terjemahan adalah sebagai berikut.
a)      Surat Al-Nasyr [59]: 2
 ………Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.
b)      Surat Al-A’raf [7]: 185
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang dicipitakan Allah…………….
c)      Surat Al-Ghasiyat [88]: 17-20
Maka apakah tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia ditegakkan. Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan.
d)      Surat Al-Baqarah [2]: 164
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.
Pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut: ilmu agama merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian; menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.[10]
b.       Falsafat Ketuhanan
Tuhan dalam falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan mahiah. Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan adalah Yang Benar Pertama (Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid).
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta dan bukan Penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles. Alam bagi al-Kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi punya permulaan. Karena itulah ia lebih dekat dalam hal ini pada falsafat Plotinus yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari Yang Maha Satu.    
c.       Falasafat Jiwa
Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh dan jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan Manusia. Dengan adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim membahas jiwa berdasarkan pada falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof  Yunani, kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa menentang keinginan hawa nafsu. Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu (yang terdapat di perut), daya marah (terdapat di dada), dan daya pikir (berputar pada kepala).
d.       Akal
Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah disebutkan diatas salah satunya ialahdaya berpikir. Daya berpikir itu adalah akal. Menurut al-Kindi akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang bersifat potensil; akal yang keluar dari sifat potensil dan aktuil; dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.
Akal yang bersifat potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekuatan yang menggerakannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi al-Kindi ada satu lagi macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal tersebut membuat akal yang bersifat potensil dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini:
Ø Merupakan akal pertama
Ø Selamanya dalam aktualitas
Ø Merupakan spesies dan genus
Ø Membuat akal potensil menjadi aktuil berpikir
Ø Tidak sama dengan akal potensil tetapi lain dari padanya
3)      Pemikiran di bidang Pendidikan
Al-Kindi menganggap bahwa tujuan terakhir filsafat terletak pada hubungan hubungannya dengan moralitis . sedangkan tujuan dari filosof adalah untuk mengetahui kebenaran dan kemudian berbuat sesuai dengan kebenaran tersebut. Dengan demikian kearifanj, perbuatan dan renungan sebagai aspirasi tertyinggi manusia terpadu dalam dirinya, tampa menyamakan pengetahuan dan kebijaksanaan seperti yang dilakukan oleh sokrates.
Oleh karena itu menurut al-Kindi sendiri maksud ilmu pengetahuan etika ialah untuk memperoleh kebijakan dan menghindari keburukan. Pengethauan tidak hanya untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan, tetapi turut membantu kemurnian jiwa yang merupakan satu-satunya sara untuk menyatukan kedua hal tersebut. Dan konsepsi kefilsafat al-Kindi juga tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Melihat pemamparan pemikiran alkindi diatas ketika kita sambungkan dengan pendidikan bisa disimpulkan yang pertama dan utama tugas pendidik kepada peserta didik adalah penanaman etika dulu dengan cara perbaikan jiwa atau nafs.
4)      Karya-karya Al Kindi
Sebagai seorang filsuf yang sangat produktif, diperkirakan karya yang pernah di tulis oleh al-kindi dalam berbagai bidang tidak kurangb dari 270 buah. Dalam bidang filasafat diantaranya adalah :
~        Kitab al-falsafah al-Ddakhilat wa al-Masa`il al-Mantiqiyah wa al-Muqtashah wa ma fawqa al-Thabiiyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah – masalah logika dan muskil, serta metafisika).
~        Kitab al-kindi ila al-Mu`tashim Billah fi al-falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama).
~        Kitab Fi Annahu al-Falsafah illa bi` jlm al-Riyadiyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matyematika).
~        Kitab fi qashd Aristhathalisfi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategori- kategorinya).
~        Kitab fi Ma`iyyah al-Ilm wa Aqsamihi (tantang sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya).
~        risalah fi Hudud al-Asyya`wa Rusumilah ( tentang definisi benda – benda dan uraiannya).
~        Risalah fi Annahu jawahir la Ajsam(tentang substansi – substansi tanpa badan).
~        Kitab fi ibarah al-jawami` al-Fikriyah(tentang ungkapan-ungakapan mengenai ide-ide komprehensif).
~        Risalah al Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah(sebuah tulisan filosofis tentang rahasia – rahasia spiritual).
~        Risalah fi al-Ibanah an al-Illat al-Fa`ilat al-Qaribah li al-kawn wa al Fasad(tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakannya).[11]
D.    Al- Ghozali
1        Riwayat Al- Ghozali
Imam al-Ghazzali lahir di di desa Taberan distrik Thus, Persia pada 450 H (1058 M). Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad. Gelar al-Ghazzali sendiri diduga diambil dari usaha leluhurnya di bidang pertenunan (ghazzal). Ayahnya sendiri adalah seorang penenun yang shalih dan sederhana serta suka mengunjungi para ulama untuk menuntut ilmu. Ia senantiasa memohon kepada Allah agar dianugerahi anak yang berilmu.
Ketika kecil al-Ghazzali bersama adiknya, Ahmad, belajar di sebuah madrasah swasta. Beberapa waktu kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Zarzan dan belajar di bawah bimbingan seorang ulama besar Imam Abu Nasr Ismail. Sejak kecil al-Ghazzali telah memperlihatkan minatnya yang besar terhadap ilmu. Ia senantiasa mencatat pelajaran dari gurunya. Pernah suatu ketika ia dirampok dan barang-barangnya termasuk catatan pelajarannya dibawa lari oleh perampok itu. Dengan keberaniannya ia mendatangi perampok itu dan memintanya mengembalikan catatan-catatan tersebut. Melihat permohonan al-Ghazzali yang penuh harap, sang perampok lalu mengembalikan catatan-catatan tersebut.
Al-Ghazzali kemudian melanjutkan sekolahnya di Madrasah Nizhamiyah di Nishapur. Sekolah ini merupakan sekolah yang terpandang di masa itu dan dipimpin oleh ulama terkenal bernama Imam Haramain. Ketika gurunya wafat, al-Ghazzali yang waktu itu berusia 28 tahun pergi meninggalkan Nishapur menuju Baghdad. Di Baghdad ia ditawari menjadi pengajar dan pada 484 H ia diangkat menjadi rektor Madrasah Nizhamiyah. Pengangkatan al-Ghazzali sebagai pemimpin lembaga pendidikan termasyhur pada masa itu menunjukkan pengakuan banyak orang akan ketinggian ilmu al-Ghazzali.
Pada tahun 488 H Al-Ghazzali pergi menunaikan ibadah haji yang kemudian dilanjutkannya mengujungi Syams dan Baitul Maqdis kemudian ke Damaskus. Pada masa itulah ia mengarang kitab Ihya ‘Ulumuddin. Pada masa itu hidup dengan amat sederhana, berpakaian kasar, mengurangi makan dan minum, banyak mengunjungi masjid dan desa, serta melatih diri dengan banyak beribadah kepada Allah SWT. Kemudian ia kembali ke Baghdad dan mengajarkan kitab Ihya ‘Ulumuddin. Lalu ia kembali ke Perguruan Nizhamiyah, Nisabur. Akhirnya, ia kembali ke kampung halamannya Thus dengan membangun sebuah madrasah di sana untuk ulama-ulama fiqih dan pondok untuk para sufi. Di sini ia menghabiskan sisa hidupnya untuk memberi pelajaran kepada para penuntut ilmu hingga wafat pada 14 Jumadil Akhir 505 H (1111 M).
2        Kemampuan Al-Ghozali
a)      Metafisika
Untuk pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama karangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan adalah seperti mempergunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan.
Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-Dhalal menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai ketuhanan (metafisika), maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka (para filosof) karena tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telah mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.
Al-Ghazali meneliti kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional, yang mengandalkan akal untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Dia pun menekuni bidang filsafat secara otodidak sampai menghasilkan beberapa karya yang mengangkatnya sebagai filsuf. Tetapi hasil kajian ini mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa metode rasional para filsuf tidak bisa dipercaya untuk memberikan suatu pengetahuan yang meyakinkan tentang hakikat sesuatu di bidang metafisika (ilahiyyat) dan sebagian dari bidang fisika (thabi’iyat) yang berkenaan dengan akidah Islam. Meskipun demikian, Al-Ghazali tetap memberikan kepercayaan terhadap kesahihan filsafat-filsafat di bidang lain, seperti logika dan matematika.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa ada pemikiran tentang filsafat metafisika yang menurut al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam, dan karenanya para filosof dinyatakan kafir. Hal ini akan lebih dijelaskan dalam bagian selanjutnya.
b)      Iradat Tuhan
Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan. Iradat itu menghasilkan ciptaan yang berganda, di satu pihak merupakan undang-undang, dan di lain pihak merupakan zarah-zarah (atom-atom) yang masih abstrak. Penyesuaian antara zarah-zarah yang abstrak dengan undang-undang itulah yang merupakan dunia dan kebiasaanya yang kita lihat ini.
Iradat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal (intelek) manusia, terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali menganggap bahwa tuhan adalah transenden, tetapi kemauan iradatnya imanen di atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian.
Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti sebab dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-Asy’ari berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat Tuhan, dan Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk menyimpangkan dari kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat tersebut. Sebagai contoh, kertas tidak mesti terbakar oleh api, air tidak mesti membasahi kain. Semua ini hanya merupakan adat (kebiasaan) alam, bukan suatu kemestian. Terjadinya segala sesuatu di dunia ini karena kekuasaan dan kehendak Allah semata. Begitu juga dengan kasus tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak mungkin, kecuali dengan menghilangkan sifat membakar dari api ituatau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu materi yang tidak bisa terbakar oleh api.
c)      Etika
Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya dalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika Al-Ghazali adalah teori tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada semboyan tasawuf yang terkenal “Al-Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah al-Basyariyah, atau Al-Ishaf Bi Shifat al-Rahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”. Maksudnya adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai Tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan sebagainya.
Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam. Berbeda dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri dari manusia, dan menganggap materi sebagai pangkal keburukan sama sekali.
Al-Ghazali sesuai dengan prinsip Islam, mengakui bahwa kebaikan tersebar di mana-mana, juga dalam materi. Hanya pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan berlebihan.
Bagi Al-Ghazali, taswuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpisah dari syari’at, hal ini nampak dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya’nya yang merupakan perpaduan harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang berarti kewajiban agama haruslah dilaksanakan guna mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam melaksanakan haruslah dengan penuh rasa yakin dan pengertian tentang makna-makna yang terkandung di dalamnya.
3        Pemikiran Al-Ghozali dibidang Pendidikan
Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Oleh karena itu ia melihat bahwa ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi segala-galanya. Oleh sebab itu menguasai ilmu baginya termasuk tujuan pendidikan dengan melihat nilai-nilai yang dikandungnya dan karena ilmu itu merupakan jalan yang akan mengantarkan anda kepada kebahagiaan di akhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu beliau menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampi akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Maka sistem pendidikan itu haruslah mempunyai filsafat yang mengarahkan kepada tujuan yang jelas.
Mengingat pendidikan itu penting bagi kita, maka al-Ghazali menjelaskan juga tentang tujuan pendidikan, yaitu :
a.         Mendekatkan diri kepada Allah, yang wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran diri melaksanakan ibadah wajib dan sunah.
b.         Menggali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.
c.         Mewujudkan profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.
d.        Membentuk manusia yang berakhlak mulia, suci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.
e.         Mengembangkan sifat-sifat manusia yang utama, sehingga menjadi manusia yang manusiawi.[12]
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut al-Ghazali, dapat di mengerti bahwa pendidikan merupakan alat bagi tercapainya suatu tujuan. Pendidikan dalam prosesnya memerlukan alat, yaitu pengajaran atau ta’lim. Sejak awal kelahiran manusia sampai akhir hayatnya kita selalu bergantung pada orang lain. Dalam hal pendidikan ini, orang (manusia) yang bergantung disebut murid sedangkan yang menjadi tempat bergantung disebut guru. Murid dan guru inilah yang disebut sebagai subyek pendidikan.
Oleh karena itu arahan pendidikan al-Ghazali menuju manusia sempurna yang dapat mendcapai tujuan hidupnya yakni kebahagiaan dunia dan akhirat yanghal ini berlangsung hingga akhir hayatnya. Hal ini berarti bahwa manusia hidup selalu berkedudukan sebagai murid.
