METODE PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
Islam merupakan komponen terpenting untuk membentuk dan mewarnai corak hidup masyarakat. Pendidikan Islam sangat penting bagi ummat Islam karena dapat mempelajari ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Pendidikan Islam dikenal sejak zaman Nabi sampai sekarang. Di Indonesia mengenal pendidikan Islam sejak Islam datang ke Indonesia. Pendidikan ini memakai sistem sorongan/perorangan dan berlangsung secara sangat sederhana serta tidak mengenal strata atau tingkatan seperti pada pesantren dan kemudian berkembang dengan sistem kelas seperti pada pendidikan madrasah.
Kalau kita berbicara tentang
pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan metode
pembelajaran, tokoh tokoh sejarah filsafat serta lembaga-lembaga pendidikan
karena suatu pendidikan pasti ada cara, sejarah serta lembaga yang membantu. Melihat
peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah
sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan
menyenakngkan dan tidak membosankan.
Filsafat sering mencapai pasang surut sesuai masanya. Ada
kalanya filsafat mendapatkan tempat yang cukup tinggi di suatu peradaban
masyarakat, namun ada kalanya pula filsafat diabaikan, tidak dianggap
keberadaannya, bahkan sampai mati sama sekali, dan dapat kembali muncul berkat
perjuangan dan pemikiran para filsuf yang berperan sangat besar untuk
perkembangan filsafat tersebut.
Lembaga pendidikan Islam adalah
wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan
proses pembudayaan, dan itu dimulai dari lingkungan keluarga.
Ada macam metode yang efektif, lembaga islam, dan banyak
tokoh yang mengikuti suatu aliran filsafat tertentu serta ide yang
dicetuskannya, yang idenya akan dipaparkan dalam makalah ini. Untuk lebih lanjutnya akan dipaparkan pada BAB
berikutnya dan semoga dengan hadirnya makalah ini
dapat menambah wawasan pembaca.
BAB II
METODE PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
A.
METODE
PEMBELAJARAN
I.
Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sagala, S. (2003:169) mengemukakan, metode pembelajaran
adalah cara yang digunakan guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau
dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Surakhmad, W. (1979:75)
mengemukakan metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk
mencapai suatu tujuan. Namun menurut Hatimah, I. (2000:10) metode pembelajaran
tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan materi saja, melainkan
berfungsi juga untuk pemberian dorongan, pengungkap tumbuhnya minat belajar,
penyampaian bahan belajar, pencipta iklim belajar yang kondusif, tenaga untuk
melahirkan kreativitas, pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, dan pendorong dalam melengkapi kelemahan
hasil belajar.[1]
II.
Efektivitas Pemilihan Metode Pembelajaran
Pembelajaran yang efektif salah satunya ditentukan oleh pemilihan metode
pembelajaran. Kemahiran guru untuk memilih metode pembelajaran yang serasi
dengan kebutuhan menurut Riwajatna, J. (2003:51) ditentukan oleh pengalamannya,
keluasan pemahaman guru tentang bahan pelajaran, tersedianya media, pemahaman
guru tentang karakteristik siswa, dan karakteristik belajar. Surakhmad, W.
(1979:76) mengemukakan penggunaan metode pembelajaran dipengaruhi oleh
faktor-faktor antara lain: tujuan, anak didik, situasi, fasilitas, dan pribadi
guru.
Metode pembelajaran apapun yang digunakan oleh guru menurut Majid, A.
(2005:136) hendaknya dapat mengakomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip
pembelajaran:
1.
Berpusat
pada anak didik (student oriented).
Guru harus
memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik
yang sama, sekalipun mereka kembar. Suatu kesalahan jika guru memperlakukan
mereka secara sama. Gaya belajar (learning style) anak didik harus
diperhatikan.
2.
Belajar
dengan melakukan (learning by doing).
Supaya proses belajar menyenangkan guru harus menyediakan
kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga
ia memperoleh pengalaman nyata.
3.
Mengembangkan
kemampuan sosial.
Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana
untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial
(learning to live together).
4. Mengembangkan keingintahuan dan
imajinasi.
Proses pembelajaran dan pengetahuan
harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinasi
anak didik untuk berpikir kritis dan kreatif.
5. Mengembangkan kreativitas dan
keterampilan memecahkan masalah.
III.
Karakteristik
Belajar Yang Efektif
Untuk
mengetahui bagaimana memperoleh hasil yang efektif dalam proses pembelajaran,
maka sangat penting untuk mengetahui cirri-cirinya yaitu:
a)
Belajar secara aktif baik mental maupun
fisik. Aktif secara mental ditunjukkan dengan mengembangkan kemampuan
intelektualnya, kemampuan berfikir kritis. Dan secara fisik, misalnya menyusun
intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain.
b)
Metode yang bervariasi, sehingga mudah
menarik perhatian siswa dan kelas menjadi hidup.
c)
Motivasi guru terhadap pembelajaran di
kelas. Semakin tinggi motivasi seorang guru akan mendorong siswa untuk giat
dalam belajar.
d)
Suasana demokratis di sekolah, yakni
dengan menciptakan lingkungan yang saling menghormati, dapat mengerti kebutuhan
siswa, tenggang rasa, memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri,
menghargai pendapat orang lain.
e)
Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan
dengan kehidupan nyata.
f)
Interaksi belajar yang kondusif, dengan
memberikan kebebasan untuk mencari sendiri, sehingga menumbuhkan rasa tanggung
jawab yang besar pada pekerjaannya dan lebih percaya diri sehingga anak tidak
menggantungkan pada diri orang lain.
g)
Pemberian remedial dan diagnosa pada
kesulitan belajar yang muncul, mencari faktor penyebab dan memberikan
pengajaran remedial sebagai perbaikan, jika diperlukan.
Selain itu Ciri
pengajaran Efektif juga dapat diketahui dengan:
a)
Berpusat pada siswa
b)
Interaksi eduktaif, Guru-Siswa
c)
Suasana demokratis
d)
Metode yang bervariasi
e)
Bahan belajar bermanfaat
f)
Lingkungan kondusif
g)
Suasana belajar menunjang
Selain mengetahui
karakteristik belajar yang efektif perlu diketahui Karakteristik Guru Efektif, yang
berguna untuk mengetahui keahlian dan keprofesionalan seorang pendidik dalam
melaksanakan pembelajaran yang efektif. Adapun karakteristknya yaitu:
a) Memiliki
minat terhadap mata pelajaran
b) Memiliki
kecakapan untuk menafsirkan suasana/iklim psikologis siswa
c) Menumbuhkan
semangat belajar
d) Memiliki
imajinasi dalam menjelaskan
e) Menguasai
metode/strategi pembelajaran
f) Memiliki
sikap terbuka terhadap siswa
B.
MACAM MACAM
METODE PEMBELAJARAN
Guru merupakan seorang pendidik dengan segala kemampuan yang dimilikinya
untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu
menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya. Yang harus dilakukan oleh guru
adalah dengan mengajar di kelas/performance guru di kelas. Guru harus
menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta
didiknya. Untuk itu seorang guru harus mampu menerapkan berbagai metode
pembelajaran agar PBM dapat menyenangkan.
Adapun macam-macam metode pembelajaran sebagai berikut:
1) Metode Debat
a) Pengertian
Metode debat merupakan
salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan
akademik siswa dimana materi dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra.
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan dalam kelompoknya, siswa (dua orang
mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan
perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang
menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Pendidik dapat
mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi
tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Setiap model harus melibatkan materi yang memungkinkan siswa saling membantu
dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung
(interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan
dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan
menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan
peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok seperti; peran
pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material
manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses
belajar.
Metode debat akan lebih
menarik apabila pembimbing dapat menguasai emosi peserta, menyenangkan, dan
ramai, serta dapat dengan mudah merangsang siswa untuk berpikir kritis dan
spontan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengungkapan secara lisan yang
secara langsung merangsang kemampuan berbicara anak.
b) Langkah-langkah
1.
Pembacaan informasi/masalah yang akan
diperdebatkan.
2.
Menyuruh kelompok kontra untuk
menanggapi informasi tersebut, tentunya dalam bentuk sanggahan.
3.
Menyuruh kelompok pro untuk menanggapi pernyataan
dari kelompok kontra.
4.
Kelompok kontra kembali menyanggah untuk
mempertahankan pendapat mereka, dan kelompok pro pun mempertahankan pendapat
mereka dengan berbagai argumen yang dimiliki.
5.
Setelah dirasa cukup, kelompok diadakan
pergantian yaitu kelompok pro diubah menjadi kelompok kontra, dan sebaliknya.
6.
Pembacaan masalah lain yang harus
ditanggapi oleh tiap kelompok dan seterusnya.
7.
Setelah kegiatan debat selesai siswa
diminta menanggapi dan mengevaluasi cara penyampaian pendapat yang diberikan oleh
siswa dalam kegiatan debat tersebut.
8.
Guru yang bertindak sebagai pembimbing
di sini juga memberikan evaluasi terhadap kegiatan dan cara mengemukan pendapat
siswa dalam kegiatan debat.[2]
c) Keunggulan
Siswa akan terlatih dan
terbisa mengutarakan pendapat/pemikirannya dan mempertahankan pendapatnya
dengan alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan.
d) Kelemahan
Siswa akan terpancing
emosi dan Kesulitan pokok yang dihadapi siswa dalam berbicara adalah
menghubungkan berbagai ide yang dimiliki untuk membangun suatu pemahaman dan
penyampaian yang baik dan menarik.
2) Metode Role Playing
a) Pengertian
Metode Role Playing merupakan
suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada
apa yang diperankan. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa
dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.
b) Langkah-langkah
1.
Guru menyusun/menyiapkan skenario yang
akan ditampilkan.
2.
Menunjuk beberapa siswa untuk
mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan
Belajar Mengajar.
3.
Guru membentuk kelompok siswa yang
anggotanya 5 orang.
4.
Memberikan penjelasan tentang kompetensi
yang ingin dicapai.
5.
Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk
untuk melakukan skenario yang sudah dipersiapkan.
6.
Masing-masing siswa berada di
kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
7.
Setelah selesai ditampilkan,
masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas
penampilan masing-masing kelompok.
8.
Masing-masing kelompok menyampaikan
hasil kesimpulannya.
9.
Guru memberikan kesimpulan secara umum.
10. Evaluasi.
11. Penutup.
c) Kelebihan
metode Role Playing
1. Melibatkan
seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan
kemampuannya dalam bekerjasama.
2. Siswa
bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
3. Permainan
merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang
berbeda.
4. Guru
dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
5. Permainan
merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
6. Memberikan
kesempatan kepada anak didik untuk berlatih kemampuan
verbal dengan mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari.
verbal dengan mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari.
7. Mempelajari
perasaan baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat
terhadap sebuah peristiwa yang terjadi dalam sebuah tatanan sosial.
terhadap sebuah peristiwa yang terjadi dalam sebuah tatanan sosial.
8. Belajar
memberikan pandangan terhadap suatu tingkah laku dan nilai
utamanya yang berkenaan dengan hubungan antar manusia.
utamanya yang berkenaan dengan hubungan antar manusia.
9. Mengembangkan
keberanian dan percaya diri peserta didik dalam
membuat keputusan dan memecahkan masalah.
membuat keputusan dan memecahkan masalah.
10. Meningkatkan
gairah peserta didik dalam pembelajaran.
11. Memberikan
metode pembelajaran baru yang dinamis.
d) Kekurangan
1. Pengalaman
pembelajaran yang dicapai terkadang tidak sesuai dengan
kenyataan di lapangan.
kenyataan di lapangan.
2. Apabila
pengelolaan kelas kurang baik maka metode ini sering menjadi
hiburan sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.
hiburan sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.
3. Memakan
banyak waktu.
4. Faktor
psikologis seperti takut dan malu sering mempengaruhi peserta
didik dalam menjalankan peran mereka.
didik dalam menjalankan peran mereka.
3)
Metode
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
a)
Pengertian
Metode pemecahan
masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran
dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi
atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang
pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
b)
Langkah-langkah
Adapun keunggulan metode problem solving
sebagai berikut:
1.
Melatih siswa untuk mendesain suatu
penemuan.
2.
Berpikir dan bertindak kreatif.
3.
Memecahkan masalah yang dihadapi secara
realistis
4.
Mengidentifikasi dan melakukan
penyelidikan.
5.
Menafsirkan dan mengevaluasi hasil
pengamatan.
6.
Merangsang perkembangan kemajuan
berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7.
Dapat membuat pendidikan sekolah lebih
relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
c)
Kelebihan
1.
Melatih siswa untuk mendesain suatu
penemuan.
2.
Berpikir dan bertindak kreatif.
3.
Memecahkan masalah yang dihadapi secara
realistis
4.
Mengidentifikasi dan melakukan
penyelidikan.
5.
Menafsirkan dan mengevaluasi hasil
pengamatan.
6.
Merangsang perkembangan kemajuan
berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7.
Dapat membuat pendidikan sekolah lebih
relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
d)
Kelemahan
1.
Beberapa pokok bahasan sangat sulit
untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium
menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan
kejadian atau konsep tersebut.
2.
Memerlukan alokasi waktu yang lebih
panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
4) Pembelajaran Berdasarkan Masalah
a)
Pengertian
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar. Pembelajaran berbasis masalah merupakan
suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar
bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat
peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Problem Based Instruction (PBI) memusatkan
pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan
masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
b)
Cara penggunaan
1.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih.
2.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
(menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4.
Guru membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi
tugas dengan temannya.
5.
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang
mereka gunakan.
Prosedur Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Langkah-langkah
|
Kegiatan
Guru
|
Orientasi
masalah
|
Ø Menginformasikan
tujuan pembelajaran
Ø Menciptakan
lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka
Ø Mengarahkan
pada pertanyaan atau masalah
Ø Mendorong
siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka
|
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
|
Ø Membantu
siswa menemukan konsep berdasar masalah
Ø Mendorong
keterbukaan, proses-proses demokrasi dan cara belajar siswa aktif
Ø Menguji
pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan
|
Membantu menyelidiki secara mandiri atau
kelompok
|
Ø Memberi
kemudahan pengerjaan siswa dalam mengerjakan/menyelesaikan masalah
Ø Mendorong
kerjasama dan penyelesaian tugas-tugas
Ø Mendorong
dialog, diskusi dengan teman
Ø Membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan
dengan masalah
Ø Membantu
siswa merumuskan hipotesis
Ø Membantu
siswa dalam memberikan solusi
|
Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
|
Ø Membimbing
siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKP)
Ø Membimbing
siswa menyajikan hasil kerja
|
Menganalisa dan mengevaluasi hasil
pemecahan
|
Ø Membantu
siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah
Ø Memotivasi
siswa untuk terlibat dalam pemcahan masalah
Ø Mengevaluasi
materi
|
c)
Karakteristik Pembelajaran Berdasarkan
Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem
Based Learning)
memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
1.
Mengorientasikan
siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran terisolasi
2.
Berpusat
pada siswa dalam jangka waktu lama
3.
Menciptakan
pembelajaran interdisiplin,
4.
Penyelidikan
masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis .
5.
Menghasilkan
produk/karya dan memamerkannya
6.
Mengajarkan
kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam
kehidupannya yang panjang
7.