Manusia adalah subyek pendidikan, sedangkan pendidikan itu sangat penting bagi manusia, maka dalam pendidikan itu harus diperhatikan tentang kurikulumnya. Kurikulumnya pendidikan menurut al-Ghazali adalah materi keilmuan yang disampaikan kepada murid hendaknya secara berurutan, mulai dari hafalan dengan baik, mengerti, memahami, meyakini, dan membenarkan terhadap apa yang diterimanya sebagai pengetahuan tanpa memerlukan bukti atau dalil. Sehingga dengan pentahapan ini melahirkan metode khusus pendidikan, menurut al-Ghazali yaitu :
1)      Metode khusus pendidikan agama
Menurut al-Ghazali metode ini pada prinsipnya di mulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterangan yang bisa menunjang penguatan akidah.
2)      Metode khusus pendidikan ahklak
Akhlak menurut al-Ghazali adalah : suatu sikap yang mengakar dalam jiwanya yang melahirkan berbagai perbuatan tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu.
Dengan adanya metode tersebut, maka al-Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan itu harus mengarah kepada pembentukan akhlak mulia, sehingga Ia menjadikan al-Qur’an sebagai kurikulum dasar dalam pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan dan pembinaan itu ada 2 yaitu :
v  Kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.
v  Kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
4         Karya-Karya al-Ghazali
1.    Di Bidang Filsafat
a.       Maqashidu –ul falasifah (tujuan ilmu filsafat)
b.      Tahafut –ul falasifah (kesesatan ilmu filsafat)
c.       Al-Ma’rifatul ‘Aqliyah (ilmu pengetahuan yang rasional)
2.     Di Bidang Agama
a.       Ihya’ Ulumuddin (menghidup-hidupkan ilmu agama)
b.      Al-Mungis minal dhalal (terlepas dari kesesatan)
c.       Minhaj ul abidien (jalan mengabdi Tuhan)
d.      Kitab-kitab akhlak dan tasawuf.
3.    Dalam Bidang Kenegaraan
a.       Mustazh – hiri
b.      Sirrul ‘alamain (rahasia dua dunia yang berbeda)
c.       Suluk us Sulthanah (cara menjalankan pemerintahan)
d.      Nashihat et muluk (nasihat untuk kepala-kepala negara)
E.     Al- Farabi
a.      Riwayat Al Farabi
Nama lengkap beliau adalah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhn ibn Auzalagh. Dikalangan orang latin abad tengah ia lebih dikenal dengan Abu Nashr (Abunaser). Ia dilahirkan di Wasij, distrik farab sekarang lebih dikenal dengan kota Atrar, di daerah Turkistan  pada 257 H/870 M. ibunya berkebangsaan Turki, sementara  Ayahnya seorang jendral berkebangsaan Persia. Sejak kecil ia telah meninggalkan kota kelahirannya. Ia mengembara ke berbagai Negara hingga akhirnya tibalah ia ke kota Baghdat, pusat peradaban saat itu di sana ia memperdalam Filsafat selama dua puluh tahun. Beliau pernah mengajar dan mengulas beberapa buku-buku filsafat yunani, diantara anak muridnya yang terkenal adalah Yahya Ibn ‘Adi, seorang filosuf kristen.
Sejak kecil al-Farabi sudah tekun dan rajin belajar, apalagi dalam mempelajari bahasa, kosa kata, dan tutur bahasa ia telah cakap dan luar biasa. Penguasaan terhadap bahasa Iran, Turkistan dan Kurdikistan sangat ia pahami. Sebaliknya, bahasa Yunani dan Suryani sebagai bahasa ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak ia kuasai. Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Farabi dapat berbicara dalam tujuh puluh macam bahasa; tetapi yang dia kuasai dengan aktif hanya empat bahasa; Arab, Persia, Turki, dan Kurdi.
Berbeda dengan kelaziman beberapa sarjana muslim lainnya, al-Farabi tidak menuliskan riwayat hidupnya dan tak seorang pun di antara para pengikutnya merekam kehidupannya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh al-Juzjani untuk gurunya, Ibnu Sina.
Kehidupan Al-Farabi dapat dibagi menjadi dua periode, yang pertama bermula sejak lahir, masa kanak-kanaknya, masa remajanya sampai ia berusia lima puluh tahun. Telah diyakini bahwa ia lahir sebagai orang Turki, pendidikan dasarnya ialah keagamaan dan bahasa. Ia mempelajari fiqh, hadits dan tafsir al-Qur’an serta ia juga mempelajari bahasa Arab, bahasa Turki, dan Parsi. Ia tidak mengabaikan manfaat yang dapat diperoleh dari studi-studi rasional yang berlangsung pada masa hidupnya.
Periode kedua kehidupan al-Farabi adalah periode usia tua dan penuh kematangan. Baghdad, sebagai pusat belajar yang terkemuka pada abad ke-4 H/10 M, merupakan tempat pertama yang dikunjunginya, di sana ia berjumpa dengan sarjana dari berbagai bidang, di antaranya para filosof dan penerjemah. Ia tertarik untuk mempelajari logika dan untuk beberapa lama ia belajar logika kepada Ibn Yunus. Al-Farabi mukim selama dua puluh tahun di Baghdad dan kemudian tertarik oleh pusat kebudayaan lain di Aleppo. Di sana tempatnya orang-orang brilian, para sarjana, para penyair, ahli bahasa, filosof, dan sarjana-sarjana kenamaan lainnya. Al-Farabi tinggal di kota tersebut, dan merupakan orang pertama dan terkemuka sebagai sarjana dan pencari kebenaran. Ia menulis buku-buku dan artikel-artikel dalam suasana gemercik air sungai dan di bawah dedaunan pepohonan yang rindang. Al-Farabi mukim di Syria hingga wafat pada tahun 339 H/950 M. Ibn Usaibi’ah menyebutkan bahwa al-Farabi mengunjungi Mesir menjelang akhir hayatnya.
b.      Pemikiran Al Farabi
     1)            Pemaduan filsafat 
Al- Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat yang sebelumnya terutama pemikitan plato, Aristoteles , dan plotinus , juga antara agama dan filsafat. Karena itu ia terkenal dengan filsuf sinkretesme yang mempercayai kesatuan filsafat Dalam Ilmu logika dan fisika ia di pengaruhi oleh aristoteles . Dalam masalah akhlak dan politik , di pengaruhi oleh Plato, dalam masalah metafisika , ia di pengaruhi oleh platinous. 
Usaha kearah sinkretisme pemikiran telah di mulai muncul pada aliran neo – Platonisme. Namun Al- Farabi lebih luas karena ia bukan saja mempertemukan aneka aliran filsafat , juga penekanannya bahwa aliran- aliran filsafat itu pada hakekatnya satu , meskipun pemunculannya berbeda corak ragamnya.  Al- Farabi menggunakan interpretasi batini , yakni dengan menggunakan ta’wil bila menjumpai pertentangan pemikiran antara Plato dan Aristoteles . Menurut Al- Farabi , sebenarnya Aristo teles mengakui alam rohani yang terdapat di luar alam ini . Jadi kedua filsuf ini sama – sama mengakui adanya edea – edea pada zat Tuhan . Kalaupun terdapat perbedaan , maka hal itu tidak lebih dari tiga kemungkinan.:
~        Definisi yang di buat filsafat tidak benar
~        Pendapat orang banyak tentang pikiran – pikiran falsafi dari kedua filsuf tersebut terlalu dangkal . Adanya kekeliruan dalam pengetahuan orang orang yang menduga bahwa antara keduanya terdapat perbedaan dalam dasar- dasar falsafi;
~        Pengetahuan antra adanya perbedaan antara keduanya tidak benar . Padahal definisi filsafat menurut keduanya tidaklah berbeda, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang yang ada secara mutlak.[13]
Adapun perbedaan agama dengan filsafat, tidak mesti ada karena karena keduanya mengacu kepada kebenaran , dan kebenaran itu hanyalah satu, kendatipun posisi dan cara memperoleh kebenaran itu berbeda, satu menawarkan kebenaran dan lainnya mencari kebenaran. Tetapi kebenaran yang ada pada keduanya dalah serasi karena bersumber dari akal aktif. Kebenaran yang diperoleh filsuf dengan perantaraan Akal Mustafad, Sedangkan agama melaui wahyu dengan perantaraan nabi. Dan al- Farabi mengagungkan filsafat dari agama , karena ia mengakui bahwa ajaran agama Islam Mutlakl kebenarannya. 
     2)            Meta Fisika. 
Masalah ketuhanan Al- Farabi mengunakan pemikiran Aristoteles dan neo-Platonisme , yakni al- Maujud al- Awwal sebagai sebab pertama bagi segala yang ada . Dalam Pembuktian adanya Tuhan Al- Farabi mengemukakan dalil Wajib al- Wujud dan Mumkin al Wujud , menurutnya segala yang ada ini dua kemungkinan dan tidak ada alternatis yang ketiga.
  Wajib al – wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak ada, adanya dengan sendirinya , esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah wujud yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada , Jika wujud ini tidak ada , maka akan timbul kemustahilan , karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya. Inilah yang di sebut dengan Tuhan.
Mumkin al- Wujud maksudnya adalah Tidak akan berubah menjadi wujud aktual tanpa adanya wujut yang menguatkan , dan yang menguatkan itu bukan dirinya tetapi wajib al- wujud. . Walau pun demikian , mustahil terjadi daur dan tasalsul ( Prosessus in infinutum ) , kerena rentetan sebab akibat itu akan ber akhir pada wajib al- wujud.
Al- Farabi menglkasifikasikan yang wujud kepada dua rentetan yaitu : 
                 a)            Rentetan wujud yang esensinya tidak berfisik . termasuk dalam hal ini Varitas yang tidak berfisik dan tidak menempati fisik ( Allah , akal pertama , dan uqaul al- akhlak ) , serta yang tidak berfisi tetapi bertempat pada fisik ( Jiwa, bentuk , dan materi ) .
                 b)            Rentetan wujut yang berfisik yaitu benda benda lagit , manusia , hewan , tumbuh – tumbuhan , benda – benda tambang , dan unsur-0 unsur yang empat ( air, udara, tanah, dan api ).[14]
Tujuan Al- Farabi mengemukakan teori emanasi tersebut untuk menegaskan ke maha Esaan Tuhan . Karena tidak mungkin yang Esa berhubungan dengan yang tidak Esa atau banyak . Adai kata alam di ciptakan secara langsung , mengakibatkan Tuhan berhubungan dengan yang tidak sempurna , dan ini menudai ke Esaannya . Jadi dari Tuhan yang maha Esa hanya muncul satu yakni akal pertama yang berfungsi sebagai perantara dengan yang banyak. Disamping itu Tuhan juga bagi Al Farabi tidak mempuyai kehendak , karena hal itu membawa ketidak sempurnaan , termasuk melimpahnya yang banyak dari dirinya secara sekali gus dan itu tidak terjadi dalam waktu . dari pendapat ini al- Farabi haya menyatakan alam adalah taqoddum zamani bukan taqoddum zati.
     3)            Jiwa .
Al farabi dalam masalah Jiwa di pengaruhi oleh Filsafat Plato dan arestoteles dan platinus. Jiwa bersifat rohani , bukan materi , terwujut setelah adanya badan dan jiwa tidak berpindah – pindah dari suatu badan ke badan yang lain . Jiwa – jiwa manusia mempuyai daya- daya , sebagai berikut. :
ü  Daya gerak seperti makan , memelihara dan berkembang.
ü  Daya mengetahui yaitu ; merasa , Imaginasi 
ü  Daya berfikir yakni : Akal praktis dan teoritis
Daya teoritis terbagi kepada tiga tingkatan. 
ü  Akal Potensial baru mempuyai potensi berpikir dalam arti ; melepaskan arti – arti atau bentuk – bentuk dari meterinya.
ü  Akal Aktual , telah dapat melepaskan arti – arti dari materinya , dan arti –arti itu telah mempuyai wujud akal dengan sebenarnya , bukan lagi dalam bentuk potensi , tetapi dalam bentuk aktua.
ü  Akal Mustafad ; telah dapat menangkap bentuk semata- mata yang tidak di kaitkan dengan materi dan mempuyai kesanggupan mengadakan komonikasi dengan akal.
     4)            Politik 
Pemikiran al- farabi lainnya yang amat penting adalah tentang politik yang ia tuangkan dalam dua karyanya , al Syiyasah Al madaniyyah ( pemerintahan politik ) dan arra’al madinah al fadilah ( pendapat negara utama ) bayak di pengaruhi oleh konsep plato yang menyamakan konsep negara dengan tubuh manusia ada kepala , tangan , kaki. Dan naggot tubuh lainnya yang masing – masing mempuyai fungsi tertentu . yang paling penting dari tubuh manusia adalah kepala , karena dari kepalalah segala perbuatan manusia di kendalikan. Sedangkan untuk mengendalikan kerja otak di lakukan oleh hati . demikina juga dalam negara. Menurut al Farabi yang amat penting dalam negara adalah pimpinannya atau penguasanya bersama-sama bawahannya sebagai mana halnya jantung dengan organ-organ tubuh yang lebih rendah secara berturut-turut. Pengusa ini harus yang paling unggul baik dalam bidang inteklektual maupun muralnya diantara yang ada. Disamping daya fripentik yang di karuniakan tuhan kepadanya juga harus memikili:
            a)          Kecerdasan
            b)          Ingatan yang baik 
             c)          Pikiran yang tajam
            d)          Cinta kepada pengetahuan 
            e)          Sikap moderat dalam hal makanan , minuman , dan seks
              f)          Cinta kepada kejujuran 
            g)          Kemurahan hati
            h)          Kesederhanaan
              i)          Cinta kepada keadilan
              j)          Ketegaran dan keberanian serta kesehatan jasmani
            k)          Kefasihan berbicara
     5)             Moral
 Al – farabi menekan empat jenis sifat utama yang harus menjadi pehatian untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga negara yakni;
                 a)            Keutamaam tioritis yaitu; prinsip prinsip pengetahuan yang di peroleh sejak awal tanpa di ketahui cara dan asalnya, juga yang di peroleh dengan kontemplasi , penelitian , dan melalui belajar dan mengajar,
                 b)            Keutamaan pemikiran adalah yang memungkinkan orang mengetahui hal hal yang bermanfaat dalam tujuan . termasuk dalam hal ini kemampuan membuat aturan – aturan karena itu di sebut keutamaan jenis ini dengan keutamaan pemikiran budaya. ( fadhail ‘il fikriyyah madaniyyah ).
                  c)            Keutamaan akhlak bertujuan mencari kebaikan , jenis keutamaan ini berada di bawah dan menjadi syarat keutamaan pemikiran kedua jenis keutamaan tersebut terjadi dengan tabiatnya dan bisa juga terjadi dengan kehendak sebagai peyempurna tabiat atau watak manusia.
                 d)            Keutamaan amaliyah di peroleh dengan dua cara yaitu peryataan – perytaan yang memuaskan dan merangsang . cara lain adalah pemaksaan. 
Selain di atas al Farabi menyarankan agar bertindak tidak berlebihan yang dapat merusak jiwa dan fisik . atau mengambil posisi tengah – tengah. 
     6)            Teori kanabian
Teori kenabiyan yang di ajukan al Farabi di motivisir oleh pemikiran filosofis pada masanya yang mengingkari eksistensi kenabiyan . Menurut al Farabi manusia dapat berhubungan dengan aql fa’al melalui dua cara yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imaginasi (al mutakhayyilah) yang sangat kuat atau intuisi (Ilham). Cara pertama hanya dsapat dilakukan oleh pribadi pribadi pilihan yang dapat menembus alam materi untuk dapat mencapai cahaya keTuhanan sedangkan. Cara kedua hanya dapat di lakukan oleh nabi. Perbedaan kedua cara tersebut hanya pada tingkatannya, dan tidak mengenai isensinya  Ciri has seorang nabi bagi Al Farabi adalah mempuyai daya imaginasi yang kuat di mana obyek indrawi dari luar tidak dapat mempengaruhinya ketika ia berhubungan dengan aql fa’al ( Kesepuluh malaikat ) ia dapat menerima visi dan kebenaran dalam bentuk wahyu.