Pembelajaran
terjadi pada kelompok kecil (kooperatif).
8.
Guru
berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
9.
Masalah
diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran
10. Masalah adalah kendaraan untuk
pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
11. Informasi baru diperoleh lewat
belajar mandiri
d) Kelebihan
Kelebihan metode ini
adalah sebagai berikut:
1.
Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar
sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2.
Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan
siswa lain.
3.
Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
e)
Kekurangan
1. Untuk
siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan
banyak waktu dan dana.
3. Tidak
semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
5) Cooperative Script
a) Pengertian
Skrip kooperatif adalah
metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
b) Langkah-langkah
Adapun langkah-langkah metode ini
adalah sebagai berikut:
1)
Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2)
Guru membagikan wacana / materi tiap
siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3)
dan siswa menetapkan siapa yang pertama
berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4)
Pembicara membacakan ringkasannya
selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya,
pendengar menyimak, mengoreksi, menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
dan membantu mengingat atau menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi
sebelumnya.
5)
Bertukar peran, semula sebagai pembicara
ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6)
Kesimpulan guru.
7)
Penutup.
c) Kelebihan
Kelebihan metode ini adalah sebagai
berikut:
1.
Melatih pendengaran, ketelitian /
kecermatan.
2.
Setiap siswa mendapat peran.
3.
Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain
dengan lisan.
d) Kekurangan
1.
Hanya digunakan untuk mata pelajaran
tertentu
2.
Hanya dilakukan dua orang (tidak
melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang
tersebut).[3]
6) Picture and Picture
a) Pengertian
Picture and Picture
adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan
menjadi urutan logis.
b) Langkah-langkah
1) Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Menyajikan
materi sebagai pengantar.
3) Guru
menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4) Guru
menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5) Guru
menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6) Dari
alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7) Kesimpulan
/ rangkuman.
c) Kelebihan
1)
Guru lebih mengetahui kemampuan
masing-masing siswa.
2)
Melatih berpikir logis dan sistematis.
d) Kekurangan
dari metode ini yaitu:
Ø Memakan
banyak waktu sehingga banyak siswa yang pasif.
7)
Numbered
Heads Together
a) Pengertian
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar
dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara
acak guru memanggil nomor dari siswa.
b) Langkah-langkah
1)
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap
siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2)
Guru memberikan tugas dan masing-masing
kelompok mengerjakannya.
3)
Kelompok mendiskusikan jawaban yang
benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4)
Guru memanggil salah satu nomor siswa
dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5)
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian
guru menunjuk nomor yang lain.
6)
Kesimpulan.
c) Kelebihan
Kelebihan metode ini
adalah sebagai berikut:
1)
Setiap siswa menjadi siap semua.
2)
Dapat melakukan diskusi dengan
sungguh-sungguh.
3)
Siswa yang pandai dapat mengajari siswa
yang kurang pandai.
d) Kelemahan
1)
Kemungkinan nomor yang dipanggil,
dipanggil lagi oleh guru.
2)
Tidak semua anggota kelompok dipanggil
oleh guru
8) Metode Investigasi Kelompok (Group
Investigation)
a) Pengertian
Metode investigasi kelompok dipandang sebagai metode
yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran
kooperatif, melibatkan siswa sejak perencanaan untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Siswa
memilih topik, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik, dan
menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas.
b) Langkah-langkah
1. Seleksi
topik
Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah
masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Siswa
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task
oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang.
2. Merencanakan
kerjasama
Siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur
belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan
subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
3. Implementasi
Siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan
pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan
ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong siswa untuk menggunakan
berbagai sumber baik. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis
dan sintesis
Siswa menganalisis dan mensintesis berbagai
informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat
diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian
hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa saling
terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai
kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.
Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau
keduanya.
c)
Kelebihan
1.
Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi dan keterampilan inkuiri komplek
2.
Kegiatan belajar berfokus pada siswa
sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan baik.
3.
Meningkatkan keterampilan sosial dimana
siswa dilatih untuk bekerja sama dengan siswa lain
4.
Meningkatkan pengembangan softskills
(kritis, komunikasi, kreatif) dan group process skill (managemen
kelompok)
5.
Menggunakan berbagai sumber baik yang
terdapat di dalam maupun di luar sekolah
6.
Mengembangkan pemahaman siswa melalui
berbagai kegiatan
7.
Mampu menumbuhkan sikap saling
menghargai, saling menguntungkan, memperkuat ikatan social, tumbuh sikap untuk
lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan merasa berguna
untuk orang lain
8.
Dapat mengembangkan kemampuan
professional guru dalam mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif
d) Kelemahan
Adapun kelemahan metode ini adalah sebagai berikut:
1.
Memerlukan norma dan struktur kelas yang
lebih rumit
2.
Pendekatan ini mengutamakan keterlibatan
pertukaran pemikiran para siswa kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai
secara sistematis, sehingga tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak
turut aktif
3.
Memerlukan waktu belajar relatif lebih
lama
4.
Diperlukan waktu untuk penyesuaian
sehingga suasana kelas menjadi mudah ribut
5.
Tidak semua mata pelajaran dapat
diterapkan dengan metode ini
6.
Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan
materi atau topik investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit
terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya.[4]
9) Metode Jigsaw
a) Pengertian
Dalam model ini guru membagi satuan informasi yang
besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke
dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga
setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik
yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok
yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang
terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang. Siswa-siswa ini bekerja
sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam belajar dan menjadi ahli
dalam subtopik bagiannya dan merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik
bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali
lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan
informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik
lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk
menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru.
Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara
keseluruhan.
b) Langkah-langkah:
1.
Memilih materi yang dapat dibagi menjadi
beberapa bagian
2. Membagi
siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan bagian yang disiapkan
3. Setiap
kelompok diberi materi yang berbeda untuk dipahami
4. Selanjutnya,
setiap kelompok akan mengirimkan anggotanya kepada kelompok lain yang ada untuk
menyampaikan materi yang telah di pelajari di kelompok
5. Kelompok
kembali pada suasana semula, jika ada permasalahan dapat ditanyakan atau
didiskusikan
6. Guru
memberi pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi[5]
c)
Kelebihan
Metode Jigsaw semacam ini memungkinkan peserta
berbagi perspektif yang berbeda tantang bacaan yang sama, yang secara
potensial diakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap salah satu
bab. Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses analisis daripada hanya
sekedar narasi sederhana.
d)
Kekurangan:
1) Kondisi kelas yang cenderung ramai karena perpindahan
siswa dari kelompok satu ke kelompok lain.
2)
Dirasa
sulit meyakinkan untuk berdiskusi menyampaiakn materi pada teman jika tidak
punya rasa percaya diri.
3)
Kurang
partisipasi beberapa siswa yang mungkin masih bergantung pada teman lain,
biasanya terjadi dalam kelompok asal.
4)
Ada
siswa yang berkuasa karena merasa paling pintar di antara anggota kelompok.
5)
Awal
penggunaan metode ini biasanya sulit di kendalikan, biasanya butuh waktu yang
cukup dan persiapan yang matang agar berjalan dengan baik.
6)
Aplikasi
metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa
diatasi dengan model “team teaching”.
10) Metode Team Games Tournament (TGT)
a) Pengertian
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu
tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran
siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang
dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih
rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar.
b) Komponen
Metode Team Games Tournament (TGT)
Ada 5 komponen utama
dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian
kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi
dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau
dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa
harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru,
karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada
saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok
(team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang
siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin
dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama
teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar
bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan
belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat
skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau
pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah
mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa
meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga
siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team
recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,
masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor
memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika
rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan
“Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.
c)
Kelebihan
1)
Lebih meningkatkan pencurahan waktu
untuk tugas
2)
Mengedepankan penerimaan terhadap
perbedaan individu
3)
Dengan waktu yang sedikit dapat
menguasai materi secara mendalam
4)
Proses belajar mengajar berlangsung
dengan keaktifan dari siswa
5)
Mendidik siswa untuk berlatih
bersosialisasi dengan orang lain
6)
Motivasi belajar lebih tinggi
7)
Hasil belajar lebih baik
8)
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan
toleransi
d)
Kekurangan/Kelemahan
dapat dilihat dari aspek pendidik dan peserta didik
v Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan
heterogen dari segi akademis yang akan dapat diatasi jika guru yang bertindak
sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang
dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu. Kesulitan
ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
v Bagi Siswa
Siswa yang berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan
sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasinya, tugas
guru: membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi
agar mampu menularkan pengetahuannya.
11) Model Student Teams – Achievement
Divisions (STAD)
a) Pengertian
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa
yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
b) Langkah-langkah
1. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru
menyajikan pelajaran.
3. Guru
memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota
yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.
4. Guru
memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu.
5. Memberi
evaluasi.
6. Penutup.
c) Kelebihan
Seluruh
siswa menjadi lebih siapdan melatih kerjasama dengan baik.
d) Kekurangan
Anggota kelompok semua
mengalami kesulitan dalam membedakan siswa.
12) Model Examples Non Examples
a) Pengertian
Examples Non Examples adalah metode belajar yang
menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan
dengan Kopetensi Dasar.
b) Langkah-langkah
1.
Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
2.
Guru menempelkan gambar di papan atau
ditayangkan lewat OHP.
3.
Guru memberi petunjuk dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4.
Melalui diskusi kelompok 2-3 orang
siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5.
Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan
hasil diskusinya.
6.
Mulai dari komentar / hasil diskusi
siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7.
Kesimpulan.
c) Kebaikan
1. Siswa
lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa
mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa
diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
d) Kekurangan
1.
Tidak semua materi dapat disajikan dalam
bentuk gambar.
2.
Memakan waktu yang lama.
13) Model Lesson Study
a) Pengertian
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan
di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson
study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam
mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/
menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
b) Langkah-langkah
Langkah-langkah
metode ini yaitu:
1. Sejumlah
guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
Ø Perencanaan.
Ø Praktek
mengajar.
Ø Observasi.
Ø Refleksi/
kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah
satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat
rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang
menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran
pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek
mengajar terlaksana.
4. Guru-guru
lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan
rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua
guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama
mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung.
Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan
langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil
pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan
seterusnya kembali ke (2).
c) Kelebihan
1. Dapat
diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga
dan pada setiap tingkatan kelas.
2. Dapat
dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
d)
Kekurangan
1)
Guru
agak sulit memantau siswa yang duduk di belakang
2)
Siswa
yang duduk di barisan samping agak sulit melihat tulisan pada papan tulis
3)
Beberapa
siswa kesulitan melihat tulisan pada papan tulis
4) Guru kesulitan memantau aktivitas
semua siswa
C.
Komponen
Metode Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional
yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain
untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, pembelajaran meliputi suatu
komponen, antara lain tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi, dan
evaluasi.
1)
Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal
ini guru merupakan faktor yang terpenting. Komponen guru tidak dapat
dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, dan sebaliknya guru mampu
memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi bervariasi.
Sedangkan komponen lain tidak dapat mengubah guru
menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah membentuk
lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan dari
proses belajar peserta didik, yang pada akhirnya peserta didik memperoleh suatu
hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Dalam merekayasa pembelajaran,
guru harus berdasarkan kurikulum yang berlaku.
2)
Peserta didik
Peserta didik merupakan
komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan
menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar. Komponen peserta ini dapat
dimodifikasi oleh guru.[6]
3)
Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan
untuk menentukan strategi, materi, media dan evaluasi pembelajaran. Untuk itu,
dalam strategi pembelajaran, penentuan tujuan merupakan komponen yang pertama
kali harus dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajran merupakan
target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran
4)
Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis
sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
tuntutan masyarakat. Menurut Suharsimi (1990) bahan ajar merupakan komponen
inti yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran.
5)
Kegiatan pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
optimal, maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu dirumuskan komponen
kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pembelajaran.
6)
Metode
Metode adalah satu cara yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil
atau tidaknya pembelajaran yang berlangsung.
7)
Alat
Alat yang dipergunakan dalam pembelajran
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran alat memiliki fungsi sebagai pelengkap
untuk mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat verbal dan
alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa suruhan, perintah, larangan dan
lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa globe, peta, papan tulis slide
dan lain-lain.
8)
Sumber Pembelajaran
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa
diperoleh. Sehingga sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan,
dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan
lain-lain.
9)
Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi
untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum,
juga bisa berfungsi sebagai sebagai umpan balik untuk perbaikan strategi yang
telah ditetapkan. Kedua fungsi evaluasi tersebut merupakan evaluasi sebagai
fungsi sumatif dan formatif.
10)
Situasi atau Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan
strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan
fisik (misalnya iklim, madrasah, letak madrasah, dan lain sebagainya), dan
hubungan antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang
lain. Contoh keadaan ini misalnya menurut isi materinya seharusnya pembelajaran
menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena kondisi masyarakat
sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain, misalnya membuat
kliping.
Komponen-komponen strategi pembelajaran tersebut
akan mempengaruhi jalannya pembelajaran, untuk itu semua komponen strategi
pembelajaran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran.
Untuk lebih mempermudah menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap strategi
pembelajaran, komponen strategi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu: peserta didik sebagai raw input, entering behavior peserta didik, dan
instrumental input atau sasaran.
BAB III
TOKOH FILSAFAT ISLAM
Nama lengkap : Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā
Tempat dan tanggal lahir : 980 M, di
Afsyahnah
Tokoh bidang : seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter
kelahiran Persia
Nama lengkap : Abu
Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami (عبد الرحمن بن محمد بن خلدون الحضرمي)
Tokoh dibidang
: sejarawan muslim dari Tunisia disebut bapak pendiri ilmu historiografi,
sosiologi
dan ekonomi.
Karyanya adalah Muqaddimah
(Pendahuluan).
Nama lengkap : Abdul Yusuf Ya’qub bin
Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin
Qais al-Kindi.
Tempat dan tanggal
lahir : Kufah sekitar tahun 185 H (801 M)
Tokoh bidang : filsafat dan
menekuni bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu
pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika.
Nama lengkap
: Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i
Tempat dan tanggal lahir : Thus; 1058 / 450 H
Tokoh bidang
: seorang filosof dan teolog muslim Persia
Nama
lengkap : Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi
Tempat dan tanggal lahir : 872 M, Otrar,
Kazakhstan
Tokoh
bidang : Beliau terkemuka dalam bidang
falsafah, logik, dan sosiologi.
Nama lengkap : Kyai Haji Ahmad Dahlan
atau Muhammad Darwis
Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 1
Agustus 1868
Tokoh bidang : Pendiri muhammadiyah dan
Pahlawan Nasional
Nama
lengkap : Kyai Haji Mohammad Hasjim
Asy'arie
Tempat
dan tanggal lahir : 10 April 1875, Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten
Jombang, Jawa Timur
Tokoh
bidang : Pendiri Nahdlatul Ulama dan
Pahlawan Nasional
A. Ibnu Sina
1)
Riwayat
Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina
adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di
Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada
pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara ia dibesarkan serta belajar falsafah
kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah
banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari
mutafalsir Abu Abdellah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu
logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan
Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan
metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan
bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang
sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Dengan ketajaman
otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang
cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu
kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya
Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca
Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M),
semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan
dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus
ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi
Sesudah itu ia
mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Belum lagi
usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah
dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia
tidak cukup dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan
mengobati orang - orang sakit.Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca
buku - buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon
kepada Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah
dikecewakan. Sering - sering ia tertidur karena kepayahan membaca, maka didalam
tidurnya itu dilihatnya pemecahan terhadap kesulitan - kesulitan yang
dihadapinya.
Ibnu Sina dibesarkan di
dalam sebuah keluarga yang agak teguh. Ayah beliau berasal dari Balakh kemudian
berpindah ke Bukhara pada zaman pemerintahan Al-Amir Nuh bin Mansur dan tinggal
di salah sebuah perkampungan kecil di Bukhara yang bernama Khirmithan, walau
bagaimanapun akhirnya beliau tinggal menetap di Afsyanah kerana tempat tersebut
hampir dengan tempat kerjanya. Dengan demikian bapa Ibnu Sina mampu memberikan
pendidikan yang unggul dan pengetahuan yang agak tinggi kepada Ibnu Sina dan
adik-beradik beliau jika dibandingkan dengan suasana yang ada pada masa
tersebut. Bapa beliau telah menyediakan seorang guru Al-Quran dan seorang guru
kesusasteraan menyebabkan Ibnu Sina dapat menghafal seluruh Al-Quran dalam usia
sepuluh tahun.
Sewaktu berumur 17
tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah
mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak
itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi
perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian
dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut
terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja
membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari
perpustakaan itu .
2)
Kemampuan
Ibnu Sina
a)
Teori-Teori Anatomi Dan Fisiologi
Teori-teori anatomi dan
fisiologi dalam buku-buku beliau adalah menggambarkan analogi manusia terhadap
negara dan mikrokosmos (dunia kecil) terhadap alam semester sebagai makrokosmos
(dunia besar).Misalnya digambarkan bahawa syurga kayangan adalah bulat dan bumi
adalah persegi dan dengan demikian kepala itu bulat dan kaki itu empat persegi.
Terdapat empat musim dan 12 bulan dalam setahun, dengan itu manusia memiliki
empat tangkai dan lengan (anggota badan) mempunyai 12 tulang sendi. Hati
(heart) adalah ‘pangeran’-nya tubuh manusia, sementera paru-paru adalah
‘menteri’nya.
Leher merupakan
‘jendela’nya sang badan, manakala kandung empedu sebagai ‘markas pusat’-nya.
Limpa dan perut sebagai ‘bumbung’ sedangkan usus merupakan sistem komunikasi
dan sistem pembuangan. Sementara itu “Canon of Medicine” memuatkan pernyataan
yang tegas bahawa “darah mengalir secara terus-menerus dalam suatu lingkaran
dan tak pernah berhenti”.
Namun ini belum dapat
dianggap sebagai suatu penemuan tentang srikulasi darah, kerana bangsa cina
tidak membezakan antara urat-urat darah halus (Veins) dengan pembuluh nadi
(arferies). Analogi tersebut hanyalah analogi yang digambarkan antara gerakan
darah dan siklus alam semesta, pergantian musim dan gerakan-gerakan tubuh tanpa
peragaan secara empirik pada keadaan yang sebenarnya.Manuskrip
al-Qanun fit-Tibb (Canon of Medicine) karangan Ibnu Sina
b)
Pengaruh Ibnu Sina (Avicenna)
Pengaruh Ibnu Sina
sebagai seorang failasuf dan doktor perubatan dalam kebudayaan Eropah adalah
luas. Buku karangannya al-Qanun Fit- Tibb (Peraturan Perubatan) terdiri
daripada 14 jilid, telah dianggap sebagai himpunan perbendaharaan ilmu
perubatan. Ilmu perubatan moden banyak mendapat pelajaran daripada Ibnu Sina,
dari segi pengunaan ubat, diagnosis dan pembedahan.
c)
Terjemahan Dan Bahan Rujukan al-Qanun
Fit- Tibb
Pada abad ke 12 M Gerard
Cremona yang berpindah ke Toledo, Sepanyol
telah menterjemahkan buku Ibnu Sina ke bahasa Latin. Buku ini menjadi buku
rujukan utama di universiti-universiti Eropah hingga 1500 M. Bukunya telah
disalin (cetak ) sebanyak 16 kali dan 15 edisi dalam bahasa Latin dan sebuah
edisi dalam bahasa Yahudi (Hebrew).Disamping itu buku tersebut turut
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, Perancis , Sepanyol dan Itali . Pada
abad ke 16 M, buku ini dicetak 21 kali. Al-Qanun Fit-Tibb juga digunakan
sebagai buku teks kedoktoran di berbagai universiti di Perancis. Misalnya di
Sekolah Tinggi Kedoktoran Montpellier dan Louvin telah menggunakannya sebagai
bahan rujukan pada abad ke 17 M. Sementara itu Prof. Phillip K. Hitpi telah
menganggap buku tersebut sebagai “Ensiklopedia Kedoktoran”. Penulis-penulis
Barat telah menganggap Ibnu Sina sebagai ‘Bapa Doktor’ kerana Ibnu Sina telah
menyatupadukan teori perubatan Yunani Hippocrates dan Galen dan pengalaman dari
ahli-ahli perubatan dari India dan Parsi dan pengalaman beliau sendiri.
d)
Perintis Pengenalan Penyakit Saraf
Al- Qanun Fit-Tibb
telah membincangkan serta mengenegahkan mengenai penyakit saraf. Buku tersebut
juga telah mengajar mengenai cara-cara pembedahan dimana telah menekankan
keperluan pembersihan luka. Malahan di dalam buku-buku tersebut juga dinyatakan
keterangan-keterangan dengan lebih jelas di samping hiasan gambar-gambar dan
sketsa-sketsa yang sekaligus menunjukkan pengetahuan anatomi Ibnu Sina yang
luas.
e)
Ibnu Sina- Sebagai Seorang Doktor
Ibnu Sina pernah di
beri gelaran sebagai “Medicorum Principal” atau “Raja Diraja Doktor” oleh kaum
Latin Skolastik. Antara gelaran lain yang pernah diberikan kepadanya adalah
sebagai “Raja Ubat”. Malahan dalam dunia Islam, ia dianggap sebagai “Zenith”,
puncak tertinggi dalam ilmu kedoktoran . Ibnu Sina menjadi “Doktor Di Raja”
iaitu doktor kepada Sultan Nuh 11 bin Mansur di Bukhara pada tahun 378 H/ 997 M
iaitu ketika beliau berusia 18 tahun. Pada waktu itu penyakit sultan dalam
keadaan parah dan tidak ada doktor lain yang berjaya mengubati baginda. Akan
tetapi berkat pertolongan Ibnu Sina baginda kembali pulih.
f)
Penemuan-Penemuan Baru
Ibnu Sina dikenali
sebagai seorang saintis yang banyak memberikan saham terhadap dunia ilmu
pengetahuan melalui penemuan-penemuan barunya. Antara sumbangan beliau adalah
di dalam bidang geografi, geologi, kimia dan kosmologi.
g)
Bidang Geografi
Ibnu Sina merupakan
seorang ahli geografi yang mampu menerangkan bagaimana sungai-sungai
berhubungan dan berasal dari gunung-ganang dan lembah-lembah. Malahan ia mampu
mengemukakan suatu hipotesis atau teori pada waktu itu di mana gagal dilakukan
oleh ahli Yunani dan Romani sejak dari Heredotus, Aristoteles sehinggalah
Protolemaious. Menurut Ibnu Sina ” gunung-ganang yang memang letaknya tinggi
iaitu lingkungan mahupun lapisannya dari kulit bumi, maka apabila ia diterajang
lalu berganti rupa dikarenkan oleh sungai-sungai yang meruntuhkan
pinggiran-pinggirannya. Akibat proses seperti ini, maka terjadilah apa yang
disebut sebagai lembah-lembah.”
h)
Bidang Geologi, Kimia Dan Kosmologi
Sumbangan Ibnu Sina
dalam bidang geologi , kimia serta kosmologi memang tidak dapat di sangsikan
lagi. Menurut A.M.A shushtery, karangan Ibnu Sina mengenai ilmu pertambangan
(mineral) menjadi sumber geologi di Eropah. Dalam bidang kimia , ia juga meninggalkan
penemuan-penemuan yang bermanafaat. Menurut Reuben Levy, Ibnu Sina telah
menerangkan bahawa benda-benda logam sebenarnya berbeza antara satu dengan yang
lain. Setiap logam terdiri dari berbagai jenis. Penerangan tersebut telah
memperkembangkan ilmu kimia yang telah dirintis sebelumnya oleh Jabbir
Ibnu Hayyan , Bapa Kimia Muslim. Sebahagian daripada karyanya yang dapat
dicatat di sini adalah daripada :
Ø Bidang
logika “Isaguji”, “The Isagoge”, ilmu logika Isagoge.
Ø Fi
Aqsam al-Ulum al-Aqliyah (On the Divisions of the Rational Sciences) tentang
pembahagian ilmu-ilmu rasional.
Ø Bidang
metafizika, “Ilahiyyat” (Ilmu ketuhanan)
Ø Bidang
psikologi, “Kitab an-Nayat” (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan
jiwa.
Ø Fiad-Din
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi “Liber de Mineralibus”
yakni tentang pemilikan (mimeral).
Ø Bidang
sastera arab “Risalah fi Asab Huduts al-Huruf” ,risalah tentang sebab-sebab
terjadinya huruf.
Ø Bidang
syair dan prosa “Al-Qasidah al- Aniyyah” syair-syair tentang jiwa manusia.
Ø Cerita-cerita
roman fiktif , “Risalah ath-Thayr” cerita seekor burung.
Ø Bidang
politik “Risalah as-Siyasah” (Book on Politics) – Buku tentang politik.[7]
i)
Dibidang filsafat
Ibnu Sina dianggap
sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina
otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia
memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan
pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan
menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat
Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya
tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan
sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan - peperangan yang
meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga
pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan
penerangan dan keterangan yang luas.”
3)
Pemikiran di bidang Pendidikan
Pemikiran ibnu sina
dalam bidang pendidikan antara lain berkenaan dengan lima aspek pendidikan
yaitu tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru dan pelaksanaan
hukuman dalam pendidikan.
Pentingnya pendidikan
akhlak yaitu untuk membimbing para peserta didik dalam pendidikan Islam,
pendidikan akhlak memang menjadi prioritas penting. Bahkan akhlak mulia menjadi
salah satu indikator penting. Namun dalam pelaksanaan pendidikan akhlak,
tampaknya belum ditemukan yang tepat dan jelas. Padahal persoalan akhlak
menjadi masalah utama yang terjadi. Oleh karena itu para pendidik harus
memperhatikan system yang dilakukan.
Pendidikan al-Qur'an
sebagai model. Ibn Sina yang sering dikenal dunia internasional sebagai ahli di
bidang kedokteran dan filosof, ternyata memahami benar tentang al-Qur'an.
Bahkan di usia yang masih muda, sekitar 10 tahun, ia telah menghafal seluruh
al-Qur'an. Itu artinya al-Qur'an sangat menentukan keberhasilan Ibn Sina
sebagai seorang ilmuan, dan menawarkan pentingnya mempelajari al-Qur'an yang
dimulai sejak kecil.
Pendidikan yang
berorientasi kepada jiwa (al-nafs). Salah satu pemikiran penting Ibn Sina dalam
filsafat adalah konsep jiwa. Jika ditelusuri pemikiran pendidikan Islam Ibn
Sina nampaknya akan diarahkan kepada pengembangan potensi anak didik sehingga
memiliki tingkat jiwa yang tertinggi, yaitu al-aql al-mustafad. Memahami bahwa
konsep jiwa yang ditawarkannya telah mencakup kecerdasan intelektual,
emosional, dan spiritual sebagaimana yang dikenal dewasa ini, bahkan melebihi
dari konsep itu.
Oleh
karena itu, pendidikan harus berorientasi kepada kecerdasan jiwa tersebut.
Dengan jiwa yang suci,akan memudahkan anak didik menguasai berbagai ilmu yang
dipelajarinya serta mudah pula membina kepribadiannya.Pendidikan yang
berorientasi kepada jiwa (al-nafs) dapat mencerdaskan peserta didik dan
membentuk kepribadian yang berakhlak mulia.
Pemikiran lain dari
Ibnu Sina ini adalah”Pendidikan tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan
apapun yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan fisik seperti olahraga,
makanan, minuman, tidur, dan kebersihan,” tutur Ibnu Sina,
Dalam pandangan Ibnu
Sina, pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral, namun juga
membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan karakter.
Menurutnya, pendidikan sangat penting diberikan kepada anak-anak untuk
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.
v Masa
Baru Lahir hingga umur dua tahun : dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan
harus dilakukan sejak dini, yakni sejak seseorang terlahir ke muka bumi.
Pendidikan bagi bayi yang baru lahir, kata dia, bisa diberikan melalui berbagai
tahapan kegiatan mengasuh bayi seperti menidurkan, memandikan, menyusui, dan
memberikan latihan-latihan ringan bagi bayi.
Menurutnya, bayi harus
ditidurkan di ruang yang suhunya sejuk; tidak terlalu dingin dan terlalu panas.
Ruang tidur bayi juga harus remang-remang, jangan terlalu terang. Menurut dia,
sang ibu harus memandikan bayinya lebih dari satu kali dalam sehari, dia juga
harus menyusui anaknya sendiri, dan menentukan takaran menyusui yang dibutuhkan
bayi.
Ketika bayi sudah
memiliki gigi, maka mulai diperkenalkan dengan memakan makanan baru yang
lebih kuat dari pada ASI. Bayi bisa memakan roti yang dicelupkan dengan air
minum, susu, maupun madu. Lalu makanan tersebut diberikan kepada bayi dalam
jumlah kecil dan sedikit demi sedikit dia disapih. Sebab penghentian pemberian
ASI tidak bisa dilakukan secara drastis.
v Masa
kanak-kanak: Menurut Ibnu Sina, masa kanak-kanak merupakan saat pembentukan
fisik, mental, dan moral. Oleh karena itu terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan: Pertama, anak-anak harus dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang
bisa mempengaruhi jiwa dan moralnya. Kedua, untuk perkembangan tubuh dan
gerakannya, anak-anak harus dibangunkan dari tidur.
v Masa Pendidikan: Pada masa ini, anak-anak
sudah berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada masa ini, anak-anak harus
mempelajari prinsip kebudayaan Islam dari Alquran, puisi-puisi Arab, kaligrafi,
juga para pemimpin Islam.
Menurut Ibnu Sina,
pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompok-kelompok, bukan
perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu, mereka bisa
belajar mengenai arti persahabatan.
v Masa
usia 14 tahun ke atas: Pada masa remaja ini, mereka dipersiapkan untuk
mempelajari tipe pelajaran tertentu supaya memiliki keahlian khusus. Selain
itu, mereka harus mempelajari pelajaran yang sesuai dengan bakat mereka. Mereka
juga tidak boleh dipaksa untuk mempelajari dan bekerja di bidang yang tidak
mereka inginkan dan mereka pahami. Namun pelajaran dasar harus diberikan kepada
mereka.