c.       Pemikiran Al Farabi dalam bidang Pendidikan
Al Ghazali memberi  perhatian yang sangat besar untuk menempatkan pemikiran Islam dalam pendidikan. Menurutnya, seluruh metode pendidikan harus berpegang teguh pada syariat Islam. Menurutnya, tujuan manusia adalah mencapai kebahagian dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan kata lain, berbagai macam tujuan manusia untuk mendapatkan kekayaan, kekuasaan sosial, ilmu pengetahuan, hanyalah sebuah ilusi jika semua itu hanya berhubungan dan ditujukan untuk pencapaian dunia fana.
Menurut beliau, bayi lahir dalam keadaan jernih, lalu tumbuh menjadi anak-anak yang membutuhkan kepribadian, karakter, dan tingkah laku saat hidup dan berinteraksi dengan lingkungan. Keluarga mengajarkan anak-anak tentang bahasa, adat-istiadat, tradisi agama, dan semua pengaruh dari ajaran tersebut tidak mungkin lenyap hingga mereka dewasa. Oleh karena itu, yang paling bertanggung jawab terhadap buruk atau baiknya pendidikan seorang anak adalah orangtua mereka. Orang tua merupakan mitra dalam mendidik anak-anak dan mereka harus membaginya dengan para guru anak-anak tersebut.
Al-Ghazali menekankan pentingnya pembentukan karakter. Dengan memberikan pendidikan karakter yang baik maka orang tua sudah membantu anak-anaknya untuk hidup sesuai jalan yang lurus. Namun, pendidikan yang buruk akan membuat karakter anak-anak menjadi tidak baik dan berpikiran sempit sehingga sulit membawa mereka menuju jalan yang benar kembali. Oleh karena itu, anak-anak harus belajar di sekolah dasar sehingga pengetahuan yang diperoleh sejak masih kecil akan melekat kuat bagai ukiran di atas batu. Selain itu, anak-anak juga harus diyakinkan bahwa mereka harus selalu mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Anak-anak terus berkembang, pada usia remaja mereka akan merasa tertarik dengan lawan jenis, lalu pada usia 20 tahun, mereka merindukan menjadi pemimpin, dan pada usia 40 tahun orang membutuhkan kedekatan dan kesenangan terhadap pengetahuan akan Tuhannya.
Pada masa anak-anak, orang tua harus mengajari mereka ilmu Alquran dan hadis. Selain itu, mereka harus dijaga dari  puisi-puisi cinta. Sebab hal itu, kata dia, bisa menjadi bibit yang buruk bagi jiwa seorang anak laki-laki. Mereka juga harus diajari mematuhi nasehat orang tua, gurun, serta orang-orang yang lebih tua. Selain itu mereka juga harus diajarkan menjadi orang yang jujur, sederhana, dermawan, dan beradab. Selain itu, anak-anak sebaiknya memiliki teman yang bermoral baik, berkarakter baik, pandai, serta jujur. 
d.      Karya-karya Al-Farabi
Karya al-Farabi tentang logika menyangkut bagian-bagian berbeda dari karya Aristoteles Organon, baik dalam bentuk komentar maupun ulasan panjang. Kebanyakan tulisan ini masih berupa naskah dan sebagian besar naskah-naskah ini belum ditemukan. Sedang karya dalam kelompok kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika, dan politik. Kebanyakan pemikiran yang dikembangkan oleh al-Farabi sangat berafiliasi dengan sistem pemikiran Hellenik berdasarkan Plato dan Aristoteles. Dianatara judul karya al-Farabi yang terkenal adalah:
1.      Maqalah fi Aghradhi ma Ba’da al-Thabi’ah
2.      Ihsha’ al-Ulum
3.      Kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadhilah
4.      Kitab Tahshil al-Sa’adah
5.      ‘U’yun al-Masa’il
6.      Risalah fi al-Aql
7.      Kitab al-Jami’ bain Ra’y al-Hakimain : al-Aflatun wa Aristhu
8.      Risalah fi Masail Mutafariqah
9.      Al-Ta’liqat
10.  Risalah fi Itsbat al-Mufaraqat.
F.     KH. Ahmad Dahlan
1)      Riwayat hidup
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia anak keempat dari tujuh orang bersaudara. Ia termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar di antara Wali Songo. Pada usia 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekkah selama lima tahun. Pada periode ini, ia mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridho, dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke Indonesia pada 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada 1903, ia kembali ke Mekkah. Ia menetap di sana selama dua tahun. Saat itu, ia sempat berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asy'ari. Sepulang dari Mekkah, ia menikahi Siti Walidah, anak Kiai Penghulu H. Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya, K.H. Ahmad Dahlan mempunyai enam orang anak. Di samping aktif dalam menuangkan gagasan tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil. Ia termasuk orang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang. Oleh karena itu, ia dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat. Bahkan, ia dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Komite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Pada 18 November 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta. Ia mendirikan Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ia juga ingin mengadakan pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan Islam. Ia ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Alquran dan hadits. Sejak awal, beliau telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik. Muhammadiyah adalah organisasi sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Gagasan  pendirian Muhammadiyah ini mendapatkan pertentangan, baik dari keluarga maupun dari masyarakat. Berbagai fitnah, dan hasutan datang bertubi-tubi kepada Ahmad Dahlan. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Bahkan, ada yang menuduhnya sebagai kiai palsu. Namun, semua rintangan itu ia hadapi dengan sabar.
Pada 20 Desember 1912, ia mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan status badan hukum. Namun, permohonan itu baru dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1914. Izin itu pun hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta. Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir dengan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatan organisasi dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda. Namun walaupun dibatasi, perkembangan Muhammadiyah di daerah lain, seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri berkembang cukup pesat. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. K.H. Ahmad Dahlan kemudian mengusulkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta menggunakan nama lain. Misalnya, Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, dan perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) di Solo.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota. Selain itu, juga melalui rekanan-rekanan dagang Ahmad Dahlan. Gagasan ini ternyata mendapat sambutan yang besar dari masyarakat Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah, menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah pun makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Pada 7 Mei 1921, ia mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 2 September 1921. Atas jasa-jasanya, pemerintah RI menetapkan Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional. Kiai kharismatik ini wafat di Yogyakarta, pada 23 Februari 1923.
2)          Dasar Pemikiran
Selama beliau berstudi di Makkah tampaknya Tafsir al- Manar yang dikarang oleh Muhammad Abduh mendapat perhatian serius dan yang paling disenanginya, tafsir ini memberikan cahaya terang dalam hatinya serta membuka akalnya untuk berfikir jauh kedepan tentang eksitensi  Islam di Indonesia yang pada waktu itu masih sangat tertekan dari penjajah kolonial Belanda, ketika ia belajar di Makkah itulah, mempunyai kesempatan baik untuk dapat bertukar pikiran langsung dengan Rasyid Ridha, yang diperkenalkan KH Bakir. Ide reformasi telah meresap di hatinya, dengan dasar ilmu-ilmu yang diperolehnya, demikian pengalaman keagamaan yang ia alami di Makkah, mendorong beliau melakukan perubahan yang berarti dalam kehidupan keagamaan kaum Muslimin di tanah air.
Dalam bukunya Dr. H. Maksum (1999) Steenbrink mengidentifikasikan ada empat faktor yang mendorong gerakan pembaharuan Islam di Indonesia awal abad 20 antara lain:
a.       Faktor keinginan untuk kembali kepada al-Qur’an dan al- Hadits.
b.      Faktor semangat nasionalisme dalam melawan penjajahan.
c.       Faktor memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya dan politik.
d.      Faktor pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam hal ini ia memberi catatan bahwa, ke empat faktor itu tidak secara terpadu mendorong gerakan pembaharuan; melainkan bahwa gerakan-gerakan pembaharuan yang muncul di Indonesia disebabkan oleh salah satu atau dua faktor tersebut. Dengan kata lain menurut Steenbrink gerakan-gerakan pembaharuan Islam di Indonesia memiliki alasan atau motif yang berbeda-beda.
Untuk itu KH. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi Islam yaitu Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912.  KH. Ahmad Dahlan meletakkan batu pertama ke organisasian Islam dengan Muhammadiyah, ini atas dasar melihat tujuan didirikannya Muhammadiyah kiranya semua motif yang empat diatas adalah benar atas dasar pemikiran KH. Ahmad Dahlan.
Ada beberapa faktor intern dan faktor ekstern, yang mendorong mengapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah:
Yang merupakan faktor intern adalah:
a.       Kehidupan beragama tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits, karena merajalelanya taklid, bid’ah dan churafat (TBC), yang menyebabkan Islam menjadi beku.
b.      Keadaan bangsa Indonesia serta umat Islam yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan, kekolotan dan kemunduran.
c.       Tidak terwujudnya semangat ukhuwah Islamiyah dan tidak adanya organisasi Islam yang kuat.
d.      Lembaga pendidikan Islam tak dapat memenuhi fungsinya dengan baik, dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno.
e.       Adanya pengaruh dan dorongan, gerakan pembaharuan dalam Dunia Islam.
Faktor-faktor ekstern, mencakup:
a.    Adanya kolonialisme Belanda di Indonesia.
b.    Kegiatan serta kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen dan Katolik di Indonesia.
c.    Sikap sebagian kaum intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang telah ketinggalan zaman.
d.   Adanya rencana politik kristenisasi dari pemerintah Belanda, demi kepentingan politik kolonialnya.
Pendirian KH. Ahmad Dahlan mengenai pentingnya organisasi bagi pelaksanaan dakwahamar ma’ruf nahi munkar, memang mutlak meskipun dalam hal ini organisasi hanya merupakan sarana, bukan tujuan. Ada tujuan yang tidak dapat sampai kepada tujuan yang dicita-citakan, hal ini di sebabkan sarana itu tidak tepat atau kurang sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman dalam dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Banyak kalangan yang menggambarkan K.H. Ahmad Dahlan adalah sosok tua yang memakai sorban dan menentang keras apapun yang berbau budaya Barat. Anggapan semacam itu bisa dimaklumi, bisa jadi lantaran selama ini gambar beliau yang terpampang di mana-mana adalah sosok yang sudah sepuh memakai sorban. Padahal, beliau di masa mudanya merupakan sosok yang berpenampilan cukup “gaul.” Hal itu antara lain tercermin pada penampilan beliau saat pulang dari Makkah yang menenteng kitab dan biola.
3)       Pemikiran Pendidikan
KH. Ahmad Dahlan merupakan tokoh yang tidak banyak meninggalkan tulisan, beliau lebih menampilkan sosoknya sebagai manusia amal atau praktisi dari pada filosuf yang banyak melahirkan gagasan-gagasan tetapi sedikit amal, sekalipun demikian tidak berarti beliau tidak memiliki pemikiran. Sebagai wujud kongkrit yang dicetuskan beliau yaitu Muhammadiyah yang sampai sekarang masih eksis.
Metode yang ditawarkan KH. Ahmad Dahlan merupakan sintesis antara metode pendidikan Belanda dengan metode pendidikan tradisional. Amal usaha Muhammadiyah merupakan refleksi dan manifestasi pemikiran beliau dalam bidang pendidikan dan keagamaan. Istilah pendidikan disini dipergunaksn dalam konteks yang luas tidak hanya terbatas pada sekolah formal tetapi mencakup semua usaha yang dilaksanakan secara sistematis untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan, nilai dan keterampilan dari generasi terdahulu kepada generasi muda, dalam konteks ini termasuk dalam pengertian pendidikan adalah kegiatan pengajian, tabligh dan sejenisnya.
Adapun tujuan pendidikan KH. Ahmad Dahlan yaitu membentuk manusia yang:
a.       Alim dalam ilmu agama.
b.      Berpandangan luas, dengan memiliki pengetahuan umum;
c.       Siap berjuang, mengabdi untuk Muhammadiyah dalam menyantuni nilai-nilai keagamaan pada masyarakat.[15]
Rumusan tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan pesantren yang hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Di dalam system pendidikan pesantren tidak diajarkan sama sekali pelajaran dan pengetahuan umum serta menggunakan tulisan latin. Semua kitab dan tulisan yang diajarkan menggunakan bahasa dan tulisan Arab. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan “sekuler” yang di dalamnya tidak diajarkan ilmu agama sama sekali. Pelajaran di sekolah ini menggunakan huruf latin. Akibat dualisme pendidikan tersebut dilahirkan dua kutub inteligensia; lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan lulusan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual serta dunia dan akhirat. Bagi beliau keduanya tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pada tahun 1912, beliau mengadakan acara Sidratul Muntaha, sebuah pelajaran mengaji dan berdakwah dalam rangka merintis pergerakan Muhammadiyah di sebuah langgar di Kauman bagian selatan. Pada tahap berikutnya, beliau mendirikan sebuah sekolah lanjutan yang berdiri pada tahun 1919 bernama Hooge School Muhammadiyah dan kemudian diganti menjadi Kweek School pada tahun 1923. Pada tahun 1930, sekolah ini dipecah menjadi dua, untuk laki-laki (Mu’allimin) dan perempuan (Mu’allimat).
4)       Pendidikan dan Pengajaran
Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran Isam pada sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Muhammadiyah bertujuan meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan itu, muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia. Masalah pendidikan dan pengajaran menjadi perhatian yang utama dari Muhammadiyah. Pada 30 Maret - 2 April 1923, Muhammadiyah secara mendalam membicarakan lembaga yang menentukan corak masyarakat dikemudian hari. Sebagai hasilnya pada tanggal 14 Juli 1923 berdirilah suatu badan yang diberi nama Majelis Pimpinan Pengajaran Muhammadiyah. Ketua pertama Majelis Pimpinan Pengajaran Muhammadiyah yaitu Mas Ngabehi Joyosugito.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran Muhammadiyah telah mengadakan pembaruan pendidikan agama. Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman.Pengajaran agama Islam diberikan di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta. Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah baik yang khas agama maupun yang bersifat umum. Sekolah-sekolah yang didirikan Muhammadiyah selalu mengikuti stelsel pengajaran pemerintah Hindia Belanda. Karena itu, banyak sekolah-sekolah Muhammadiyah mendapat subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.Pada zaman pemerintah Hindia Belanda Muhammadiyah mempunyai bagian-bagian sekolah.
Taman kanak-kanak (Bustanul Athfal), Sekolah Angka II, Sekolah Schakel, HIS, MULO,Inheemse MULO, Normaalschool, Kweekschool, HIK, dan AMS; sedangkan sekolah-sekolah agama yaitu: Ibtidaiyah (Sekolah Dasar dengan dasar Islam), Tsanawiyah (Sekolah Lanjutan dengan dasar Islam/Diniyah), yang hanya memberikan pelajaran agama Islam, Muallimin/Muallimat (Sekolah Guru Bawah Agama Islam), dan Kulhiyatul Mubalighin (sekolah Pendidikan Guru Agama Islam). Pada zaman pendudukan Bala Tentara Jepang sekolah-sekolah Muhammadiyah ini pada umumnya berjalan terus meskipun ada kegoncangan disana-sini.
Muhammadiyah menanamkan keyakinan paham tentang Islam dalam sistem pendidikan dan pengajaran.  Penerapan sistem pendidikan Muhammadiyah ini ternyata membawa hasil yang tidak tenilai harganya bagi kemajuan, bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya umat Islam di Indonesia.
Muhammadiyah, berpendirian, bahwa para guru memegang peranan yang penting di sekolah dalam usaha menghasilkan anak-anak didik seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah. Yang penting bagi para guru ialah memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah. Dengan memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah, para guru dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan Muhammadiyah.
Pada muhammadiyah, guru menduduki tempat penting, tidak hanya sekadar alat mekanis tanpa pengetahuan, kesadaran, motivasi, dan tujuan. Di dalam pengertian Muhammadiyah, guru merupakan subjek pendidikan, dan subjek dakwah yang sangat penting fungsi dan amal pengabdiannya. Perlu diketahui bahwa tujuan Muhammadiyah dalam lapangan pendidikan yaitu membentuk manusia yang muslim yang cakap, berakhlak mulia, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Jadi tidak hanya bertujuan membentuk manusia intelektual saja, tetapi juga manusia muslim, manusia moralis, dan manusia yang berwatak.
Yang menarik dari sekolah Muhammadaiyah, pemisahan Bahasa Arab sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri merupakan langkah yang menentukan dalam pandangan kaum pembaharu. Di pondok pesantren, bahasa Arab diajarkan sebagai bagian membaca Al-Qur’an. Setelah mempelajari huruf Arab dan cara pengucapan, ayat-ayat Al-Qur’an dipelajari secara urut, dan tafsir ayat-ayat tertentu diberikan dalam bahasa Jawa. Tidak ada pengajaran bahasa Arab sebagai bahasa. Sekolah Muhammadiyah mengajarkan bahasa Arab sebagai mata pelajaran yanga berdiri sendiri. Ini telah dicoba sebagai pembaruan dalam mempelajari Al-Qur’an dikalangan masyarakat Jawa di Mekah akhir abad ke-19, ketika Snouck Hurgronje tinggal di sana (Hurgronje, 1931: 267).
Metode baru yang diterapkan oleh sekolah  Muhammadiyah mendorong pemahaman Al-Qur’an dan Hadis secara bebas oleh para pelajar sendiri. Tanya jawab dan pembahasan makna dan ayat tertentu juga dianjurkan dikelas. “Bocah-bocah dimardikaake pikire (anak-anak diberi kebebasan berpikir)”, suatu pernyataan yang dikutip dari seorang pembicara kongres Muhammadiyah tahun 1925, melukiskan suasana baik sekolah-sekolah Muhammadiyah pertama kali.
Dengan sistem pendidikan yang dijalankan Muhammadiyah, bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa berkeperibadian utuh, tidak terbelah menjadi pribadi yang berilmu umum atau yang berilmu agama saja.
G.    KH. Hasyin Asy’ari
           1)     Riwayat Hidup
Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Lahir di Gedang Jombang Jawa Timur, hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H/14 Februari 1871 M. beliau berada dalam kandungan selama 14 bulan dan Hasyim menghabiskan sebagian masa kecilnya di dalam lingkungan pesantren.
Pada tahun 1976 beliau pindah dengan orang tuanya ke Keras Jombang hingga berusia 15 tahun, ayahnya mengajarkan dasar agama khususnya membaca dan menghafal Al-Qur’an, dalam usianya yang 15 tahun, beliau menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren di jawa timur, akhirnya pada tahun 1891 tiba di pesantren siwalan pandji sidoarjo, yang diasuh oleh kyai Ya’qub siwalan, akhirnya beliau menikahkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892. Setelah menikah KH Hasyim Asy’ari bersama istrinya melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua KH. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. KH. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh dan ilmu Hadits. Beliau tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Tahun 1900 M atau 1314 H. KH. Hasyim Asy’ari pulang ke kampung halamannya lalu membuka pengajian keagamaan yang dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, KH Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama: kebangkitan ulama. Organisasinya berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. KH Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947 di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk kepentingan agama dan pendidikan.
           2)     Pemikiran KH Hasyim Asy’ari secara umum
KH Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak hal, hal itu dapat dilihat dari beberapa pemikirannya tentang banyak hal yaitu: (a) Teologi, dalam ini dia mengatakan ada tiga tingkatan dalam mengartikan tuhan (tahwid), tingkatan pertama pujian terhadap keesaan tuhan hal ini dimiliki oleh orang awam, tingkatan kedua meliputi pengetahuan dan pengertian mengenai keesaan tuhan hal ini dimiliki oleh Ulama’, tingkatan ketiga tumbuh dari perasaan terdalam mengenai hakim agung dan hal ini dimiliki oleh para Sufi. (b) Ahlussunnah wal Jama’ah, Hasyim Asy’ari menerima doktrin ini karena sesuai dengan tujuan NU khususnya yang berkaitan dengan dengan membangun hubungan ‘ulama’ Indonesia yaitu mengikuti salah satu madzhab sunni dan menjaga kurikulum pesantren agar sesuai dengan prinsip-prinsipAhlussunnah wal Jama’ah yang berarti mengikuti ajaran nabi Muhammad dan perkataan ulama’. (c) Tasawwuf, secara garis besar pemikiran tasawwuf KH Hasyim Asy’ari bertujuan memperbaiki prilaku umat islam secara umum serta sesuai dengan prinsip prinsip ajaran islam, dan dalam banyak hal pemikirannya banyak dipengarui oleh pemikiran Al-Ghazali. (d) Fiqh, dalam hal ini ini beliau menganut aliran madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. (e) Pemikiran Politik, pada dasarnya pemikiran politik Hasyim Asy’ari  mengajak kepada semua umat islam untuk membangun dan menjaga persatuan, menurutnya pondasi politik pemerintahan islam itu mempunyai tiga tujuan yaitu: memberi persamaan bagi setiap muslim, melayani kepentingan rakyat dengan cara perundingan, menjaga keadilan.
           3)     Pemikiran KH Hasyim  Asy’ari tentang pendidikan
Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya, di lingkungan pendidikan agama Islam khususnya.
Hasyim asy’ari adalah seorang penulis yang produktif dalam semua bidang keilmuan islam, namun dari sudut epistemoliginya ada kesimpulan dari pemikirannya yaitu dia memiliki pemikiran yang khas dan tipikal, ia selalu konsisten mengacu pada rujukan yang memliki sumber otoritatif, yakni Al-qur’an dan Al-Hadits, disamping itu yang menjadi tipikal karya karyanya adalah kecenderungannya terhadap madzhaab Syafi’i. Salah satu karya monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya. Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:
       a)     Signifikasi pendidikan
Signifikasi pendidikan menurut KH Hasyim Asy’ari adalah upaya memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa taqwa kepada Allah SWT, dengan benar benar mengamalkan segala perintahnya dan menegakkan keadilan dimuka bumi, beramal shaleh dan maslahat, pantas menyandang predikat sebagai makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari segala jenis makhluk Allah yang lainnya.
       b)     Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan meurut Hasyim Asy’ari adalah menjadi insan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT serta insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. [16]
        c)     Karakteristik guru
KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain:
  1)          Cakap dan professional
  2)          Kasih sayang
  3)          Berwibawa
  4)          Takut pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusyu’
Ø  Menjaga dari hal yang  menurunkan martabat
Ø  Pandai mengajar
Ø  Berwawasan luas
Ø  Mengamalkan ajaran Al- Qur’an dan Al-Hadist
       d)     Tugas dan Tanggung Jawab Murid
Etika dalam belajar
Etika terhadap guru
Etika terhadap pelajaran
Membersihkan hati
Memperhatikan guru
Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
Membersihkan niat
Mengikuti jejak guru
Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
Pandai mengatur waktu
Memuliakan guru
Bercita cita tinggi
Menyederhanakan makan dan minum
dan Berhati-hati
Bersabar terhadap kekerasan guru
Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
Menyedikitkan tidur
Duduk dengan rapi
Menanyakan apa yang tidak difahami
Menghindari kemalasan
Berbicara sopan
Selalu membawa catatan
Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah
Tidak menyela guru
Belajar secara continue, dan menanamkan rasa antusias belajar.
       e)     Sistem pendidikan
Pendidikan KH Hasyim Asy’ari berlandaskan Al-qur’an sebagai paradigma nya dalam hal ini, karena dengan berlandaskan dengan wahyu tuhan terwujud suatu sitem pendidikan yang koomperhensif yaitu meliputi tiga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, Ada beberapa nilai nilai yang harus dikembangkan dalam pengelolahan sistem pendidikan islam, antara lain : nilai teosentris, nilai sukarela dan mengabdi, nilai keaarifan, nilai kesederhanaan, nilai kebersamaan, restu pemimpin (kyai).
         f)     Kurikulum pendidikan
Kurikulum yang ditetapkan oleh KH Hasyim Asy’ari adalah; Al-Qur’an dan Hadist, fiqih, ushul fiqih, nahwu, shorof, dan cenderung menerapkan system kurikulum pendidikan yang mengajarkan kitab kitab klasik.
       g)     Metode pengajaran
Untuk menentukan pilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dan mempertimbangkan tujuan, materi, maupun lingkungan pendidikan, bila mengacu pada pesantren maka metode yang digunakan adaalah metode yang konvensional yaitu sistem sorogan, bandongan, wetonan, dengan kajian pokok kitab kitab klasik.
       h)     Proses belajar mengajar
Keberhasilan dalam proses belajar mmengajar sangat dipengarui oleh berbagai faktor di antaranya; guru, murid, tujuan pendidikan, kurikulum dan metode, dalam hal ini pemikiran KH Hasyim Asy’ari bisa dikatakan masih bersifat tradisionalis, karena dia memposisikan guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek, guru tidak hanya sebagai transmitor pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga sebagai pihak yang memberi pengaruh secara signifikan terhadap pembentukan prilaku (etika) peserta didik.
         i)     Evaluasi
KH Hasyim Asy’ari dalam proses evaluasi tidak hanya untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengusaan murid terhadap materi namun juga untuk mengetahui sejauh mana upaya internalisasi nilai nilai dalam peserta didik bias diserap dalam kehidupan sehari hari. Adapun untuk mengukur tingkat keberhasilan seorang guru dalam mendidik akhlak pada peserta didik lebih ditekankan kepada pengamatan kehidupan santri sehari harinya. Sehingga mengenai hal evaluasi tidak menggunakan standarisasi nilai, namun mereka sudah dianggap baik bila mereka sudah bisa mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari hari.
           4)      Keterkaitan Pemikiran KH Hasyim Asy’ari Dengan Pendidikan Sekarang
KH Hasyim Sya’ari lebih menitik beratkan pada persoalan hati (qolb) sehingga yang menjadi hal terpenting atau modal dalam menuntut ilmu adalah niat yang tulus dan ikhlas dan mengaharapkan ridha Allah Swt, beliau juga sangat menekankan penanaman akhlak dan moral terhadap siswa, jika dikaitkan dengan pendidikan sekarang maka pemikiraan KH Hasyim Asy’ari berhubungan erat dengan aspek afektif siswa, pada dasarnya pemikiran KH Hasyim Asy’ari mengenai tujuan atau pun dasar yang digunakan adalah sangat tepat bahkan sangat sesuai karena menggunakan dasar Al-Qur’an dan Al-Hadist. Karena dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist terwujud suatu system pendidikan yang koomperhensif yaitu kognitif, afectif dan psikomotorik. Pemikirannya memunculkan implikasi terhadap pendidikan islam tradisional pada umumnya, dan lembaga yang berada di naungan NU pada khusunya, diantaranya antara lain :
Kepemimpinan dalam pemikiran KH Hasyim Asy’ari cenderung mengarah pada kepemimpinan yang kharismatik, dimana pengaruh sang pemimpin lebih ditekankan pada garis keturunan, kepemimpinan yang seperti ini bisa dikatakan sebagai suatu pola kepemimpinan yang tidak demokratis, jadi bisa dikatakan pola ini tidak cocok di terapkan dalam pola kepemimpinan sekarang. Pada pengajaran KH Hasyim Asy’ari lebih cenderung bahwa guru adalah sebagai subyek yang harus menstransfer ilmu, jika kita kaitkaan dengan pola pendidikan saat ini maka hal tidak terlalu efektif karena hal itu menyebabkan siswa akan cenderung pasif dan kurang bisa mengembangkan pengetahuan, karena mereka cenderung hanya mengandalkan ilmu yang diberikan oleh guru.
Mengenai evaluasi menurut pemikiran KH Hasyim Asy’ari memang dalam proses evaluasi tidak menggunakan standarisasi nilai, namun jika ditelisik sistem pendidikan islam  sebenarnya proses itu sudah menilai dari segala aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari pemikiran KH Hasyim Asy’ari yang telah digambarkan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemikiran KH Hasyim Asy’ari masih bercorak tradisionalis, tetapi pemikiran KH Hasyim Asy’ari tetap sesuai dan tepat jika diterapkan dalam pendidikan islam saat ini, terutama dalam beberapa aspek antara lain: dalam hal tujuan pendidikan, materi dan dasar yang digunakan yaitu Al-Qu’an dan Al-Hadist. 