Ibnu Sina menganggap
pendidikan pada anak-anak maupun remaja harus diberikan karena pendidikan itu
memiliki hubungan yang erat antara pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial. Yang
paling penting, setiap pelajar harus menjadi seorang ahli dalam bidang tertentu
yang akan mendukung pekerjaannya di masa depan.
4)
Karangan
Ibnu Sina
Adapun karangan yang
telah dibuat Ibnu Sina adalah:
a)
Asy-Syifa.
Buku ini adalah buku
filsafat yang terpenting dan terbesar Ibnu Sina, dan terdiri dari empat bagian.
yaitu logik, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan). Buku tersebut
mempunyai beberapa naskah yang tersebar di berbagai perpustakaan di Barat dan
Timur.
b)
An-Najat
Buku ini merupakan
keringkasan buku Asy-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama dengan
buku Al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun
1331 M di Mesir.
c)
Al-Isyart wa Tanbihat
Buku ini adalah buku
terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892
M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Kemudian,
diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di bawah asuhan Dr. Sulaiman Dunia
d)
Al-Hikmat Al-Masyriqiiyyah
Buku ini banyak
dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan
naskah-naskahnya yang masih memuat bagian logika. Menurut Carlos Nallino,
buku ini berisi filsafat Timur sebagai imbangan dari filsafat Barat.a
e)
Al-Qanun atau Canon of Medicine,
Buku ini pernah di
terjemahkan dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku standar untuk
universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke tujuh belas Masehi. Buku
tersebut pernah diterbitkan di Roma tahun 1593 M, dan India tahun 1323 H.
Risalah-risalaj lain yang banyak jumlahnya dalam lapangan filsafat, etika,
logika dan fsikologi.[8]
5)
Kewafatan
Ibnu Sina:
Walaupun Ibnu Sina
salah seorang yang mengutamakan ilmu kedoktoran tetapi beliau tidak mengambil
berat kepada kesihatan diri beliau menyebabkan beliau menghadapi pelbagai
penyakit sehinggalah kekuatannya menjadi semakin lemah dan akhirnya beliau
wafat pada tahun 428 Hijrah / 1037 Masihi di negeri Hamdan.
B. Ibn Khaldun (732
H/1332 M – 808 H/1406 M)
1.
Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun yang bernama
lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliudin Ibn Khaldun lahir di Tunisia pada awal
Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Berdasarkan silsilahnya,
Ibn Khaldun masih mempunyai hubungan darah dengan Wail bin Hajar, salah seorang
shabat Nabi yang terkemuka. Keluarga Ibn khaldun yang berasal dari
Hadramaut, Yaman ini terkenal sebagai keluarga yang berpengetahuan
luas dan berpangkat serta menduduki berbagai jabatan tinggi kenegaraan.
Ibn Khaldun sudah ditakdirkan menduduki
jabatan tertinggi dalam administrasi negara dan mengambil bagian dalam
hampir semua pertikaian politik di Afrika Utara. Namun karena pengaruh
budaya Spanyol yang sempat melekat dalam kehidupan keluarga dan dirinya selama
satu abad, Ibn Khaldun tidak pernah menjadi “anggota penuh” dari masyarakatnya
dan tetap hanya menjadi pengamat luar dari dunianya.
Ibnu khaldun adalah anggota dari kelompok
elit,baik karena keturunan maupun pendidikan. Pada tahun 1352 M, ketika
masih berusia dua puluh tahun, ia sudah menjadi master of the seal dan memulai
karier politiknya yang berlanjut hingga 1375 M. Perjalanan hidupnya
beragam. Namun, baik didalam penjara atau di istana, dalam keadaan kaya atau
miskin ,menjadi pelarian atau menteri ,ia selalu mengambil bagian dalam
peristiwa-peristiwa politik di zamannya, dan selalu tetap berhubungan dengan
para ilmuwan lainnya baik dari kalangan muslim, Kristen maupun Yahudi. Hal ini
manandakan bahwa Ibn Khaldun tidak pernah berhenti belajar.
Dari tahun 1375 M
sampai 1378 M, Ia menjalani pensiunnya Gal’at Ibn Salamah, sebuah puri di
provinsi Oran, dan mulai menulis sejarah dunia dengan muqaddimah sebagai volume
pertamanya. Pada tahun 1378 M, karena ingin mencari bahan –bahan dari buku di
berbagai perpustakaan besar, Ibn Khaldun mendapatkan izin dari pemerintah
Hafsid untuk kembali ke Tunisia. Disana hingga tahun 1382 M ketika berangkat ke
Iskandariah, ia manjadi guru besar ilmu hukum. Sisa hidupnya di habiskan
di Kairo hingga wafat pada tanggal 17 Maret 1406 M.
2.
Kemampuan Ibnu Khaldun
a) Penglibatan
dalam aktiviti Sosial dan Politik
Beliau pernah
menyandang beberapa jawatan dan pernah berkhidmat dengan beberapa orang
pemerintah di Utara Afrika dan di Andalus.
Banyak menyandang
jawatan penting seperti Setiausaha Negara di istana Sultan Abu Ishaq bin Abi
Yahya dan Sultan Abu Annan; Anggota Majlis Ilmiah; Anggota Jabatan Setiausaha
Sulit Sultan Abu Salim bin Abi Al-Hasan di Fez, Maghribi; Duta Granada; Perdana
Menteri (Hajib) Bougie dan Ketua Hakim (Qadhi Al-Dudhah). Jawatan tersebut
memberi peluang untuk berkhidmat kepada negara dengan lebih berkesan.
b) Bidang ilmu dan pemikiran Islam
Berjaya menganalisis
sejarah dari aspek kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan pendidikan. Memberi
panduan yang terbaik kepada manusia tentang asas pembinaan sesebuah tamadun.
Berpendapat bahawa sesebuah tamadun tertegak hasil dari keunggulan rohani
dengan jasmani.
Merupakan pelopor
kepada pemikiran-pemikiran moden khususnya dalam bidang sejarah, politik,
ekonomi, sosiologi dan pendidikan. Para sarjana mengiktiraf karya beliau
sebagai bahan kajian dan rujukan. Pemikiran beliau sering dijadikan wacana,
tema-tema seminar, bengkel, persidangan ilmiah, judul-judul buku dan tesis di
peringkat pengajian tinggi.
Sebuah anugerah ilmiah
yang berprestij dinamakan sempena nama beliau iaitu Ibnu Khaldun Chair of
Islamic Studies di Universiti Amerika. Namanya diabdikan di dalam sebuah
universiti di Jakarta, Indonesia iaitu Universiti Ibnu Khaldun.
c) Karya Agung Ibnu Khaldun
Al-Muqaddimah merupakan
karya agung Ibnu Khaldun dalam bidang pensejarahan. Mengikut B. Lewis, buku ini
merupakan ensiklopedia sintesis mengenai metadologi sains kebudayaan yang
penting dan buku ini dapat membantu ahli sejarah dalam penghasilan kajian yang
benar dan ilmiah. Buku ini membahaskan secara terperinci tentang sejarah dan
persejarahan. Buku ini setebal lebih kurang 700 helai muka surat.
Buku Muqaddimah ini
dibahagikan kepada enam bab. Kandungannya ialah:
·
Bab satu - risalah umum tentang
masyarakat dan pertumbuhan umat manusia
·
Bab dua - kehidupan desa masyarakat
badwi atau primitif
·
Bab tiga - mengenai negara, pemerintahan
raja dan institusi khalifah
·
Bab empat-tentang perkembangan
kota-kota dan negeri-negeri serta cara membezakan antara satu kota
dgn kota
·
Bab lima - ekonomi penduduk sesuatu
tempat
·
Bab enam - cara mempelajari ilmu
pengetahuan dan pendidikan
Isi kandungan buku ini
juga terbahagi kepada bahagian asasi dan tidak asasi:
·
Bagian asasi - disiplin falsafah,
falsafah sejarah dan falsafah sains sosial
·
Bagian tidak asasi - geografi,
kebudayaan, politik, agama, peradaban dan ilmu pengetahuan[9]
Muqaddimah ialah
sumbangan yang agung dalam bidang pensejarahan yang merupakan percubaan awal
ahli sejarah untuk memahami perubahan yang berlaku pada organisasi politik dan
sosial manusia.
Buku ini merupakan
percubaan awal ahli sejarah untuk memahami pola perubahan yang berlaku kepada
organisasi politik dan sosial manusia. Buku ini juga menjadi suatu bahan kajian
yang menarik kerana pendekatan yang rasional, kaedah serta perbahasan yang
analitikal dan terperinci.
d) Pengasas
falsafah sejarah
Ibnu Khaldun
mendefinisikan sejarah sebagai catatan atau maklumat tentang masyarakat
manusia, iaitu perubahan-perubahan yang berlaku pada sifat-sifat manusia
seperti kemarahan, kebiadaban, revolusi, perasaan setia kawan dan pemberontakan
sehingga mengakibatkan terbentuknya kerajaan, negara dan rakyat, wujudnya
pelbagai kegiatan dan pekerjaan mansuia, pelbagai aspek ilmu pengetahaun dan
pertukangan, dan secara umumnya berkenaan semua perubahan yang dialami oleh
manusia.Sejarah dan masyarakat adalah satu kesatuan yang mempunyai kesamaan
realiti yang berhubung kait antara satu sama lain.
Konsep ini berbeda
dengan pendapat Herodotus, seorang ahli sejarah Yunani yang mengatakan bahawa
Tuhan telah campur tangan secara langsung dalam menentukan sejarah manusia dan
bukan manusia itu sendiri yang menentukan sejarahnya. Ibnu Khaldun telah
menetapkan beberapa prinsip untuk sejarah. Contohnya, apabila mengkaji sesuatu
peristiwa kebangkitan dan kejatuhan sesebuah kerajaan, seseorang individu perlu
memastikan penglibatan sebab dan akibat kejadian itu berlaku.Keadaan ini
menunjukkan hubungan secara langsung antara sebab dan akibat.
Menurut beliau, manusia
sendiri yang menentukan sejarahnya kecuali mereka yang melanggar hukum Allah
sama ada hukum tersurat dalam wahyu atau tersirat dalam hukum alam akan
ditentukan Allah. Berjaya memurnikan ilmu sejarah dengan menjadikan rasional
sebagai kayu ukur fakta sejarah tanpa fanatik kepada sesuatu laporan yang tidak
terbukti kebenarannya. Menggariskan empat perkara yang perlu dilakukan
sejarawan dalam penelitian dan analisis laporan sejarah:
·
Membandingkan antara peristiwa-peristiwa
dengan berdasarkan kaedah sebab dan musabab.
·
Mengkaji peristiwa-peristiwa lalu untuk
dijadikan iktibar kepada peristiwa-peristiwa yang sedang berlaku.
·
Mengambil kira pengaruh iklim dan alam
sekitar terhadap apa yang berlaku.
·
Mengambil kira kedudukan ekonomi dan
budaya terhadap peristiwa yang berlaku.
e) Sebagai Budayawan
Merupakan penggiat
budaya dan kesusasteraan Arab. Pengajian kesusasteraannya dengan Syeikh
Muhammad Bahr di Tunisia dimanfaatkan untuk menajamkan kemahirannya dalam
bersyair.
Banyak menghasilkan
syair semenjak kanak-kanak lagi. Kemahiran Ibnu Khaldun dalam bidang syair
jelas kelihatan dalam karyanya al-Muqaddimah apabila beliau membahaskan tentang
syair Arab.
f) Bapa Ekonomi Islam
Ibnu Khaldun dikenali
juga sebagai “Bapa Ekonomi Islam” kerana pemikirannya tentang teori
ekonomi yang logik dan realistik. Teori yang dikemukakannya jauh lebih
terdahulu daripada teori-teori ekonomi yang dikemukakan oleh pakar ekonomi
Barat spt Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823). Ibnu Khaldun
telah mengutarakan beberapa prinsip dan falsafah ekonomi spt keadilan,
hardworking, kerjasama, kesederhanan dan fairness. Beliau menegaskan bahawa
keadilan merupakan tulang belakang dan asas kekuatan sesebuah ekonomi.
Ibnu Khaldun melihat
manusia sebagai memerlukan pengetahuan ekonomi utk memenuhi misinya di ats muka
bumi. Manusia perlu menjauhi perbuatan jahat sebaliknya perlu mengikut
ajaran Islam dan mesti memberikan keutamaan kepada kehidupan akhirat. Beliau
juga mengemukakan teori bahawa perekonomian sentiasa berada dlm keseimbangan
antara penawaran dan permintaan. Menurut beliau faktor pengeluaran spt tanah
telah tersedia, faktor buruh masih dianggap faktor terpenting dlm proses
pengeluaran. Ibnu Khaldun juga berpendapat bahawa kenaikan paras harga barangan
yang tetap amat perlu utk mengawal tahap produktiviti.
3. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang
Pendidikan Islam
v Tujuan
Pendidikan
a) Tujuan
peningkatan pemikiran
Beliau memandang bahwa
salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk
lebih giat dan melakukan aktivitas yang dapat dilakukan melalui proses menuntut
ilmu dan ketrampilan sehingga dapat meningkatkan potensi akal. Melalui proses
belajar manusia mencoba meneliti pengetrahuan dan informasi yang diperoleh oleh
pendahulunya, mengumpulkan fakta, dan menginventarisasikan ketrampilan yang
dikuasainya untuk memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan yang semakinmeningkat
sepanjang masa sebagai hasil dari aktivitas akal manusia. Atas dasar pemikiran
tersebut, maka tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah peningkatan
kecerdasan manusia dan kemampuannya berfikir.
b) Tujuan peningkatan kemasyarakatan
Dari segi peningkatan
kemasyarakatan, ia berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi
peradaban manusia. Ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan
taraf hidup manusia. Semakin dinamis budaya masyarakat, maka akan semakin mutu
dan dinamis pula ketrampilan di masyarakat tersebut. Jadi, eksistensi
pendidikan menurutnya merupakan satu sarana yang dapat membantu menuju kemajuan
dan kecemerlangan serta mendorong terciptanya tatanan kehidupan masyarakat ke
arah yang lebih baik.
c) Tujuan
pendidikan dari segi kerohanian
Tujuan pendidikan dari
segi kerohanian adalah dengan meningkatkan kerohanian manusia dengan
menjalankan praktik ibadah, zikir, khalwat (menyendiri) dan mengasingkan diri
dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana para sufi.
v Kurikulum
Pendidikan dan Klasifikasi Ilmu
Kurikulum dan sistem
pendidikan yang tidak selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik akan
menjadikan malas dan enggan belajar. Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi tiga
macam :
1)
Kelompok Ilmu Lisan (bahasa) : tentang
tata bahasa / gramatika, sastra dan bahasa yang tersusun secara puitis (syair).
2)
Kelompok Ilmu Naqli : Ilmu yang diambil
dari kitab suci dan sunnah Nabi. Menurutnya, Al-Qur’an adalah ilmu yang pertama
kali diajarkan pada anak, tentang syariat Islam yang dipegang teguh oleh para
ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap umat Islam. Ilmu Naqli hanya
ditujukan untuk dipelajari pemeluk Islam. Walaupun dalam setiap agama-agama
sebelumnya, ilmu-ilmu tersebut telah ada. Akan tetapi berbeda dengan yang
terdapat dalam Islam.
3)
Kelompok Ilmu Aqli : Ilmu yang diperoleh
manusia melalui kemampuan berfikir. Proses perolehan tersebut dilakukan melalui
panca indera dan akal.
Ilmu Aqli dibagi dalam
empat kelompok, yaitu :
a)
Ilmu Logika (Mantiq)
b)
Ilmu Fisika termasuk di dalamnya
kedokteran dan pertanian
c)
Ilmu Metafisika (‘Ilm Al-Ilahiyat)
d)
Ilmu Matematika termasuk di dalamnya
ilmu geografi, aritmatika, aljabar, dan astronomi
Ibnu Khaldun berupaya
menyusun ilmu-ilmu tersebut berdasarkan urgensi dan faedahnya bagi peserta
didik, yaitu :
a)
Ilmu syariah dengan semua jenisnya
b)
Ilmu filsafat (rasio) ; Ilmu alam
(fisika) ; dan ilmu ketuhanan (metafisika)
c)
Ilmu alat yang membantu ilmu agama, ilmu
bahasa dan gramatika
d)
Ilmu alat yang membantu ilmu falsaffah
(rasio), ilmu mantiq dan ushul fiqh.
Ibnu Khaldun membagi
keempat ilmu tersebut menjadi dua golongan, yaitu ilmu pokok dan ilmu alat.
Ilmu syariah dan ilmu filsafat berada pada satu klasifikasi. Ia menamakannya
dengan ilmu pokok. Namun demikian, ia lebih mengutamakan ilmu syariat daripada
ilmu filsafat karena merupakan asas dari ilmu-ilmu. Menurutnya, ilmu syariat
datang dari Allah dengan perantaraan para Nabi dan manusia hendaknya menerima
apa yang dibawa para Nabi serta mengikutinya untuk tercapainya kebahagiaan. Adapun
golongan ketiga dan keempat, Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ke dalam ilmu
alat. Ia dengan tegas mengutamakan ilmu alat untuk mempelajari ilmu agama
karena sangat penting untuk memahami teks-teks mulia, Al-Qur’an dan Al-Hadits,
terutama ilmu bahasa Arab dengan berbagai jenisnya. Ia meletakkan ilmu Filsafat
pada posisi terakhir. Ia menganjurkan peserta didik untuk mempelajari ilmu ala,
ilmu-ilmu bhasa Arab dengan berbagai jenisnya dan ilmu rasio sekedar untuk
memahami ilmu syariah yang merupakan ilmu pokok.
v Metode
Mengajar
Menurutnya, mengajarkan
pengetahuan pada peserta didik hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan
berangsur-angsur, setapak demi setapak, sedikit demi sedikit. Dalam hubungannya
denga proses mengajarkan ilmu pada peserta didik, Ibnu Khladun mengnjurkan agar
para pendidik mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan metode
yang baik dan mengetahui faedah yang digunakannya. Pendidik tidak boleh
mengajar peserta didik dengan kasar dan dengan makian. Bila hal tersebut
dilakukan, maka akan menyebabkan anak menjadi pemalas, pembohong, tidak bisa
mandiri, kasar, tidak berakhlak mulia, keras kepala, suka membantah dan lainn
sebagainya.
Sejalan dengan metode
diatas, Ibnu Khaldun menganjurkan agat pendidik bersikap sopan dan bijaksana terhadap
peserta didiknya. Demikian pula dengan orangtua agar memilki sikap tersebut
dalam menghadapi anaknya. Ini sangat penting dikarenakan orangtua merupakan
pendidik yang pertama dan utama dalam upaya pembentukan kepribadian seorang
anak.
Beliau mengajurkan
untuk mempergunakan jalan pengajaran konsentris untuk mata pelajaran tertentu
dalam proses belajar mengajar. Lanhkah pertama yang harus ditempuh adalah
peserta didik diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang
pembahsan yang dipelajarinya. Keterangan terhadapa materi pelajaran yang
diberikan hendaknya bersifat umum, yaitu dengan memperharikan kekuatan
pemikiran peserta didik dan kesanggupannya memahami apa yang diberikan
kepadanya. Apabila dengan jalan tersebut seluruh pembahasan pokok telah
dipahami, maka berarti peserta didik telah memperoleh keahlian dalam cabang
ilmu pengetahuan tersebut. Jika pembahasan yang diberikan belum mampu tercapai
secara maksimal, maka harus diulang kembali hingga dikuasai secara rinci, luas
dan mendalam.
v Sifat-Sifat
Pendidik
Seorang pendidik akan
berhasil dalam tugaanya apabila memiliki sifat-sifat yang mendukung
profesionalismenya. Adapun sifat-sifat tersebut adalah:
1)
Pendidik hendaknya lemah lembut,
senantiasa menjauhi sifat kasar, serta menjauhi hukuman yang merusak fisik, dan
psikis peserta didik, terutama terhadap anak-anak yang masih kecil.
2)
Pendidik hendaknya menjadikan dirinya
sebagai uswah alhasanah atau suri tauladan bagi pesetta didik.
3)
Pendidik hendaknya memperhatikan kondisi
peserta didik dalam meberikan pengajarn, sehingga metode dan materi dapat
disesuaika secara proporsional.
4)
Pendidik handaknya mengisi waktu luang
dengan aktivitas yang berguna.
Pendidik harus
profesional dan memilki wawasan yang luas tentang peserta didik, terutama yang
berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwanya, serta kesiapan untuk
menerima pelajaran.
4. Karya-karya Ibnnu Khaldun
Berikut ini beberapa
karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain;
a) Kitab
al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-’Arab wa al-’Ajam wa
al-Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar.
Karya yang dilihat dari
judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat diterjemahkan menjadi;
Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan peristiwa hari-hari arab,
Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki
kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering menyebutnya
dengan kitab al- ‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu
Khaldun.
b) Kitab
Muqaddimah Ibnu Khaldun.
Dalam volume tujuh
jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-maslah sosial, para
Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia.
c) Kitab
al-Ta ‘rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan.
Adalah kitab
otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang
besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya.
d) Karya-karya
lain
Selain karya yang telah
disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-karya lainnya
seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume
ilmu fiqih. Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat
dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya
sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa
al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah
karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas
tentang mistisisme konvensional.
C. Al-Kindi
1) Riwayat Al-Kindi
Nama lengkap beliau
adalah Abu Yusuf Ya'kub bin Ishaq As-Shabbah bin 'Imran bin Ismail bin Muhammad
Al-Asy'ats bin Qays Al-Kindi. Ia dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801
M). Ia termasuk keluarga yang kaya dan terhormat. Kakek buyutnya bernama
Al-Asy’ats ibnu Qays yakni seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur sebagai
Syuhada bersama sa’ad ibnu Abi Waqqas dalam peperangan antara kaum muslimin
dengan Persia di Irak. Sedangkan ayahnya bernama Ishaq ibnu As-Shabbah yakni
seorang Gubernur di Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (tahun 775-785 M) dan
Al-Rasyid (tahun 786-809 M). namun ayahnya meninggal ketika ia masih usia
anak-anak.
Al-kindi berasal dari
Klan Kindah yakni salah satu Kabilah Arab. Selain dari itu, karena ia merupakan
keturunan Arab, ia dimasukkan dalam kelompok filosof Arab.[2] Nama Al-Kindi
dinisbatkan pada sukunya yakni Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku yang
dikenal memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi
orang dikala itu. “Suku ini pulalah yang melahirkan seorang tokoh sastrawan
yang terbesar dan tersebar para kesustraan Arab, sang penyair pangeran Imr
Al-Qays yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah pembunuhan
ayahnya”.
Kalau diperhatikan dari
tahun kelahiran al-Kindi, kita dapat membuat sebuah kesimpulan bahwa ia hidup
pada masa kekuasaan Bani ‘Abbas. Pada masa kecil ia telah merasakan masa pemerintahan
Khalifah Harun Al-Rasyid. Al Kindi sudah menjadi Yatim sejak ia masih berusia
kanak-kanak, namun ia tetap memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu dengan
baik. Al Kindi sendiri mengalami masa pemerintahan lima Khalifah Bani Abbas,
yakni Al-Amin (809-813 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Al- Mu’tasim (833-842 M),
Al-Wasiq (842-847 M), dan Al-Mutawakkil (847-861 M).
Al-Kindi adalah seorang
yang aktif dalam segala aktivitas dilakukannya. Salah satu bentuk dalam
kesibukannya ia menyibukkan dirinya untuk menerjemahkan karya-karya tulisan
Yunani ke dalam Bahasa Arab, juga mengkoreksi hasil terjemahan orang lain atas
karya-karya tersebut dan ia pun bekerja di Istana Khalifah Abbasiyah.
Tidak hanya itu, karena ia dipercaya oleh pihak Istana dengan kemampuannya untuk
mengajar, maka iapun diangkat menjadi guru pribadi pendidik anak Khalifah di
kala itu yang bernama Mu’tashim. Mu’tashim adalah Khalifah yang menggantikan
Al-Makmun, sedangkan anak yang dididik oleh al-Kindi bernama Ahmad bin
Mu’tashim. Namun di masa terakhir kehidupannya, ia diusir dari istana. Akhirnya
ia meninggal di Baghdad pada Tahun 252 H/866 M.
Al-Kindi mulai belajar
sejak ia kecil, dan ia mempelajari ilmu-ilmu sesuai dengan kurikulum pada
masanya. Ia mempelajari al-Qur’an serta belajar membaca, menulis, menghitung
yang diperolehnya sewaktu ia masih Sekolah Dasar di Bashrah. Kemudian ia
melanjutkan ke Baghdad hingga tamat, sehingga ia mahir dalam berbagai cabang
ilmu yang ada pada waktu itu, seperti ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat,
ilmu hitung, mantigh (logika), geometri, astronomi, seni musik, ilmu ukur dan
lain sebagainya. Penguasaanya terhadap filsafat telah menempatkan ia menjadi
orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajarannya para filosof
terkemuka. Karena itulah ia dinilai pantas menyandang gelar Failasuf al-‘Arab
(filosof berkebangsaan Arab). Ia juga mempelajari ilmu-ilmu yang berasal dari
Yunani, hingga sekurang-kurangnya memahami salah satu bahasa yang menjadi
bahasa ilmu pengetahuan di kala itu yakni bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani
yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi
menerjemahkannya kedalam bahasa Arab.
2) Kemampuan Al-Kindi
Al-Kindi mengemukakan
pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain:
a. Pemaduan
Filsafat dan Agama
Al-Kindi orang Islam
yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan antara filasafat dan
agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidak
bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran.
Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi ketuhanan,
keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan
memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat.
Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka menetapkan
keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Agaknya untuk memuskan
semua pihak, terutama orang-orang Islam yang tidak senang dengan filsafat,
dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Al-Quran.Menurutnya
menerima dam mempelajari filsafat sejalan dengan anjuran Al-Quran yang
memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di alam
semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang hanya terjemahan adalah sebagai
berikut.
a) Surat
Al-Nasyr [59]: 2
………Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai
pandangan.
b) Surat
Al-A’raf [7]: 185
Dan
apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu
yang dicipitakan Allah…………….
c) Surat
Al-Ghasiyat [88]: 17-20
Maka
apakah tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana
ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia ditegakkan. Dan bumi,
bagaimana ia dihamparkan.
d) Surat
Al-Baqarah [2]: 164
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang
berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat
tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.
Pemaduan antara
filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut: ilmu agama merupakan
bagian dari filsafat; wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat
saling bersesuaian; menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.[10]
b. Falsafat
Ketuhanan
Tuhan dalam falsafat
al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan mahiah. Tidak aniah
karena tidak termasuk yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia
tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mahiah karena Tuhan
tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan adalah Yang Benar Pertama (Al-Haqqul
Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid).
Sesuai dengan faham
yang ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta dan bukan
Penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles. Alam bagi al-Kindi bukan kekal
di zaman lampau tetapi punya permulaan. Karena itulah ia lebih dekat dalam hal
ini pada falsafat Plotinus yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah
sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi
dari Yang Maha Satu.
c. Falasafat
Jiwa
Al-Quran dan Hadits
Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh dan jiwa. Bahkan
Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak
akan mengetahui hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan Manusia. Dengan
adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim membahas jiwa berdasarkan pada
falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani, kemudian mereka
selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi juga
mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan
lebar. Jiwa mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal
dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya dengan
cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda
dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara badan
mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa menentang keinginan hawa
nafsu. Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu (yang terdapat
di perut), daya marah (terdapat di dada), dan daya pikir (berputar pada
kepala).
d. Akal
Dalam jiwa manusia
terdapat tiga daya yang telah disebutkan diatas salah satunya ialahdaya
berpikir. Daya berpikir itu adalah akal. Menurut al-Kindi akal dibagi
menjadi tiga macam: akal yang bersifat potensil; akal yang keluar dari sifat
potensil dan aktuil; dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari
aktualitas.
Akal yang bersifat
potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekuatan yang
menggerakannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi al-Kindi ada satu lagi
macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama akal yang
selamanya dalam aktualitas. Akal tersebut membuat akal yang bersifat potensil
dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini:
Ø Merupakan
akal pertama
Ø Selamanya
dalam aktualitas
Ø Merupakan
spesies dan genus
Ø Membuat
akal potensil menjadi aktuil berpikir
Ø Tidak
sama dengan akal potensil tetapi lain dari padanya
3) Pemikiran di bidang Pendidikan
Al-Kindi menganggap
bahwa tujuan terakhir filsafat terletak pada hubungan hubungannya dengan
moralitis . sedangkan tujuan dari filosof adalah untuk mengetahui kebenaran dan
kemudian berbuat sesuai dengan kebenaran tersebut. Dengan demikian kearifanj,
perbuatan dan renungan sebagai aspirasi tertyinggi manusia terpadu dalam
dirinya, tampa menyamakan pengetahuan dan kebijaksanaan seperti yang dilakukan
oleh sokrates.
Oleh karena itu menurut
al-Kindi sendiri maksud ilmu pengetahuan etika ialah untuk memperoleh kebijakan
dan menghindari keburukan. Pengethauan tidak hanya untuk membedakan antara
kebaikan dan keburukan, tetapi turut membantu kemurnian jiwa yang merupakan
satu-satunya sara untuk menyatukan kedua hal tersebut. Dan konsepsi kefilsafat
al-Kindi juga tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Melihat pemamparan
pemikiran alkindi diatas ketika kita sambungkan dengan pendidikan bisa
disimpulkan yang pertama dan utama tugas pendidik kepada peserta didik adalah
penanaman etika dulu dengan cara perbaikan jiwa atau nafs.
4) Karya-karya Al Kindi
Sebagai seorang filsuf
yang sangat produktif, diperkirakan karya yang pernah di tulis oleh al-kindi
dalam berbagai bidang tidak kurangb dari 270 buah. Dalam bidang filasafat
diantaranya adalah :
~
Kitab al-falsafah al-Ddakhilat wa al-Masa`il al-Mantiqiyah wa
al-Muqtashah wa ma fawqa al-Thabiiyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan
masalah – masalah logika dan muskil, serta metafisika).
~
Kitab al-kindi ila al-Mu`tashim Billah fi al-falsafah al-Ula
(tentang filsafat pertama).
~
Kitab Fi Annahu al-Falsafah illa bi` jlm al-Riyadiyah (tentang
filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matyematika).