BAB IV
LEMBAGA-LEMBAGA ISLAM
A.    Pesantren
1)      Pengertian Pesantren
Secara etimologi pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang artinya guru mengaji. Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa  istilah tersebut berasal dari istilah Shastri yang dalam  bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu. Kata Shastri berasal dari kata Shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu tentang pengetahuan. Dalam peraturan menteri agama RI mengatakan Pesantren adalah Lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat baik sebagai satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah penyelenggara pendidikan.
Pesantren juga memiliki dua arti yang dilihat dari segi fisik dan pengertian kultural. Dari segi fisik pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri dari susunan bangunan yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan secara kultural pesantren mencakup pengertian yang lebih luas mulai dari system nilai khas yang secara intrinsik melekat di dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan pada kyai sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara turun-temurun. Ada pula yang mengartikan pesantren dengan arti bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-sehari. Dari sekian pengertian di atas disini penulis mencoba menarik kesimpulan, bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam tradisional yang mempunyai ciri khusus yang telah mengembangkan diri dan ikut serta dalam pembangunan bangsa serta berperan dalam proses penyebaran agama islam di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga saat ini.
2)       Tujuan Pesantren
Selama ini belum pernah ada rumusan tertulis mengenai tujuan pendidikan pesantren. Mastuhu merumuskan bahwa tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan dan berakhlaq mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhitmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi)mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan umat islam di tengah-tengah masyarakat(‘izzul Islam wal Muslimin ),dan mencintai Ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia yang muhsin bukan sekedar muslim. Berbagai dasar pendidikan pesantren yang di rumaskan diatas, tentu menjadi dasar yang dimiliki oleh setiap pesantren, karna tanpa dasar tersebut sebuah pesantren akan kehilangan keunikannya sebagai lembaga pendidikan islam tradisional yang berorientasi pada tafaqquh fiddin dan membentuk kepribadian Muslim yang Kaffah.
3)      Tipologi Pesantren
Ciri-ciri Pesantren secara global hampir sama, namun dalam realitasnya terdapat beberapa perbedaan terutama dilihat dari proses dan substansi yang diajarkan.Adapun tipologi secara garis besar terdapat 2 kelompok yaitu : Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan sistemSorogan yang di pakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren Modern yang telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang di kembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren.
Pengelompokan di atas perlu diurai lagi. Mengingat perkembangan pesantren yang sangat pesat akhir ini. Ridwan Natsir dalam Babun mengelompokkan pesantren menjadi 5 yaitu :
a.       pesantren salaf, yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem klasikal.
b.      Pesantren semi berkembang, yaitu pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem madrasah swasta dengan kurikulum 90 % agama dan 10 % umum
c.       Pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang hanya saja lebih fariatif yakni 70 % agama dan 30 % umum
d.      Pesantren moderen, seperti pesantren berkembang yang lebih lengkap dengan lembaga pendidikan sampai perguruan tinggi dan dilengkapi dengan takhassus bahasa arab dan bahasa inggris
e.       Pesantren ideal, pesantren sebagaimana pesantren moderen hanya saja lembaga pendidikannya lebih lengkap dalam bidang keterampilan yang meliputi teknik, perikanan, pertanian, perbankkan dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas dengan tidak menggeser ciri khas pesantren.
Namun dalam Permenag No.3 Th. 2012 disebutkan bahwa pesantren sebagai Satuan Pendidikan diselenggarakan dalam bentuk pesantren Salafiyah. Pesantren Salafiyah adalah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan kitab kuning dan sistem pengajaran yang ditetapkan oleh kyai atau pengasuh. Sedangkan Pesantren Khalafiyah dalam peraturan ini masuk  dalam pengertian Pesantren Salafiyah.  
B.     Pesantren Salafiyah (tradisional)
1.      Pengertian
Pengertian Tradisional menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam Indonesiayang merupakan golongan mayoritas bangsa indonesia dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan umat bukan tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian.Kata salaf atau salafiyyah itu sendiri diambil dari numenklatur Arab salafiyyun untuk sebutan sekelompok umat Islam yang ingin kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Assunnah sebagaimana praktik kehidupan generasi pertama Islam (Assalafussholeh). Pada waktu itu umat Islam sedang mengalami perpecahan dalam bentuk golongan madzhab tauhid hingga beberapa kelompok. Kelompok salafiyun ini mengaku lepas dari semua kelompok itu dan mengajak semua yang telah terkelompok-kelompok menyatu kembali kepada ajaran Al-Quran dan Assunnah. Penggunaan kata salaf juga dipakai untuk antonym kata salaf versus kholaf. Ungkapan ini dipakai untuk membedakan antara ulama salaf (tradisional) dan ulama kholaf (modern). Tidak selamanya yang salaf berarti kuno manakala ulama mengajak kembali kepada ajaran Al-Qur,an. Seringkali mereka bahkan lebih dinamis dari yang kholaf karena ulama kholaf banyak diartikan juga untuk menggambarkan ulama yang memiliki orientasi ke salafussholeh.
Penggunaan kata salaf untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren salaf cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang. Pesantren salaf pada umumnya dikenal dengan pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal semacam madrasah ataupun sekolah. Kalaulah menyelenggarakan pendidikan keagaman dengan system berkelas kurikulumnya berbeda dari kurikulum, model sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Kegiatan yang dilakukan biasanya mempelajari ajaran Islam dengan belajar menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik), yang menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitab-kitab didalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam pesantren salaf peran seorang kyai atau ulama sangat dominan, kyai menjadi sumber referensi utama dalam system pembelajaran santri-santrinya. Pesantren tradisional (salafi) “merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama pada masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern”. Istilah pesantren tradisional digunakan untuk menunjuk ciri dasar perkembangan pesantren yang masih bertahan pada corak generasi pertama atau generasi salafi.
2.      Kelemahan Pesantren Salaf
Pada awalnya posisi pesantren di Indonesia khususnya pesantren salaf atau pesantren tradisional memang cukup positif untuk melindungi umat dari terkaman rekayasa ideologi atau agama penjajah. Banyak ulama besar Islam dilahirkan oleh kalangan pesantren masa itu karena kemurnian ajaran, kualitas keilmuan dan semangat para pendiri pesantren. Namun dalam proses perjalanan sejarah peradaban manusia yang begitu cepat berkembang, pondok pesantren juga secara bertahap kehilangan kemampuan sosialnya karena mereka tetap saja berada pada lingkup yang kecil padahal arus teknologi maju dengan amat pesatnya.
Akan tetapi pada masa itu masih banyak pesantren yang bersikukuh mempertahankan ketradisionalan mereka, dan cenderung menutup diri untuk dunia luar. Sehingga perilaku tanggap terhadap perubahan zaman sangat kurang dirasakan oleh mereka. Kemajuan pendidikan masih jauh tertinggal dengan pesantren-pesantren modern, baik dari segi kurikulum ataupun systemnya. Dari segi kurikulum pesantren ini lebih mencolok terhadap penekanan mengenai fikih, tasawuf dan ilmu alat. Dalam system pembelajarannya juga masih mengikuti model-model terdahulu seperti bondongan, hafalan rutinan, sorogan, dan metode yang lainnya. 
Pilihan pesantren untuk tidak mengikuti aturan pendidikan formal adakalanya tumbuh dari kalkulasi program atau kurikulum yang diatur dan disusun Negara tidak akan memenuhi kebutuhan sebuah lembaga pendidikan pesantren yang memiliki visi dan misi pendidikan secara khas. Selain itu, orientasi keilmuan dipendidikan formal dinilai berorientasi pada prestasi akademik dan kerja. Sedangkan pada pesantren salaf tertuju pada prestasi akhlakul karimah. Pandangan-pandangan seperti inilah yang menjadikan kaum muslim lemah dan mengalami kemosrotan dalam segi ekonomi, tekhnologi, dan juga pergeseran social di tengah-tengah masyarakat. Untuk lebih singkatnya, kelemahan yang dimiliki oleh pesantren salaf pada umumnya antara lain:
1)   Menutup diri akan perubahan zaman, dan bersifat kolot dalam merespon modernisasi.
2)   Lebih menekankan ilmu fiqh, tasawuf dan ilmu alat
3)   Adanya penurunan kualitas dan kuantitas pesantren salaf
4)   Penggunaan metode pembelajaran yang masih bersifat tradisional seperti sorogan, bandungan(halaqah), dan wetonan.
5)   Kurangnya penekanan kepada aspek pentingnya membaca dan menulis.
6)   Peran kyai yang dominan dan sumber utama dalam pembelajaran[17]
Dapat penulis simpulkan bahwa: hal-hal yang ada dalam pesantren salaf yang kiranya kurang begitu relevan dengan perkembangan zaman pada dewasa ini sebaiknya sedikit demi sedikit perlu dievaluasi kembali agar para penerus bangsa tetap menjaga kekhassan dari pesantren salaf itu sendiri. Dan eksistensi pesantren salaf tetap terjaga. Karena bagaimanapun seiring perubahan zaman manusia itu juga ikut mengalami perubahan. 
3.      Kelebihan Pesantren Salaf
Tidak dapat dipungkiri keberadaan pesantren salaf telah membawa perubahan terhadap masyarakat Indonesia pada masa penjajahan dan awal Indonesia merdeka. Perlu kita ketahui juga banyak para santri yang dulu ikut menyemarakan perjuangan kemerdekaan Negara kita ini. Walaupun banyak mengalami rintangan dan kekangan dari para Kolonial Belanda, tetapi pesantren ini tetap mampu menyebarkan agama islam. Selain itu alumni-alumni dari pesantren salaf ini mampu berkiprah dalam masyarakat pada masanya, karena ilmu yang ditimba sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat, selain itu adanya keikhlasan dari kyai dan keberkahan dari kyai yang dulu memang sangat manjur. Walau metode yang digunakan itu dikatakan kuno, akan tetapi hasilnya cukup berkualitas. Serta menghasilkan santri yang bersifat akhlakul karimah dan berpijak teguh pada Al-qur’an dan As-sunnah. Pendidikan pesantren salaf ini bagus untuk pembentukan moral anak bangsa kita kedepan. Tapi harus juga diimbangi dengan ketrampilan, kreatifitas dan juga pengetahuan dari mereka.
Kekhasan pesantren salaf yang paling menonjol adalah kebutuhan akan ta’limu ulum addin (pembelajaran ilmu-ilmu keagamaan). Masyarakat muslim memiliki tradisi pendidikan keagamaan yang sangat kental dan biasanya menjadi program pendidikan yang utuh serta memenuhi seluruh rongga waktu santri. Untuk lebih rincinya dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan dari pesantren salaf antara lain adalah sebagai berikut:
1.    Ketakdziman seorang santri terhadap kyainya begitu kental
2.    Tempat mencetak kader-kader islam yang berakhlakul karimah dan mumpuni terhadap kajian-kajian agama seperti ilmu fiqh, tasawuf ataupun ilmu alat
3.    Sebagai tempat sentral belajar ilmu agama
4.    Tempat pendidikan yang tak mengenal strata social
5.    Mengajarkan semangat kehidupan demokrasi, bekerja sama, persaudaraan, persamaan, percaya diri dan keberanian hidup.
C.    Pesantren Khalafiyah (Modern)
1        Pengertian
Pesantren khalafiyah (modern) adalah pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya. Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atas pesantren salaf, sebagai institusi pendidikan asli Indonesia yang lebih tua dari Indonesia itu sendiri, adalah 'legenda hidup' yang masih eksis hingga hari ini. Sedangkan menurut penulis pesantren modern itu dapat diartikan bahwa pesantren modern adalah pesantren yang berusaha menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendidikan umum, metode yang digunakan tidak lagi seperti dulu, materi yang diajarkanpun juga lebih banyak dibanding pesantren salaf.
Selain mengajarkan pendidikan agama islam pesantren ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dan juga bahasa-bahasa asing yang dilakukan guna menghadapi perkembangan zaman yang semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan pula sekolah-sekolah diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai penunjang dalam sistem pembelajaran mereka. Secara umum  Pesantren Wajib memiliki lima elemen pokok  yakni:
Ø  Kyai, Ustadz, atau sebutan yang lain
Ø  Santri,
Ø  Pondok atau asrama ; dan
Ø  Masjid atau Musholla.
Pesantren wajib menyelenggarakan pengajian kitab kuning sesuai dengan kekhasan masing-masing pesantren. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh pesantren yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain. Selain itu ada pula ciri khusus pesantren yakni kepemimpinan yang kharismatik dan suasana keagamaan yang mendalam.
2        Kelebihan Pesantren Modern
Pesantren pendidikan nonformal dan karenanya tidak ada sangkut pautnya dengan program evaluasi, akreditasi, maupun sertifikasi sebagaimana diberlakukan oleh Negara. Lalu lulusan pesantren murni semacam ini tidak mendapatkan akses yang sama seperti keluaran lembaga pendidikan lain. Akan tetapi hal demikian tidak akan terjadi lagi dalam dunia pesantren baru kita, yang biasa kita kenal dengan pesantren modern. Karena dalam pesantren modern telah melakukan perubahan terhadap kurikulum, metode dalam melakukan proses pembelajaran seperti perubahan dalam:
a)        System pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi system klasikal yang kemudian disebut sebagai madrasah.
b)        Diberikannya pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab.
c)        Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d)       Diberikannya ijazah bagi santri yang telah menyelesaikan studinya di pesantren, yang terkadang ijazah tersebut disesuaikan dengan ijazah negeri.
     Pesantren modern juga telah menerima bahkan mau memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Para santri tidak hanya diajari dan dibacakan kitab-kitab klasik yang menjadi jati diri pesantren, akan tetapi mereka juga diperbolehkan belajar ilmu-ilmu umum juga tekhnologi seperti belajar ilmu alam, social, bahasa asing selain bahasa arab, computer bahkan untuk zaman sekarang internetpun telah diajarkan kepada mereka. Tentunya itu dilakukan guna menciptakan para santri menjadi manusia yang cerdas spiritual dan peka terhadap perubahan zaman. Perubahan yang terjadi dalam pesantren juga merupakan kelebihan akan perkembangan pesantren itu sendiri, adapun kelebihan-kelebihan yang lain dapat dituliskan sebagai berikut:
a)    Adanya perubahan yang signifikan dalam system, metode serta kurikulumnya.
b)   Mau membuka tangan untuk menerima perubahan zaman.
c)    Semangat untuk membantu perkembangan pendidikan di Indonesia tidak hanya dalam pendidikan agama saja.
d)   Dibangunnya madrasah-madrasah bahkan perguruan tinggi guna mengembangkan pendidikan baik agama ataupun umum dalam lingkungan pesantren.
e)    Mampu merubah sikap kekolotan pesantren yang terdahulu menjadi lebih fleksibel.
f)    Perubahan terhadap out putnya yang tidak hanya menjadi seorang guru ngaji,ataupun guru agama di desa. Sekarang merambah ke dalam dunia politik, ekonomi dan beberapa bidang lainnya.[18]
3        Kekurangan Pesantren Modern
Ketika ada kelebihan tentunya akan ada kekurangan yang hadir mendampinginya. Begitu juga dengan ponpes modern, selain memiliki kelebihan-kelebihan diatas, juga mempunyai kekurangan. Walaupun dengan berkembangnya pemikiran dan paradigma baru dari tradisi pesantren yang dulu, munculnya pesantren modern ini menjadikan kendala akan berkembangnya pesantren salaf, selain itu pada realita yang ada belum semua pesantren yang menklaim dirinya sebagai pesantren modern telah memiliki sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan yang dioerlukan untuk pengembangan ponpes modern, para santri yang akan menimba ilmu di dalamnya harus membayar sedikit agak mahal dari pada pesantren model lama. Sehingga mengakibatkan sulitnya orangtua yang memiliki taraf ekonomi tengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di ponpes tersebut.
Bagi ponpes modern yang telah berkembang dan memiliki ratusan, bahkan ribuan santri terkadang mengalami sedikit kesulitan dalam mengondisikan santri-santrinya sehingga memberikan peraturan-peraturan ponpes yang harus dijalankan santri. Namun realita yang ada peraturan yang telah dibuat terlalu ketat sehingga santri merasa terkekang hidup di dalam pesantren. Bahkan ada yang berkata hidup di pesantren seperti hidup di penjara suci. Sehingga tidak sedikit santri yang tidak betah dan akhirnya keluar dari ponpes tersebut.
Masih terkait dengan jumlah santri yang cukup besar, terkadang para pengurus ponpes mengalami kesulitan dan tidak mampu mengurus santrinya satu persatu, hal ini dijadikan kesempatan oleh santri yang merasa jenuh, untuk kabur dari pesantren. Tidak sedikit santri dari berbagai ponpes modern yang mampu melihat indahnya malam diluar lingkungan pesantren tanpa sepengetahuan pengurus. Selain itu kebiasaan “ngalap berkah kyai” dalam dunia ponpes modern mulai sedikit berkurang, karena santri tidak bisa sering bertemu bahkan diajar oleh kyai dari ponpes yang mereka huni. Karena sudah ada dan telah terbentuk staf pengajar baik dilingkungan pesantren maupun di madrasahnya. Hal tersebut hanya sedikit dari kekurangan ponpes modern yang penulis ketahui, tentunya masih ada lagi kekurangan-kekurangan yang lain. Dari uaraian di atas dapat penulis tuliskan kekurangan-kekurangn tersebut seperti dibawah ini:
a)        Kurang takdzimnya santri kepada kyai, karena santri lebih patuh pada peraturan pesantren.
b)        Ketatnya peraturan-peraturan yang dibuat, yang menyebabkan ketidaknyamanan santri dalam belajar.
c)        Ilmu-ilmu agama yang diberikan tidak lagi diberikan secara intensif. 
d)       Terdapatnya kecenderungan santri yang semakin kuat untuk mempelajari IPTEK.
e)        Tradisi “ngalap berkah kyai” sudah tidak lagi menjadi fenomena yang dalam pesantren.
Selama masih ada nafas pendidikan di dunia ini selama itu pula dunia pendidikan akan terus mengalami perubahan sebagai tuntutan zaman. Maka dari itu tidak akan pernah habis manusia untuk mencari dan merubah baik system, metode, kurikulum dan dari segi lainnya untuk memajukan pendidikan. Selama itu pula kelebihan dan kekurangan akan terus melekat dalam setiap perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kelebihan dan kekurangan dari pesantren modern ini juga tidak menutup kemungkinan akan mengalami perubahan dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam.
D.    Madrasah
1)      Pengertian dan Berkembangnya Madrasah di Indonesia
Madrasah (Bahasa Arab) berarti tempat untuk belajar. Persamaan Madrasah alam bahasa Indonesia adalah “sekolah”, dengan konotasi yang khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam. Tempat belajar adalah tempat untuk mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan, dan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya.
Sekitar abad ke-19, pemerintah Belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang berkembang di dunia barat sehingga hal itu sedikit banyak mempengaruhi system pendidikan yang telah berkembang di Indonesia, termasuk pesantren yang menjadi sistem pendidikan madrasah. Sistem sekolah yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda telah memasuki dunia pesantren. Sistem khalaqah bergeser ke arah sistem madrasah dalam bentuk klasikal, dengan unit-unit kelas.
Perkembangan selanjutnya, banyak madrasah yang didirikan terpisah dengan induknya yaitu pesantren, surau atau masjid. Bahkan, dengan adanya ide-ide pembaruan dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia, tidak sedikit madrasah yang didirikan sudah lepas sama sekali dengan pesantren sehingga tidak hanya memberikan pengetahuan agama, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum, sesuai dengan tuntutan zaman. Madrasah yang pertama kali didirikan di Indonesia adalah Madrasah Adabiyah di Padang Sumatra Barat, yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad tahun 1909.
Madrasah tersebut pada mulanya bercorak agama murni. Akhirnya pada tahun 1915 berubah coraknya menjadi HIS (Holand Inland School) Adabiyah. HIS Adabiyah inilah yang merupakan sekolah pertama yang memasukkan pelajaran agama ke dalam kegiatan pengajarannya.
Awal abad ke-20 merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan madrasah di seluruh Indonesia, dengan nama dan tingkatan yang bervariasi dan belum ada keseragaman baik isi kurikulum serta rencana pelajaran. Baru, setelah Indonesia merdeka, tepatnya tahun 1950 mulai dirintis penyeragaman bentuk, sistem dan rencana pelajaran. Dari sini dapat dikatakan bahwa madrasah-madrasah pada awal perkembangannya masih bersifat diniyah semata, atau materi pendidikannya hanya agama. Kemudian sekitar tahun 1930 terjadi pembaruan madrasah, yaitu dengan masuknya pengetahuan umum ke dalam kurikulumnya.
2)      Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Secara historis, pada tahap-tahap awal perjalanan madrasah tidaklah begitu mulus, kendatipun didirikan dengan nama madrasah, semula yang dikehendaki ialah suatu lembaga pendidikan dengan sistem klasikal, yang didalamnya anak didik mendapatkan ilmu pengetahuan agamaan umum secara berimbang. Tetapi prakteknya hanya dicerminkan oleh sistem klasikalnya saja, sementara kurikulum yang diajarkan tetap semata-mata bidang studi agama. Karena itu banyak madrasah pada tahap-tahap awal ini tidak bedanya dengan pesantren tradisional yang sudah lama berjalan.
Departemen Agama diadakanlah upaya-upaya untuk peningkatan kualitas madrasah, yang salah satu aspeknya adalah kurikulum. Untuk masalah kurikulum ini, dalam perkembangannya telah beberapa kali diadakan perubahan, dari yang muatannya lebih banyak pengetahuan agama dari pada pengetahuan umum sampai dengan diberlakukannya kurikulum 1994 yang memuat kurang lebih 10% pendidikan agama dan 90% pengetahuan umum.
Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada madrasah merupakan perpaduan antara sistem pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dari mengikuti system klasikal. Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran tertentu.
Tampaknya, ide-ide pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia sangat besar pengaruhnya, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum madrasah, dan terus berproses sebagaimana digambarkan terdahulu. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian timbullah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah-sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk tingkatan dasar, Madrasah Tsanawiyah (MTs) untuk tingkatan SMP, Madrasah Aliah (MA) untuk tingkatan SMA, dan ada pula Kuliah Muallimin (pendidikan guru) yang disebut normal Islam.    
Kurikulum madrasah masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan prosentase yang berbeda. Pada waktu pemerintah RI dalam hal ini Kementrian Agama mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah, melalui Kementrian Agama, merasa perlu menentukan kriteria-kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu.
Adapun pengetahuan umum yang diajarkan pada madrasah pada masa-masa awal adalah:
~        Membaca dan menulis (huruf latin) bahasa Indonesia      
~        Berhitung
~        Ilmu bumi
~        Sejarah Indonesia dan Dunia
~        Olahraga dan kesehatan. [19]
Kurikulum pada madrasah dari waktu ke waktu senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan kemajuan zaman. Semua ini dilakukan adalah dengan tujuan peningkatan kualitas madrasah, agar keberadaannya tidak diragukan dan sejajar dengan sekolah-sekolah lain.
Eksklusifisme politik pendidikan Indonesia sedikit terkurangi setelah disahkan undang-undang sistem pendidikan tahun 1989 yang menyebut sekolah Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Kemapanan sistem pendidikan Islam semakin menguat dengan diakuinya madrasah sebagai sistem pendidikan nasional dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003. Masih banyak identitas dan tradisi keilmuan Islam di Indonesia yang perlu digali kembali setelah sekian lama sempat terkubur atau memang sengaja dikubur. Terlalu dini dan naif jika umat muslim merasa puas dengan status baru yang disandang madrasah saat ini, karena itu semua diberikan tidak secara cuma-cuma. Pemangkasan ilmu-ilmu keagamaan dan pengajaran ilmu-ilmu umum yang berlebihan merupakan cost harus dibayar oleh madrasah untuk mendapatkan status barunya, apalagi masih ada image buruk yang beredar di masyarakat awam maupun institusi pemerintah bahwa madrasah lembaga pendidikan yang tidak prospektif secara duniawi.
Pergerakan kurikulum madrasah dan pesantren di Indonesia:
Periode
Pesantren
dan Madrasah Diniyah
Madrasah
Sampai 1906
Kurikulum tradisional 100% Agama.
-
1906-1945
Kurikulum tradisional mandiri 100%.
Kurikulum mandiri, agama dan umum
1945-1975
Kurikulum mandiri 100% Agama.
Kurikulum mandiri, 70% agama dan 30% umum.
1975-1989
Kurikulum mandiri 100% agama.
Kurikulum Depag 70% umum dan 30% agama.
1989-2003
Kurikulum mandiri dan agama masih mendominasi.
Kurikulum Depag memadukan antara kurikulum umum dan agama.
2003-sekarang
Kurikulum mandiri dan mengikutsertakan pelajaran umum (Matemática, IPA, Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Seni Budaya).
Kurikulum Depag 100% umum dan 5 bidang mata pelajaran PAI.