~
Kitab fi qashd Aristhathalisfi al-Maqulat (tentang maksud-maksud
Aristoteles dalam kategori- kategorinya).
~
Kitab fi Ma`iyyah al-Ilm wa Aqsamihi (tantang sifat ilmu
pengetahuan dan klasifikasinya).
~
risalah fi Hudud al-Asyya`wa Rusumilah ( tentang definisi benda –
benda dan uraiannya).
~
Risalah fi Annahu jawahir la Ajsam(tentang substansi – substansi
tanpa badan).
~
Kitab fi ibarah al-jawami` al-Fikriyah(tentang ungkapan-ungakapan
mengenai ide-ide komprehensif).
~
Risalah al Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah(sebuah tulisan filosofis
tentang rahasia – rahasia spiritual).
~
Risalah fi al-Ibanah an al-Illat al-Fa`ilat al-Qaribah li al-kawn
wa al Fasad(tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam
dan kerusakannya).[11]
D. Al- Ghozali
1
Riwayat
Al- Ghozali
Imam al-Ghazzali lahir di di desa Taberan distrik Thus, Persia
pada 450 H (1058 M). Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad. Gelar
al-Ghazzali sendiri diduga diambil dari usaha leluhurnya di bidang pertenunan
(ghazzal). Ayahnya sendiri adalah seorang penenun yang shalih dan sederhana
serta suka mengunjungi para ulama untuk menuntut ilmu. Ia senantiasa memohon
kepada Allah agar dianugerahi anak yang berilmu.
Ketika kecil al-Ghazzali bersama adiknya, Ahmad, belajar di
sebuah madrasah swasta. Beberapa waktu kemudian ia melanjutkan pendidikannya di
Zarzan dan belajar di bawah bimbingan seorang ulama besar Imam Abu Nasr Ismail.
Sejak kecil al-Ghazzali telah memperlihatkan minatnya yang besar terhadap ilmu.
Ia senantiasa mencatat pelajaran dari gurunya. Pernah suatu ketika ia dirampok
dan barang-barangnya termasuk catatan pelajarannya dibawa lari oleh perampok
itu. Dengan keberaniannya ia mendatangi perampok itu dan memintanya
mengembalikan catatan-catatan tersebut. Melihat permohonan al-Ghazzali yang
penuh harap, sang perampok lalu mengembalikan catatan-catatan tersebut.
Al-Ghazzali kemudian melanjutkan sekolahnya di Madrasah
Nizhamiyah di Nishapur. Sekolah ini merupakan sekolah yang terpandang di masa
itu dan dipimpin oleh ulama terkenal bernama Imam Haramain. Ketika gurunya
wafat, al-Ghazzali yang waktu itu berusia 28 tahun pergi meninggalkan Nishapur
menuju Baghdad. Di Baghdad ia ditawari menjadi pengajar dan pada 484 H ia
diangkat menjadi rektor Madrasah Nizhamiyah. Pengangkatan al-Ghazzali sebagai
pemimpin lembaga pendidikan termasyhur pada masa itu menunjukkan pengakuan
banyak orang akan ketinggian ilmu al-Ghazzali.
Pada tahun 488 H Al-Ghazzali pergi menunaikan ibadah haji
yang kemudian dilanjutkannya mengujungi Syams dan Baitul Maqdis kemudian ke
Damaskus. Pada masa itulah ia mengarang kitab Ihya ‘Ulumuddin. Pada masa itu
hidup dengan amat sederhana, berpakaian kasar, mengurangi makan dan minum,
banyak mengunjungi masjid dan desa, serta melatih diri dengan banyak beribadah
kepada Allah SWT. Kemudian ia kembali ke Baghdad dan mengajarkan kitab Ihya ‘Ulumuddin.
Lalu ia kembali ke Perguruan Nizhamiyah, Nisabur. Akhirnya, ia kembali ke
kampung halamannya Thus dengan membangun sebuah madrasah di sana untuk
ulama-ulama fiqih dan pondok untuk para sufi. Di sini ia menghabiskan sisa
hidupnya untuk memberi pelajaran kepada para penuntut ilmu hingga wafat pada 14
Jumadil Akhir 505 H (1111 M).
2
Kemampuan
Al-Ghozali
a)
Metafisika
Untuk pertama kalinya
Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama karangan Ibnu
Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil kesimpulan
bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan adalah seperti
mempergunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan.
Al-Ghazali dalam
Al-Munqidz min al-Dhalal menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai ketuhanan
(metafisika), maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka (para
filosof) karena tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang
telah mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.
Al-Ghazali meneliti
kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional, yang mengandalkan akal untuk
memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Dia pun menekuni bidang filsafat secara
otodidak sampai menghasilkan beberapa karya yang mengangkatnya sebagai filsuf.
Tetapi hasil kajian ini mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa metode rasional
para filsuf tidak bisa dipercaya untuk memberikan suatu pengetahuan yang
meyakinkan tentang hakikat sesuatu di bidang metafisika (ilahiyyat) dan
sebagian dari bidang fisika (thabi’iyat) yang berkenaan dengan akidah Islam.
Meskipun demikian, Al-Ghazali tetap memberikan kepercayaan terhadap kesahihan
filsafat-filsafat di bidang lain, seperti logika dan matematika.
Sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas, bahwa ada pemikiran tentang filsafat metafisika yang
menurut al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam, dan karenanya para filosof
dinyatakan kafir. Hal ini akan lebih dijelaskan dalam bagian selanjutnya.
b)
Iradat Tuhan
Mengenai kejadian alam
dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dari iradat
(kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan
itulah yang diartikan penciptaan. Iradat itu menghasilkan ciptaan yang
berganda, di satu pihak merupakan undang-undang, dan di lain pihak merupakan
zarah-zarah (atom-atom) yang masih abstrak. Penyesuaian antara zarah-zarah yang
abstrak dengan undang-undang itulah yang merupakan dunia dan kebiasaanya yang
kita lihat ini.
Iradat tuhan adalah
mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia yang diciptakan itu
seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal (intelek) manusia,
terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali menganggap bahwa tuhan
adalah transenden, tetapi kemauan iradatnya imanen di atas dunia ini, dan
merupakan sebab hakiki dari segala kejadian.
Pengikut Aristoteles,
menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti sebab dan akibat (hukum
kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-Asy’ari berpendapat bahwa
suatu peristiwa itu adalah iradat Tuhan, dan Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk
menyimpangkan dari kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat tersebut. Sebagai
contoh, kertas tidak mesti terbakar oleh api, air tidak mesti membasahi kain.
Semua ini hanya merupakan adat (kebiasaan) alam, bukan suatu kemestian.
Terjadinya segala sesuatu di dunia ini karena kekuasaan dan kehendak Allah semata.
Begitu juga dengan kasus tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan
api. Mereka menganggap hal itu tidak mungkin, kecuali dengan menghilangkan
sifat membakar dari api ituatau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu
materi yang tidak bisa terbakar oleh api.
c)
Etika
Mengenai filsafat etika
Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya dalam buku
Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika Al-Ghazali adalah teori
tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada
semboyan tasawuf yang terkenal “Al-Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah
al-Basyariyah, atau Al-Ishaf Bi Shifat al-Rahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”.
Maksudnya adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru perangai dan
sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai
Tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan sebagainya.
Sesuai dengan prinsip
Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang
sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam. Berbeda
dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai
kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri
dari manusia, dan menganggap materi sebagai pangkal keburukan sama sekali.
Al-Ghazali sesuai
dengan prinsip Islam, mengakui bahwa kebaikan tersebar di mana-mana, juga dalam
materi. Hanya pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan
berlebihan.
Bagi Al-Ghazali, taswuf
bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpisah dari syari’at, hal ini nampak
dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya’nya yang merupakan perpaduan
harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang berarti kewajiban agama
haruslah dilaksanakan guna mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam melaksanakan
haruslah dengan penuh rasa yakin dan pengertian tentang makna-makna yang
terkandung di dalamnya.
3
Pemikiran
Al-Ghozali dibidang Pendidikan
Al-Ghazali adalah orang
yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan.
Oleh karena itu ia melihat bahwa ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi
segala-galanya. Oleh sebab itu menguasai ilmu baginya termasuk tujuan
pendidikan dengan melihat nilai-nilai yang dikandungnya dan karena ilmu itu
merupakan jalan yang akan mengantarkan anda kepada kebahagiaan di akhirat serta
sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu beliau
menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa
kejadiannya sampi akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang
disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran
itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Maka sistem pendidikan itu
haruslah mempunyai filsafat yang mengarahkan kepada tujuan yang jelas.
Mengingat pendidikan
itu penting bagi kita, maka al-Ghazali menjelaskan juga tentang tujuan
pendidikan, yaitu :
a.
Mendekatkan diri kepada Allah, yang
wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran diri melaksanakan ibadah wajib dan
sunah.
b.
Menggali dan mengembangkan potensi atau
fitrah manusia.
c.
Mewujudkan profesionalitas manusia untuk
mengemban tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.
d.
Membentuk manusia yang berakhlak mulia,
suci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.
e.
Mengembangkan sifat-sifat manusia yang
utama, sehingga menjadi manusia yang manusiawi.[12]
Bertolak dari
pengertian pendidikan menurut al-Ghazali, dapat di mengerti bahwa pendidikan
merupakan alat bagi tercapainya suatu tujuan. Pendidikan dalam prosesnya
memerlukan alat, yaitu pengajaran atau ta’lim. Sejak awal kelahiran manusia
sampai akhir hayatnya kita selalu bergantung pada orang lain. Dalam hal
pendidikan ini, orang (manusia) yang bergantung disebut murid sedangkan yang
menjadi tempat bergantung disebut guru. Murid dan guru inilah yang disebut
sebagai subyek pendidikan.
Oleh karena itu arahan
pendidikan al-Ghazali menuju manusia sempurna yang dapat mendcapai tujuan
hidupnya yakni kebahagiaan dunia dan akhirat yanghal ini berlangsung hingga
akhir hayatnya. Hal ini berarti bahwa manusia hidup selalu berkedudukan sebagai
murid.
Manusia adalah subyek
pendidikan, sedangkan pendidikan itu sangat penting bagi manusia, maka dalam
pendidikan itu harus diperhatikan tentang kurikulumnya. Kurikulumnya pendidikan
menurut al-Ghazali adalah materi keilmuan yang disampaikan kepada murid
hendaknya secara berurutan, mulai dari hafalan dengan baik, mengerti, memahami,
meyakini, dan membenarkan terhadap apa yang diterimanya sebagai pengetahuan
tanpa memerlukan bukti atau dalil. Sehingga dengan pentahapan ini melahirkan
metode khusus pendidikan, menurut al-Ghazali yaitu :
1) Metode
khusus pendidikan agama
Menurut al-Ghazali
metode ini pada prinsipnya di mulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian
dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil
dan keterangan yang bisa menunjang penguatan akidah.
2) Metode
khusus pendidikan ahklak
Akhlak menurut
al-Ghazali adalah : suatu sikap yang mengakar dalam jiwanya yang melahirkan
berbagai perbuatan tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu.
Dengan adanya metode
tersebut, maka al-Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan itu harus mengarah
kepada pembentukan akhlak mulia, sehingga Ia menjadikan al-Qur’an sebagai kurikulum
dasar dalam pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan dan
pembinaan itu ada 2 yaitu :
v Kesempurnaan
insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.
v Kesempurnaan
insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
4
Karya-Karya al-Ghazali
1. Di
Bidang Filsafat
a. Maqashidu
–ul falasifah (tujuan ilmu filsafat)
b. Tahafut
–ul falasifah (kesesatan ilmu filsafat)
c. Al-Ma’rifatul
‘Aqliyah (ilmu pengetahuan yang rasional)
2. Di
Bidang Agama
a. Ihya’
Ulumuddin (menghidup-hidupkan ilmu agama)
b. Al-Mungis
minal dhalal (terlepas dari kesesatan)
c. Minhaj
ul abidien (jalan mengabdi Tuhan)
d. Kitab-kitab
akhlak dan tasawuf.
3. Dalam
Bidang Kenegaraan
a. Mustazh
– hiri
b. Sirrul
‘alamain (rahasia dua dunia yang berbeda)
c. Suluk
us Sulthanah (cara menjalankan pemerintahan)
d. Nashihat
et muluk (nasihat untuk kepala-kepala negara)
E.
Al- Farabi
a.
Riwayat Al Farabi
Nama lengkap beliau adalah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhn ibn
Auzalagh. Dikalangan orang latin abad tengah ia lebih dikenal dengan Abu Nashr
(Abunaser). Ia dilahirkan di Wasij, distrik farab sekarang lebih dikenal dengan
kota Atrar, di daerah Turkistan pada 257 H/870 M. ibunya berkebangsaan
Turki, sementara Ayahnya seorang jendral berkebangsaan Persia. Sejak
kecil ia telah meninggalkan kota kelahirannya. Ia mengembara ke berbagai Negara
hingga akhirnya tibalah ia ke kota Baghdat, pusat peradaban saat itu di sana ia
memperdalam Filsafat selama dua puluh tahun. Beliau pernah mengajar dan
mengulas beberapa buku-buku filsafat yunani, diantara anak muridnya yang
terkenal adalah Yahya Ibn ‘Adi, seorang filosuf kristen.
Sejak kecil al-Farabi
sudah tekun dan rajin belajar, apalagi dalam mempelajari bahasa, kosa kata, dan
tutur bahasa ia telah cakap dan luar biasa. Penguasaan terhadap bahasa Iran,
Turkistan dan Kurdikistan sangat ia pahami. Sebaliknya, bahasa Yunani dan
Suryani sebagai bahasa ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak ia kuasai. Ada
sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Farabi dapat berbicara dalam tujuh puluh
macam bahasa; tetapi yang dia kuasai dengan aktif hanya empat bahasa; Arab,
Persia, Turki, dan Kurdi.
Berbeda dengan kelaziman beberapa sarjana muslim
lainnya, al-Farabi tidak menuliskan riwayat hidupnya dan tak seorang pun di
antara para pengikutnya merekam kehidupannya, sebagaimana yang telah dilakukan
oleh al-Juzjani untuk gurunya, Ibnu Sina.
Kehidupan Al-Farabi dapat dibagi menjadi dua
periode, yang pertama bermula sejak lahir, masa kanak-kanaknya, masa remajanya
sampai ia berusia lima puluh tahun. Telah diyakini bahwa ia lahir sebagai orang
Turki, pendidikan dasarnya ialah keagamaan dan bahasa. Ia mempelajari fiqh,
hadits dan tafsir al-Qur’an serta ia juga mempelajari bahasa Arab, bahasa
Turki, dan Parsi. Ia tidak mengabaikan manfaat yang dapat diperoleh dari
studi-studi rasional yang berlangsung pada masa hidupnya.
Periode kedua kehidupan al-Farabi adalah periode
usia tua dan penuh kematangan. Baghdad, sebagai pusat belajar yang terkemuka
pada abad ke-4 H/10 M, merupakan tempat pertama yang dikunjunginya, di sana ia
berjumpa dengan sarjana dari berbagai bidang, di antaranya para filosof dan
penerjemah. Ia tertarik untuk mempelajari logika dan untuk beberapa lama ia
belajar logika kepada Ibn Yunus. Al-Farabi mukim selama dua puluh tahun di
Baghdad dan kemudian tertarik oleh pusat kebudayaan lain di Aleppo. Di sana
tempatnya orang-orang brilian, para sarjana, para penyair, ahli bahasa,
filosof, dan sarjana-sarjana kenamaan lainnya. Al-Farabi tinggal di kota
tersebut, dan merupakan orang pertama dan terkemuka sebagai sarjana dan pencari
kebenaran. Ia menulis buku-buku dan artikel-artikel dalam suasana gemercik air
sungai dan di bawah dedaunan pepohonan yang rindang. Al-Farabi mukim di Syria
hingga wafat pada tahun 339 H/950 M. Ibn Usaibi’ah menyebutkan bahwa al-Farabi
mengunjungi Mesir menjelang akhir hayatnya.
b.
Pemikiran
Al Farabi
1)
Pemaduan filsafat
Al- Farabi berusaha memadukan beberapa aliran
filsafat yang sebelumnya terutama pemikitan plato, Aristoteles , dan plotinus ,
juga antara agama dan filsafat. Karena itu ia terkenal dengan filsuf
sinkretesme yang mempercayai kesatuan filsafat Dalam Ilmu logika dan fisika ia
di pengaruhi oleh aristoteles . Dalam masalah akhlak dan politik , di pengaruhi
oleh Plato, dalam masalah metafisika , ia di pengaruhi oleh platinous.
Usaha kearah
sinkretisme pemikiran telah di mulai muncul pada aliran neo – Platonisme. Namun
Al- Farabi lebih luas karena ia bukan saja mempertemukan aneka aliran filsafat
, juga penekanannya bahwa aliran- aliran filsafat itu pada hakekatnya satu ,
meskipun pemunculannya berbeda corak ragamnya. Al- Farabi menggunakan
interpretasi batini , yakni dengan menggunakan ta’wil bila menjumpai
pertentangan pemikiran antara Plato dan Aristoteles . Menurut Al- Farabi ,
sebenarnya Aristo teles mengakui alam rohani yang terdapat di luar alam ini .
Jadi kedua filsuf ini sama – sama mengakui adanya edea – edea pada zat Tuhan .
Kalaupun terdapat perbedaan , maka hal itu tidak lebih dari tiga kemungkinan.:
~
Definisi yang di buat filsafat tidak
benar
~
Pendapat orang banyak tentang pikiran –
pikiran falsafi dari kedua filsuf tersebut terlalu dangkal . Adanya kekeliruan
dalam pengetahuan orang orang yang menduga bahwa antara keduanya terdapat
perbedaan dalam dasar- dasar falsafi;
~
Pengetahuan antra adanya perbedaan
antara keduanya tidak benar . Padahal definisi filsafat menurut keduanya
tidaklah berbeda, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang yang ada secara
mutlak.[13]
Adapun perbedaan agama
dengan filsafat, tidak mesti ada karena karena keduanya mengacu kepada
kebenaran , dan kebenaran itu hanyalah satu, kendatipun posisi dan cara
memperoleh kebenaran itu berbeda, satu menawarkan kebenaran dan lainnya mencari
kebenaran. Tetapi kebenaran yang ada pada keduanya dalah serasi karena
bersumber dari akal aktif. Kebenaran yang diperoleh filsuf dengan perantaraan
Akal Mustafad, Sedangkan agama melaui wahyu dengan perantaraan nabi. Dan al-
Farabi mengagungkan filsafat dari agama , karena ia mengakui bahwa ajaran agama
Islam Mutlakl kebenarannya.
2)
Meta Fisika.
Masalah ketuhanan Al-
Farabi mengunakan pemikiran Aristoteles dan neo-Platonisme , yakni al- Maujud
al- Awwal sebagai sebab pertama bagi segala yang ada . Dalam Pembuktian adanya
Tuhan Al- Farabi mengemukakan dalil Wajib al- Wujud dan Mumkin al Wujud ,
menurutnya segala yang ada ini dua kemungkinan dan tidak ada alternatis yang
ketiga.
Wajib al – wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak ada, adanya dengan sendirinya , esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah wujud yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada , Jika wujud ini tidak ada , maka akan timbul kemustahilan , karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya. Inilah yang di sebut dengan Tuhan.
Mumkin al- Wujud maksudnya adalah Tidak akan berubah menjadi wujud aktual tanpa adanya wujut yang menguatkan , dan yang menguatkan itu bukan dirinya tetapi wajib al- wujud. . Walau pun demikian , mustahil terjadi daur dan tasalsul ( Prosessus in infinutum ) , kerena rentetan sebab akibat itu akan ber akhir pada wajib al- wujud.
Wajib al – wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak ada, adanya dengan sendirinya , esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah wujud yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada , Jika wujud ini tidak ada , maka akan timbul kemustahilan , karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya. Inilah yang di sebut dengan Tuhan.
Mumkin al- Wujud maksudnya adalah Tidak akan berubah menjadi wujud aktual tanpa adanya wujut yang menguatkan , dan yang menguatkan itu bukan dirinya tetapi wajib al- wujud. . Walau pun demikian , mustahil terjadi daur dan tasalsul ( Prosessus in infinutum ) , kerena rentetan sebab akibat itu akan ber akhir pada wajib al- wujud.
Al- Farabi
menglkasifikasikan yang wujud kepada dua rentetan yaitu :
a)
Rentetan wujud yang esensinya tidak
berfisik . termasuk dalam hal ini Varitas yang tidak berfisik dan tidak
menempati fisik ( Allah , akal pertama , dan uqaul al- akhlak ) , serta yang
tidak berfisi tetapi bertempat pada fisik ( Jiwa, bentuk , dan materi ) .
b)
Rentetan wujut yang berfisik yaitu benda
benda lagit , manusia , hewan , tumbuh – tumbuhan , benda – benda tambang , dan
unsur-0 unsur yang empat ( air, udara, tanah, dan api ).[14]
Tujuan Al- Farabi
mengemukakan teori emanasi tersebut untuk menegaskan ke maha Esaan Tuhan .
Karena tidak mungkin yang Esa berhubungan dengan yang tidak Esa atau banyak .
Adai kata alam di ciptakan secara langsung , mengakibatkan Tuhan berhubungan
dengan yang tidak sempurna , dan ini menudai ke Esaannya . Jadi dari Tuhan yang
maha Esa hanya muncul satu yakni akal pertama yang berfungsi sebagai perantara
dengan yang banyak. Disamping itu Tuhan juga bagi Al Farabi tidak mempuyai
kehendak , karena hal itu membawa ketidak sempurnaan , termasuk melimpahnya
yang banyak dari dirinya secara sekali gus dan itu tidak terjadi dalam waktu .
dari pendapat ini al- Farabi haya menyatakan alam adalah taqoddum zamani bukan
taqoddum zati.
3)
Jiwa .
Al farabi dalam masalah
Jiwa di pengaruhi oleh Filsafat Plato dan arestoteles dan platinus. Jiwa
bersifat rohani , bukan materi , terwujut setelah adanya badan dan jiwa tidak
berpindah – pindah dari suatu badan ke badan yang lain . Jiwa – jiwa manusia
mempuyai daya- daya , sebagai berikut. :
ü Daya
gerak seperti makan , memelihara dan berkembang.
ü Daya
mengetahui yaitu ; merasa , Imaginasi
ü Daya
berfikir yakni : Akal praktis dan teoritis
Daya teoritis terbagi
kepada tiga tingkatan.
ü Akal
Potensial baru mempuyai potensi berpikir dalam arti ; melepaskan arti – arti
atau bentuk – bentuk dari meterinya.
ü Akal
Aktual , telah dapat melepaskan arti – arti dari materinya , dan arti –arti itu
telah mempuyai wujud akal dengan sebenarnya , bukan lagi dalam bentuk potensi ,
tetapi dalam bentuk aktua.
ü Akal
Mustafad ; telah dapat menangkap bentuk semata- mata yang tidak di kaitkan
dengan materi dan mempuyai kesanggupan mengadakan komonikasi dengan akal.
4)
Politik
Pemikiran al- farabi
lainnya yang amat penting adalah tentang politik yang ia tuangkan dalam dua
karyanya , al Syiyasah Al madaniyyah ( pemerintahan politik ) dan arra’al
madinah al fadilah ( pendapat negara utama ) bayak di pengaruhi oleh konsep
plato yang menyamakan konsep negara dengan tubuh manusia ada kepala , tangan ,
kaki. Dan naggot tubuh lainnya yang masing – masing mempuyai fungsi tertentu .
yang paling penting dari tubuh manusia adalah kepala , karena dari kepalalah
segala perbuatan manusia di kendalikan. Sedangkan untuk mengendalikan kerja
otak di lakukan oleh hati . demikina juga dalam negara. Menurut al Farabi yang
amat penting dalam negara adalah pimpinannya atau penguasanya bersama-sama
bawahannya sebagai mana halnya jantung dengan organ-organ tubuh yang lebih
rendah secara berturut-turut. Pengusa ini harus yang paling unggul baik dalam
bidang inteklektual maupun muralnya diantara yang ada. Disamping daya fripentik
yang di karuniakan tuhan kepadanya juga harus memikili:
a)
Kecerdasan
b)
Ingatan yang baik
c)
Pikiran yang tajam
d)
Cinta kepada pengetahuan
e)
Sikap moderat dalam hal makanan ,
minuman , dan seks
f)
Cinta kepada kejujuran
g)
Kemurahan hati
h)
Kesederhanaan
i)
Cinta kepada keadilan
j)
Ketegaran dan keberanian serta kesehatan
jasmani
k)
Kefasihan berbicara
5)
Moral
Al – farabi menekan empat jenis sifat utama
yang harus menjadi pehatian untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat
bagi bangsa-bangsa dan setiap warga negara yakni;
a)
Keutamaam tioritis yaitu; prinsip
prinsip pengetahuan yang di peroleh sejak awal tanpa di ketahui cara dan
asalnya, juga yang di peroleh dengan kontemplasi , penelitian , dan melalui
belajar dan mengajar,
b)
Keutamaan pemikiran adalah yang
memungkinkan orang mengetahui hal hal yang bermanfaat dalam tujuan . termasuk
dalam hal ini kemampuan membuat aturan – aturan karena itu di sebut keutamaan
jenis ini dengan keutamaan pemikiran budaya. ( fadhail ‘il fikriyyah madaniyyah
).
c)
Keutamaan akhlak bertujuan mencari
kebaikan , jenis keutamaan ini berada di bawah dan menjadi syarat keutamaan
pemikiran kedua jenis keutamaan tersebut terjadi dengan tabiatnya dan bisa juga
terjadi dengan kehendak sebagai peyempurna tabiat atau watak manusia.
d)
Keutamaan amaliyah di peroleh dengan dua
cara yaitu peryataan – perytaan yang memuaskan dan merangsang . cara lain
adalah pemaksaan.
Selain di atas al Farabi
menyarankan agar bertindak tidak berlebihan yang dapat merusak jiwa dan fisik .
atau mengambil posisi tengah – tengah.
6)
Teori kanabian
Teori kenabiyan yang di
ajukan al Farabi di motivisir oleh pemikiran filosofis pada masanya yang
mengingkari eksistensi kenabiyan . Menurut al Farabi manusia dapat berhubungan
dengan aql fa’al melalui dua cara yakni penalaran atau renungan pemikiran dan
imaginasi (al mutakhayyilah) yang sangat kuat atau intuisi (Ilham). Cara
pertama hanya dsapat dilakukan oleh pribadi pribadi pilihan yang dapat menembus
alam materi untuk dapat mencapai cahaya keTuhanan sedangkan. Cara kedua hanya
dapat di lakukan oleh nabi. Perbedaan kedua cara tersebut hanya pada
tingkatannya, dan tidak mengenai isensinya Ciri has seorang nabi bagi Al
Farabi adalah mempuyai daya imaginasi yang kuat di mana obyek indrawi dari luar
tidak dapat mempengaruhinya ketika ia berhubungan dengan aql fa’al ( Kesepuluh
malaikat ) ia dapat menerima visi dan kebenaran dalam bentuk wahyu.
c.
Pemikiran
Al Farabi dalam bidang Pendidikan
Al Ghazali memberi perhatian yang sangat besar untuk menempatkan
pemikiran Islam dalam pendidikan. Menurutnya, seluruh metode pendidikan harus
berpegang teguh pada syariat Islam. Menurutnya, tujuan manusia adalah mencapai
kebahagian dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan kata lain, berbagai
macam tujuan manusia untuk mendapatkan kekayaan, kekuasaan sosial, ilmu
pengetahuan, hanyalah sebuah ilusi jika semua itu hanya berhubungan dan
ditujukan untuk pencapaian dunia fana.
Menurut beliau, bayi lahir dalam keadaan jernih, lalu tumbuh menjadi
anak-anak yang membutuhkan kepribadian, karakter, dan tingkah laku saat hidup
dan berinteraksi dengan lingkungan. Keluarga mengajarkan anak-anak tentang
bahasa, adat-istiadat, tradisi agama, dan semua pengaruh dari ajaran tersebut
tidak mungkin lenyap hingga mereka dewasa. Oleh karena itu, yang paling
bertanggung jawab terhadap buruk atau baiknya pendidikan seorang anak adalah
orangtua mereka. Orang tua merupakan mitra dalam mendidik anak-anak dan mereka harus membaginya dengan
para guru anak-anak tersebut.
Al-Ghazali menekankan pentingnya pembentukan karakter. Dengan memberikan
pendidikan karakter yang baik maka orang tua sudah membantu anak-anaknya untuk
hidup sesuai jalan yang lurus. Namun, pendidikan yang buruk akan membuat
karakter anak-anak menjadi tidak baik dan berpikiran sempit sehingga sulit
membawa mereka menuju jalan yang benar kembali. Oleh karena itu, anak-anak
harus belajar di sekolah dasar sehingga pengetahuan yang diperoleh sejak masih
kecil akan melekat kuat bagai ukiran di atas batu. Selain itu, anak-anak juga
harus diyakinkan bahwa mereka harus selalu mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diperolehnya. Anak-anak terus berkembang, pada usia remaja mereka akan merasa
tertarik dengan lawan jenis, lalu pada usia 20 tahun, mereka merindukan menjadi
pemimpin, dan pada usia 40 tahun orang membutuhkan kedekatan dan kesenangan
terhadap pengetahuan akan Tuhannya.
Pada masa anak-anak, orang tua harus mengajari mereka ilmu Alquran dan
hadis. Selain itu, mereka harus dijaga dari puisi-puisi cinta. Sebab hal itu, kata dia, bisa menjadi bibit yang buruk bagi jiwa
seorang anak laki-laki. Mereka juga harus diajari mematuhi nasehat orang tua,
gurun, serta orang-orang yang lebih tua. Selain itu mereka juga harus diajarkan
menjadi orang yang jujur, sederhana, dermawan, dan beradab. Selain itu,
anak-anak sebaiknya memiliki teman yang bermoral baik, berkarakter baik,
pandai, serta jujur.
d. Karya-karya
Al-Farabi
Karya al-Farabi tentang
logika menyangkut bagian-bagian berbeda dari karya Aristoteles Organon,
baik dalam bentuk komentar maupun ulasan panjang. Kebanyakan tulisan ini masih
berupa naskah dan sebagian besar naskah-naskah ini belum ditemukan. Sedang
karya dalam kelompok kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat,
fisika, matematika, dan politik. Kebanyakan pemikiran yang dikembangkan oleh
al-Farabi sangat berafiliasi dengan sistem pemikiran Hellenik berdasarkan Plato
dan Aristoteles. Dianatara judul karya al-Farabi yang terkenal adalah:
1.