Penghargaan yang profan terhadap ilmu-ilmu keagamaan (al ’ulum ad diniyyah) dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap ilmu-ilmu umum (al ’ulum al kauniyyah) makin menjadi-jadi. Tentu saja yang demikian itu bertolak belakang dengan tradisi keilmuan Islam. Al Ghazali dan ibnu Khaldun berpendapat bahwa kedua ilmu tersebut hukumnya wajib untuk dipelajari. Pertama, al ’ulum ad diniyyah atau asy syar’iyyah bersifat fardhu ’ain sedang kedua, al ’ulum al kauniyyah bersifat fardhu kifayah. Apa yang dilakukan oleh al Ghazali dan Ibnu Khaldun tidak lain adalah upaya penjenisan bukan pemisahan apalagi penolakan akan validitas disiplin ilmu yang satu terhadap yang lain, dan keduanya merupakan disiplin ilmu yang sah. Penjenisan yang mereka lakukan karena mereka bertolak dari konsep ilmu yang integral dan mereka menemukan landasan yang menyatukan keduanya. Sebab, Islam tidak mengenal dan menghendaki dikotomi ilmu karena ajarannya bersifat integratif dan tauhidi.
3)      Kelebihan Madrasah
a)      Aspek Organisasi
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyejajarkan madrasah dengan sekolah dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang memberikan otonomi luas dapat dijadikan sebagai pijakan yang kuat bagi pengembangan madrasah.
b)      Aspek Manajeman
Manajemen yang efektif, transparan, partisipatif, dan akuntable telah dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk menjamin eksistensi madrasah yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
c)      Aspek Sumber Daya Manusia
Semangat pengembangan kompetensi professional yang dimiliki segenap personal memberikan harapan bagi peningkatan mutu madrasah ke depan.
4)      Kekurangan Madrasah
Sedangkan madrasah  dewasa ini sangat terlihat kekurangan- kekurangannya yang antara lain:
a)      Visi dan misi, tak jarang kepala sekolah / madrasah belum faham Visi dan Misi ,sebagai titik  arah dan pengerucutan dari setiap langkahnya, ``Segenap manusia yang terlibat dalam proyek pendidikan harus mengacu ke arah di ejawantahkannya visi dan misi diatas``, tidak sedikit kepala  sekolah/madrasah yang tidak memiliki `` Visi dan Misi yang Jelas kemana pendidikan mau akan dibawa dan dikembangkan``. Hampir dapat dikatakan bahwa Madrasah pada dewasa ini hanya merupakan/tidak lebih sebagai sekolah Umum yang bercirikan Islam, akhirnya madrasah  memberikan beban  berat yang harus dipikul siswa, pembelajaran menjadi tumpang tindih dan sarat dengan pemaksaan ,tanpa mengetahui arah yang  jelas mau dibawa kemana.
b)      Managemen  yang belum Profesional, sekolah/ madrasah belum mampu menyelenggarakan Pembelajaran dan Penyelenggaraan Pendidikan yang Efektif dan Berkwalitas.  Terjadinya berbagai macam bentuk  manipulasi nilai , administrasi menunjukkan betapa lemahnya managemen sekolah/ madrasah, sehingga menimbulkan suasana tidak sehat dan jauh dari tujuan pendidikan. ``Semua pihak harus merasa prihatin dan segera melakukan perubahan manakala perkembangan menunjukkan sebaliknya``.`` Ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci kebohongan,Oleh sebab itu.maka ilmu di Indonesia sukar berkembang selama kita suka berbohong``
c)      Kompetensi dan figur Guru yang kurang memadai ,guru adalah merupakan unsur yang terpenting dalam kegiatan belajar mengajar, disini kompetensi guru seharusnya tidak hanya, mumpuni dalam bidang materi,metodologi dan ketrampilan dalam mengajar tetapi juga dituntut harus dapat dijadikan teladan dalam sikap sehari- hari (digugu dan ditiru) .
d)     Kurikulum dan Waktu sangat terbatas, yang akan menghambat sekolah/ madrasah dalam memberikan  keleluasaan mengaplikasikan dalam kehidupan konkrit di muka bumi, ``pemikiran keislaman jangan selalu bersifat transendental eskapis, tetapi juga mempertautkan dan menyentuhkan pemikiran transcendental tersebut kearah sosial budaya yang konkret dan kontestual``.Untuk mewujudkan Pendidikan Agama Islam yang mampu menciptakan manusia yang  berkepribadian, berakhlaq, berwatak dan berkeyakinan muslim, harus menjauhi batasan dan keterkungkungan yang selalu menghimpit setiap gerak dalam menentukan kemana arah dan tujuan pendidikan, diluar batasan waktu tersebut seharusnya dapat digunakan untuk memperbanyak pembiasaa-pembiasan dan mengaplikasikan  ilmu yang didapat kedalam kehidupan sehari-hari yang akan menuju kearah kepribadian, akhlaq, watak dan keyakinan yang mantap.
E.     Sekolah Islam terpadu
a)      Pengertian
Sekolah Islam Terpadu pada hakekatnya adalah sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan islam berlandaskan Al-Quran dan As sunnah. Dalam aplikasinya Sekolah Islam Terpadu diartikan sebagai sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraannya dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum. Sekolah Islam Terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sekolah Islam Terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah dan jasadiyah. Dalam penyelenggaraannya memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajar yaitu sekolah, rumah dan masyarakat. [20]
Dengan sejumlah pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Sekolah Islam Terpadu adalah sekolah islam yang diselenggarakan dengan memadukan secara integrative nilai dan ajaran islam dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang efektif dan pelibatan yang optimal dan koperatif antara guru dan orang tua , serta masyarakat untuk membina karakter dan kompetensi murid.
Sekolah Islam Terpadu yang muncul sebagai alternatif solusi dari keresahan sebagai masyarakat muslim yang menginginkan adanya sebuah institusi pendidikan islam yang berkomitmen mengamalkan nilai – nilai islam dalam sistemnya, dan bertujuan agar siswanya mempunyai kompetensi seimbang antara ilmu kauniyah dengan ilmu qauliyah, antara fikriyah, ruhiyyah dan jasadiyyah, sehingga mampu melahirkan generasi muda muslim yang berilmu, berwawasan luas dan bermanfaat bagi ummat. Dengan tujuan menciptakan siswa yang memiliki kecerdasan Intelektual(Intelegen Quotient), Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) dan Kecerdasan Spiritual (Spritual Quotient) yang tinggi serta kemampuan beramal (kerja) yang ihsan.
Sekolah Islam Terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan konotif. Implikasi dari keterpaduan ini menuntut pengembangan pendekatan proses pembelajaran yang kaya, variatif dan menggunakan media serta sumber belajar yang luas dan luwes. Metode pembelajaran menekankan penggunaan dan pendekatan yang memicu dan memacu optimalisasi pemberdayaan otak kiri dan otak kanan. Dengan pengertian ini, seharusnya pembelajaran di SIT dilaksanakan dengan pendekatan berbasis (a) problem solving yang melatih peserta didik berfikir kritis, sistematis, logis dan solutif (b) berbasis kreativitas yang melatih peserta didik untuk berfikir orsinal, luwes (fleksibel) dan lancer fan imajinatif. Keterampilan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat dan penuh maslahat bagi diri dan lingkungannya.
Sekolah Islam Terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah, dan jasadiyah. Artinya, SIT berupaya mendidik peserta didik menjadi anak yang berkembang kemampuan akal dan intelektualnya,meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT, terbina akhlak mulia, dan juga memiliki kesehatan, kebugaran dan keterampilan dalam kehidupannya sehari – hari.
Sekolah Islam Terpadu  memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajaryaitu: sekolah, rumah dan masyarakat. SIT berupaya untuk mengoptimalkan dan sinkronisasi peran guru, orang tua dan masyarakat dalam proses pengelolaan sekolah dan pembelajaran sehingga terjadi sinergi yang konstruktif dalam membangun kompetensi dan karakter peserta didik . orang tua dilibatkan secara aktif untuk memperkaya dan memberi perhatian yang memadai dalam proses pendidikan putra – putri mereka. Sementara itu, kegiatan kunjungan ataupun interaksi keluar sekolah merupakan upaya untuk mendekatkan peserta didik terhadap dunia nyata yang ada ditengah masyarakat.
b)     Karakter Sekolah Islam Terpadu
Karakteristik utama SIT adalah :
1        Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis
2        Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam bangunan kurikulum
3        Menerapkan dan mengembangkan  metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar
4        Mengedepankan qudwah hasanah dalam membentuk karakter peserta didik
5        Menumbuhkan biah sholihah dalam iklim dan lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran
6        Melibatkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan
7        Mengutamakan nilai ukhuwah dalam semua interaksi antarwarga sekolah
8        Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat, dan asri
9        Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu
10    Menumbuhkan budaya profesionalisme yang tinggi di kalangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
c)      Tujuan Umum Pendidikan Sekolah Islam Terpadu
Adalah membina peserta didik untuk menjadi insane muttaqien yang cerdas, berakhlak mulia dan memiliki keterampilan  yang memberikan manfaat dan maslahat bagi umat manusia, dengan rincian karakter ( muwashoffat) sebagai berikut :
1)      Aqidah yang Bersih (Salimul Aqidah)
2)      Ibadah yang Benar (Shohihul Ibadah)
3)      Pribadi yang matang (Matinul Khuluq)
4)      Mandiri (Qodirun Alal Kasbi)
5)      Cerdas dan Berpengetahuan (Mutsaqqoful Fikri)
6)      Sehat dan kuat (Qowiyul Jismi)
7)      Bersungguh-sungguh dan Disiplin (Mujahidun Linafsihi)
8)      Tertib dan Cermat (Munazhzhom Fi Syu’unihi)
9)      Efisien (Harisun ‘Ala Waqtihi)
10)  Bermanfaat (Nafiun Lighoirihi)
d)     Kelebihan
Kelebihan tersebut didasari oleh beberapa alasan.
1)             Materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan anak sehingga anak dengan mudah memahami sekaligus melakukannya.
2)             Siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya.
3)             Dengan bekerja dalam kelompok, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan belajarnya dalam aspek afektif dan psikomotorik, selain aspek kognitif.
4)             Pembelajaran terpadu mengakomodir jenis kecerdasan siswa.
5)             Dengan pendekatan pembelajaran terpadu guru dapat dengan mudah menggunakan belajar siswa aktif sebagai metode pembelajaran.
e)       Kekurangan
1)      Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas,  memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal,  rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan  yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu akan sulit terwujud.
2)      Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan.
3)      Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4)      Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5)      Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
6)      Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.[21]

BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ø Belajar atau pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang wajib dilakukan dan diberikan kepada peserta didik. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi, sehingga akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusanagar PBM akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan.
Kesimpulannya, tidak ada satupun metode pengajaran dan penyampain materi ke anak didik yang sempurna. Buktinya, tiap-tiap metode memiliki celah dan kelemahan di sana-sini. Jadi, semuanya tergantung tenaga pendidik dalam mengoptimalisasikan kelebihan yang tersedia serta meminimalisir berbagai kelemahan yang ada pada tiap-tiap metode. Dengan adanya keserasian antara metode yang diterapkan dengan kemampuan yang dimiliki oleh tenaga pendidik jauh lebih ampuh dalam mencapai hasil optimal dalam proses belajar mengajar.
Ø Filsafat merupakan kegiatan olah fikir yang sangat mendalam terhadap suatu persoalan kecil yang dianggap penting oleh seseorang, yang mungkin dianggap sebagai hal yang tidak penting oleh orang lain dan mungkin tidak dapat memberikan kontribusi secara langsung dalam kehidupan seseorang. Filasafat Islam di bagian Timur Dunia Islam (Masyriqi) berbeda dengan filsafat Islam diMaghribi ( bagian Dunia Barat). Di antara filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah perselisihan pendapat tentang berbagai  pokok pengertian. Di Timur ada filosof terkemuka, al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof terkemuka, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd.
Sebagai akibat adanya peradaban yang berpusat di Syam dan Persia setelah sebelumnya berpusat di Athena dan Iskandariyah. Setelah Islam datang, orang Arab menguasai daerah Persia, Syam, dan Mesir. Kemudian pusat kekhalifaan pindah dari Hijaz (Madinah) ke Damaskus (Syam), sebuah kota yang yang dari politik menjadi pusat kekuasaan Bani Ummayah. Pada masa itu muncul dua kota besar meaminkan peranan penting dalam sejarah pemikiran Islam, yaitu Bashrah dan Kufah. Hingga datangnya kekuasaan orang-orang Bani Abbas, dua kota tersebut memimpin tetap memimpin kehidupan kebudayaan di seluruh dunia. Setelah para penguasa daulat Abbasyiah membangun kota Baghdad, dua kota pusat kebudayaan Islam  Bashrah dan Kufah berpindah ke kota Baghdad. Sejak itu Baghdad menjadi pusat kekhalifaan di samping menjadi pusat  kegiatan ilmu, filsafat dan peradaban. Kaum cendekiawan dan para ahli fikir dari berbgai pelosok dunia banyak yang tertarik ke Baghdad, sehingga kota itu mirip denga Athena pada abad ke-5 SM, atau mirip dengan Paris dalam abad ke-19 Masehi, yaitu sebagai pusat kebudayaan manusia.
Ø Sebagai sejarah perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam (pesantren dan madrasah) yang amat bervariasi, namun kedua-duanya memiliki hubungan subtansial dan fungsional yang tidak bisa dipisahkan. Dinamika pertumbuhan dan perkembaanga lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut selain dipengaruhi oleh faktor internal dari para pendirinya, juga tidak lepas dari pengaruh eksternal yang bersifat global. Kedua pengaruh ini satu dan yang lainya secara akumulatif berpadu menjadi satu dan menghasilkan bentuk dan corak dari lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Secara faktual, pembenahan lembaga pendidikan Islam yang dilakukan mengalami perubahan secara terus menerus. Tentunya ini terjadi karena pengaruh yang amat kuat dari luar seperti; persaingan pendidikan formal dan globalisasi yang sangat dan menuntut adanya perubahan itu sendiri. Dengan konsep lembaga pendidikan Islam terpadu merupaka salah satu solusi yang alternatif agar mampu memberikan terobosan pendidikan Islam lebih maju dan kompetitif.  Kondisi faktual obyektif pendidikan saat ini, ketiga unsur pelaksana tersebut belum berjalan secara sinergis di samping masing-masing unsur tersebut juga belumlah berfungsi secara benar. Sinergi negatif antar ketiganya, memberikan pengaruh kualitas proses pendidikan secara keseluruhan.
B.     Penutup
Sekiranya banyak kekurangan dalam pemaparan makalah ini dan penulis sadari makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharap kepada pembaca sekalian untuk memberikan masukan yang kiranya dapat menambahkan pemaparan dalam kajian “Ilmu Pendidikan Islam” .
Penulis mohon maaf atas kekurangan dalam pemaparan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Antang, dkk. 2008. “Filsafat Umum”. Bandung; Pustaka Setia, Cet ke 1
Abdul Indah Fajarwati. 2010. “Macam-macam Metode Pengajaran”. http://gurupaud.blogspot.com/2010/09/macam-macam-metode-mengajar.html
Al Farizi, Salman. 2012.”Pengertian Sekolah Islam Terpadu”.  http://sditsalmanalfarisi2.wordpress.com/2012/02/07/pengertian-sekolah-islam-terpadu/
Bayu, Arifian. 2010. “Pemikiran KH Ahmad Dahlan”. http://arfianbayu.blogspot.com/2012/10/pemikiran-kh-ahmad-dahlan-tentang_26.html
Bouthoul, Gaston. 1998. “Teori-Teori Filsafat Social Ibn Khaldun”. Yogyakarta; Titian Ilahi Press. Cet Ke1
Elas. 2010. “Karya-karya Ibnu Khaldun”. http://elasq.wordpress.com/2010/08/02/karya-karya-ibnu-khaldun/
Erfan. 2011. “Memberi Teladan, Metode Pendidikan Terbaik “. http://www.erfan.ir/56277.html
Fatoni. 2010. “Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu”. http://fatonipgsd071644221.wordpress.com/2010/04/26/kelebihan-dan-kekurangan-pembelajaran-terpadu/
Hanputra. 2011. “Konsep Ilmu dan Metode Pendidikan”. http://hanputra.blogspot.com/2011/08/konsep-ilmu-dan-metode-pendidikan-dalam.html
Haryono. 2012. “Metode Debat”. http://haryono10182.wordpress.com/tag/metode-debat/
Hidayah, Nur. 2011. “Konsep Sekolah Islam Terpadu”. http://smait.nurhidayahsolo.com/berita-180-konsep-sekolah-islam-terpadu.html
http://semuauntukberbagi-blogspot.blogspot.com/2012/05/metode-pembelajaran-debat.html
Ibnu. 2009. “Pemikiran Al-Ghozali tentang Pendidikan”. http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/03/pemikiran-al-ghazali-tentang-pendidikan.html
Jepara, Fina. 2013. “Model Pembelajaran Jigsaw”. http://fhinajeparaz.wordpress.com/2013/01/03/model-pembelajaran-jigsaw-2/
Leli, Purnama. 2012. “Pendidikan Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah”. http://purnamahidayah.blogspot.com/2012/03/pendidikan-islam-pada-sekolah-umum-dan.html
Matsna. 2011. “Investigasi Kelompok”. http://matsna-neeza.blogspot.com/2011/05/investigasi-kelompok-group.html
Me. 2012. “Metode Pembelajaran Efektif”. http://11124acs.blogspot.com/2012/03/metode-pembelajaran-efektif.html
Muthoharoh, Mifthahul. 2011. “Pemikiran KH Hasyim Asya’ari”. http://miftahul-muthoharoh.blogspot.com/2011/11/pemikiran-khhasyim-asyari-tentang.html
Octavia, Dilla. 2013. “Model Pembelajaran Kooperatif”. http://dillaoctavia.blogspot.com/2013/04/metode-pembelajaran-kooperatif-tipe.html
Rahmatullah, Widan. 2012. “Metode Pembelajaran”. http://wildanrahmatullah.com/2012/09/19/metode-pembelajaran/
Ramayulis. 2012. ”Metodologi Pendidikan Agama  Islam”. Jakarta:Kalam Mulia. Cet ke-7
Rasto. 2013. “Pengertian Metode Pembelajaran “. http://pembelajaranku.com/pengertian-metode-pembelajaran/
Riza, Muhammad. 2012. “Ibnu Sina dan Karya-karyanya”. http://muhammadrizalhsb.blogspot.com/2012/03/ibnu-sina-dan-karya-karyanya.html
Salim, Shodiq. 2011. “Konsep Pemikiran Pendidika Al-Kindi”. http://shodiqsalim.blogspot.com/2011/03/konsep-pemikiran-pendidikan-al-kindi.html
Serunaihati. 2012. “Biografi KH Ahmad Dahlan”. http://serunaihati.blogspot.com/2012/11/biografi-kh-ahmad-dahlan-pendiri.html
Sudarsono, Dading. 2010. “Lembaga Pendidikan Islam Terpadu”. http://dedingsudarso.blogspot.com/2010/04/lembaga-pendidikan-islam-terpadu.html
Sudrajat, ahmad. 2011. “Pembelajaran Berdasarkan Masalah”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/28/pembelajaran-berdasarkan-masalah/
Sunarto, Joko. 2012. “Pemikiran Ibnu Khaldun”. http://jokosunarto27.blogspot.com/2012/06/pemikiran-ibn-khaldun.html
Syafief. 2013. “Filsafat Islam Al-Ghozali dan Pemikirannya”. http://syafieh.blogspot.com/2013/04/filsafat-islam-al-ghazali-dan-pemikiran.html#ixzz2npZRWD1d
Upi. 2011. “Metode Pembelajaran”. http://icls.upi.edu/v5/download/kiat.pdf
Vennacyaabid. 2012. “Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina”. http://vennacyaabid.blogspot.com/2012/07/analisis-pemikiran-pendidikan-ibnu-sina.html
Waazin. 2012. “Ibnu Sina Tokoh Intelektual Islam”. http://waazin.blogspot.com/2012/12/ibnu-sina-tokoh-intelektual-islam.html
Zaibio. 2010. “Konsep Dasar Strategi Pembelajaran”. http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/konsep-dasar-strategi-pembelajaran-3/



[1]Me. 2012. “Metode Pembelajaran Efektif”. http://11124acs.blogspot.com/2012/03/metode-pembelajaran-efektif.html. Artikel diakses pada hari Kamis 12 Desember 2013

[2]Haryono. 2012. “Metode Debat”. http://haryono10182.wordpress.com/tag/metode-debat/. Artikel diakses pada hari Kamis 12 Desember 2013



[3]Octavia, Dilla. 2013. “Model Pembelajaran Kooperatif”. http://dillaoctavia.blogspot.com/2013/04/metode-pembelajaran-kooperatif-tipe.html. Artikel diakses pada hari Kamis 12 Desember 2013

[4]Matsna. 2011. “Investigasi Kelompok”. http://matsna-neeza.blogspot.com/2011/05/investigasi-kelompok-group.html. Artikel diakses pada hari Kamis 12 Desember 2013
[5]Jepara, Fina. 2013. “Model Pembelajaran Jigsaw”. http://fhinajeparaz.wordpress.com/2013/01/03/model-pembelajaran-jigsaw-2/. Artikel diakses pada hari Jum’at 13 Desember 2013


[6] Zaibio. 2010. “Konsep Dasar Strategi Pembelajaran”. http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/konsep-dasar-strategi-pembelajaran-3/. Artikel diakses pada hari Jum’at 13 Desember 2013


[7]Vennacyaabid. 2012. “Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina”. http://vennacyaabid.blogspot.com/2012/07/analisis-pemikiran-pendidikan-ibnu-sina.html

[8]Waazin. 2012. “Ibnu Sina Tokoh Intelektual Islam”. http://waazin.blogspot.com/2012/12/ibnu-sina-tokoh-intelektual-islam.html

[12]Syafief. 2013. “Filsafat Islam Al-Ghozali dan Pemikirannya”. http://syafieh.blogspot.com/2013/04/filsafat-islam-al-ghazali-dan-pemikiran.html#ixzz2npZRWD1d

[14] Ibid

[16] Muthoharoh, Mifthahul. 2011. “Pemikiran KH Hasyim Asya’ari”. http://miftahul-muthoharoh.blogspot.com/2011/11/pemikiran-khhasyim-asyari-tentang.html
[18] Ibid
[20]Al Farizi, Salman. 2012.”Pengertian Sekolah Islam Terpadu”.  http://sditsalmanalfarisi2.wordpress.com/2012/02/07/pengertian-sekolah-islam-terpadu/

[21]Fatoni. 2010. “Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu”. http://fatonipgsd071644221.wordpress.com/2010/04/26/kelebihan-dan-kekurangan-pembelajaran-terpadu/

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Ilmu Hadits Riwayah Dan Dirayah

Pengalaman tes di Bank Mandiri

Tabel Z Skor Positif dan Negatif