Maqalah fi Aghradhi ma Ba’da al-Thabi’ah
2.
Ihsha’ al-Ulum
3.
Kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadhilah
4.
Kitab Tahshil al-Sa’adah
5.
‘U’yun al-Masa’il
6.
Risalah fi al-Aql
7.
Kitab al-Jami’ bain Ra’y al-Hakimain :
al-Aflatun wa Aristhu
8.
Risalah fi Masail Mutafariqah
9.
Al-Ta’liqat
10.
Risalah fi Itsbat al-Mufaraqat.
F. KH. Ahmad Dahlan
1) Riwayat hidup
Nama kecil K.H. Ahmad
Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia anak keempat dari tujuh orang bersaudara. Ia
termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar
di antara Wali Songo. Pada usia 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekkah
selama lima tahun. Pada periode ini, ia mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridho, dan Ibnu
Taimiyah. Ketika pulang kembali ke Indonesia pada 1888, ia berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan.
Pada 1903, ia kembali
ke Mekkah. Ia menetap di sana selama dua tahun. Saat itu, ia sempat berguru
kepada Syekh Ahmad Khatib, yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asy'ari.
Sepulang dari Mekkah, ia menikahi Siti Walidah, anak Kiai Penghulu H. Fadhil,
yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya,
K.H. Ahmad Dahlan mempunyai enam orang anak. Di samping aktif dalam menuangkan
gagasan tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang
wirausahawan yang cukup berhasil. Ia termasuk orang yang aktif dalam kegiatan
bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang. Oleh karena itu, ia
dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat. Bahkan, ia
dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo,
Syarikat Islam, dan Komite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Pada 18 November 1912,
ia mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta. Ia mendirikan Muhammadiyah
untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ia juga ingin
mengadakan pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan Islam.
Ia ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan
Alquran dan hadits. Sejak awal, beliau telah menetapkan bahwa Muhammadiyah
bukan organisasi politik. Muhammadiyah adalah organisasi sosial dan bergerak di
bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah ini mendapatkan
pertentangan, baik dari keluarga maupun dari masyarakat. Berbagai fitnah, dan
hasutan datang bertubi-tubi kepada Ahmad Dahlan. Ia dituduh hendak mendirikan
agama baru yang menyalahi agama Islam. Bahkan, ada yang menuduhnya sebagai kiai
palsu. Namun, semua rintangan itu ia hadapi dengan sabar.
Pada 20 Desember 1912,
ia mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan
status badan hukum. Namun, permohonan itu baru dikabulkan oleh pemerintah
Hindia Belanda pada 1914. Izin itu pun hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta.
Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir dengan perkembangan organisasi ini.
Itulah sebabnya kegiatan organisasi dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Namun walaupun dibatasi, perkembangan Muhammadiyah di daerah lain, seperti
Srandakan, Wonosari, dan Imogiri berkembang cukup pesat. Hal ini jelas
bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. K.H. Ahmad Dahlan
kemudian mengusulkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta menggunakan
nama lain. Misalnya, Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, dan
perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) di Solo.
Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota. Selain itu, juga melalui rekanan-rekanan dagang Ahmad Dahlan.
Gagasan ini ternyata mendapat sambutan yang besar dari masyarakat Indonesia.
Ulama-ulama dari berbagai daerah, menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah
pun makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Pada 7 Mei 1921, ia
mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada 2 September 1921. Atas jasa-jasanya, pemerintah
RI menetapkan Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional. Kiai kharismatik ini
wafat di Yogyakarta, pada 23 Februari 1923.
2) Dasar Pemikiran
Selama beliau berstudi
di Makkah tampaknya Tafsir al- Manar yang dikarang oleh Muhammad
Abduh mendapat perhatian serius dan yang paling disenanginya, tafsir ini
memberikan cahaya terang dalam hatinya serta membuka akalnya untuk berfikir
jauh kedepan tentang eksitensi Islam di Indonesia yang pada waktu itu
masih sangat tertekan dari penjajah kolonial Belanda, ketika ia belajar di
Makkah itulah, mempunyai kesempatan baik untuk dapat bertukar pikiran langsung
dengan Rasyid Ridha, yang diperkenalkan KH Bakir. Ide reformasi telah meresap
di hatinya, dengan dasar ilmu-ilmu yang diperolehnya, demikian pengalaman
keagamaan yang ia alami di Makkah, mendorong beliau melakukan perubahan yang
berarti dalam kehidupan keagamaan kaum Muslimin di tanah air.
Dalam bukunya Dr. H.
Maksum (1999) Steenbrink mengidentifikasikan ada empat faktor yang mendorong
gerakan pembaharuan Islam di Indonesia awal abad 20 antara lain:
a. Faktor
keinginan untuk kembali kepada al-Qur’an dan al- Hadits.
b. Faktor
semangat nasionalisme dalam melawan penjajahan.
c. Faktor
memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya dan politik.
d. Faktor
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam hal ini ia
memberi catatan bahwa, ke empat faktor itu tidak secara terpadu mendorong
gerakan pembaharuan; melainkan bahwa gerakan-gerakan pembaharuan yang muncul di
Indonesia disebabkan oleh salah satu atau dua faktor tersebut. Dengan kata lain
menurut Steenbrink gerakan-gerakan pembaharuan Islam di Indonesia memiliki
alasan atau motif yang berbeda-beda.
Untuk itu KH. Ahmad
Dahlan mendirikan sebuah organisasi Islam yaitu Muhammadiyah pada tanggal 18
November 1912. KH. Ahmad Dahlan meletakkan batu pertama ke organisasian
Islam dengan Muhammadiyah, ini atas dasar melihat tujuan didirikannya
Muhammadiyah kiranya semua motif yang empat diatas adalah benar atas dasar
pemikiran KH. Ahmad Dahlan.
Ada beberapa faktor
intern dan faktor ekstern, yang mendorong mengapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan
organisasi Muhammadiyah:
Yang merupakan faktor intern adalah:
a. Kehidupan
beragama tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits, karena merajalelanya taklid,
bid’ah dan churafat (TBC), yang menyebabkan Islam menjadi beku.
b. Keadaan
bangsa Indonesia serta umat Islam yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan,
kekolotan dan kemunduran.
c. Tidak
terwujudnya semangat ukhuwah Islamiyah dan tidak adanya organisasi Islam yang
kuat.
d. Lembaga
pendidikan Islam tak dapat memenuhi fungsinya dengan baik, dan sistem pesantren
yang sudah sangat kuno.
e. Adanya
pengaruh dan dorongan, gerakan pembaharuan dalam Dunia Islam.
Faktor-faktor ekstern, mencakup:
a. Adanya
kolonialisme Belanda di Indonesia.
b. Kegiatan
serta kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen dan Katolik di Indonesia.
c. Sikap
sebagian kaum intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang
telah ketinggalan zaman.
d. Adanya
rencana politik kristenisasi dari pemerintah Belanda, demi kepentingan politik
kolonialnya.
Pendirian KH. Ahmad
Dahlan mengenai pentingnya organisasi bagi pelaksanaan dakwahamar ma’ruf nahi
munkar, memang mutlak meskipun dalam hal ini organisasi hanya merupakan sarana,
bukan tujuan. Ada tujuan yang tidak dapat sampai kepada tujuan yang
dicita-citakan, hal ini di sebabkan sarana itu tidak tepat atau kurang sesuai
dengan tuntutan kemajuan zaman dalam dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Banyak kalangan yang
menggambarkan K.H. Ahmad Dahlan adalah sosok tua yang memakai sorban dan
menentang keras apapun yang berbau budaya Barat. Anggapan semacam itu bisa
dimaklumi, bisa jadi lantaran selama ini gambar beliau yang terpampang di
mana-mana adalah sosok yang sudah sepuh memakai sorban. Padahal, beliau di masa
mudanya merupakan sosok yang berpenampilan cukup “gaul.” Hal itu antara lain
tercermin pada penampilan beliau saat pulang dari Makkah yang menenteng kitab
dan biola.
3) Pemikiran Pendidikan
KH. Ahmad Dahlan
merupakan tokoh yang tidak banyak meninggalkan tulisan, beliau lebih
menampilkan sosoknya sebagai manusia amal atau praktisi dari pada filosuf yang
banyak melahirkan gagasan-gagasan tetapi sedikit amal, sekalipun demikian tidak
berarti beliau tidak memiliki pemikiran. Sebagai wujud kongkrit yang dicetuskan
beliau yaitu Muhammadiyah yang sampai sekarang masih eksis.
Metode yang ditawarkan
KH. Ahmad Dahlan merupakan sintesis antara metode pendidikan Belanda dengan
metode pendidikan tradisional. Amal usaha Muhammadiyah merupakan refleksi dan
manifestasi pemikiran beliau dalam bidang pendidikan dan keagamaan. Istilah
pendidikan disini dipergunaksn dalam konteks yang luas tidak hanya terbatas
pada sekolah formal tetapi mencakup semua usaha yang dilaksanakan secara
sistematis untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan, nilai dan keterampilan
dari generasi terdahulu kepada generasi muda, dalam konteks ini termasuk dalam
pengertian pendidikan adalah kegiatan pengajian, tabligh dan sejenisnya.
Adapun tujuan
pendidikan KH. Ahmad Dahlan yaitu membentuk manusia yang:
a.
Alim dalam ilmu agama.
b.
Berpandangan luas, dengan memiliki
pengetahuan umum;
c.
Siap berjuang, mengabdi untuk
Muhammadiyah dalam menyantuni nilai-nilai keagamaan pada masyarakat.[15]
Rumusan tujuan
pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan pesantren yang
hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama.
Di dalam system pendidikan pesantren tidak diajarkan sama sekali pelajaran dan
pengetahuan umum serta menggunakan tulisan latin. Semua kitab dan tulisan yang
diajarkan menggunakan bahasa dan tulisan Arab. Sebaliknya, pendidikan sekolah
model Belanda merupakan pendidikan “sekuler” yang di dalamnya tidak diajarkan
ilmu agama sama sekali. Pelajaran di sekolah ini menggunakan huruf latin.
Akibat dualisme pendidikan tersebut dilahirkan dua kutub inteligensia; lulusan
pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan lulusan
sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
KH. Ahmad Dahlan
berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu
yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual serta
dunia dan akhirat. Bagi beliau keduanya tersebut merupakan sesuatu yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Pada tahun 1912, beliau mengadakan
acara Sidratul Muntaha, sebuah pelajaran mengaji dan berdakwah dalam
rangka merintis pergerakan Muhammadiyah di sebuah langgar di Kauman bagian
selatan. Pada tahap berikutnya, beliau mendirikan sebuah sekolah lanjutan yang
berdiri pada tahun 1919 bernama Hooge School Muhammadiyah dan kemudian diganti
menjadi Kweek School pada tahun 1923. Pada tahun 1930, sekolah ini dipecah
menjadi dua, untuk laki-laki (Mu’allimin) dan perempuan (Mu’allimat).
4) Pendidikan dan Pengajaran
Muhammadiyah berusaha
mengembalikan ajaran Isam pada sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Muhammadiyah bertujuan meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam,
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan itu,
muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Masalah pendidikan dan pengajaran menjadi perhatian yang utama dari
Muhammadiyah. Pada 30 Maret - 2 April 1923, Muhammadiyah secara mendalam
membicarakan lembaga yang menentukan corak masyarakat dikemudian hari. Sebagai
hasilnya pada tanggal 14 Juli 1923 berdirilah suatu badan yang diberi nama
Majelis Pimpinan Pengajaran Muhammadiyah. Ketua pertama Majelis Pimpinan
Pengajaran Muhammadiyah yaitu Mas Ngabehi Joyosugito.
Dalam dunia pendidikan
dan pengajaran Muhammadiyah telah mengadakan pembaruan pendidikan agama.
Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok
pesantren dengan pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak
zaman.Pengajaran agama Islam diberikan di sekolah-sekolah umum baik negeri
maupun swasta. Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah baik yang khas
agama maupun yang bersifat umum. Sekolah-sekolah yang didirikan Muhammadiyah
selalu mengikuti stelsel pengajaran pemerintah Hindia Belanda. Karena
itu, banyak sekolah-sekolah Muhammadiyah mendapat subsidi dari pemerintah
Hindia Belanda.Pada zaman pemerintah Hindia Belanda Muhammadiyah mempunyai
bagian-bagian sekolah.
Taman kanak-kanak
(Bustanul Athfal), Sekolah Angka II, Sekolah Schakel, HIS,
MULO,Inheemse MULO, Normaalschool, Kweekschool, HIK, dan
AMS; sedangkan sekolah-sekolah agama yaitu: Ibtidaiyah (Sekolah Dasar
dengan dasar Islam), Tsanawiyah (Sekolah Lanjutan dengan dasar
Islam/Diniyah), yang hanya memberikan pelajaran agama
Islam, Muallimin/Muallimat (Sekolah Guru Bawah Agama Islam),
dan Kulhiyatul Mubalighin (sekolah Pendidikan Guru Agama Islam). Pada
zaman pendudukan Bala Tentara Jepang sekolah-sekolah Muhammadiyah ini pada
umumnya berjalan terus meskipun ada kegoncangan disana-sini.
Muhammadiyah menanamkan
keyakinan paham tentang Islam dalam sistem pendidikan dan
pengajaran. Penerapan sistem pendidikan Muhammadiyah ini ternyata
membawa hasil yang tidak tenilai harganya bagi kemajuan, bangsa Indonesia pada
umumnya dan khususnya umat Islam di Indonesia.
Muhammadiyah,
berpendirian, bahwa para guru memegang peranan yang penting di sekolah dalam
usaha menghasilkan anak-anak didik seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah.
Yang penting bagi para guru ialah memahami dan menghayati serta ikut beramal
dalam Muhammadiyah. Dengan memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam
Muhammadiyah, para guru dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang
dicita-citakan Muhammadiyah.
Pada muhammadiyah, guru
menduduki tempat penting, tidak hanya sekadar alat mekanis tanpa pengetahuan,
kesadaran, motivasi, dan tujuan. Di dalam pengertian Muhammadiyah, guru
merupakan subjek pendidikan, dan subjek dakwah yang sangat penting fungsi dan
amal pengabdiannya. Perlu diketahui bahwa tujuan Muhammadiyah dalam lapangan
pendidikan yaitu membentuk manusia yang muslim yang cakap, berakhlak mulia,
percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Jadi tidak hanya
bertujuan membentuk manusia intelektual saja, tetapi juga manusia muslim,
manusia moralis, dan manusia yang berwatak.
Yang menarik dari
sekolah Muhammadaiyah, pemisahan Bahasa Arab sebagai mata pelajaran yang
berdiri sendiri merupakan langkah yang menentukan dalam pandangan kaum
pembaharu. Di pondok pesantren, bahasa Arab diajarkan sebagai bagian membaca
Al-Qur’an. Setelah mempelajari huruf Arab dan cara pengucapan, ayat-ayat
Al-Qur’an dipelajari secara urut, dan tafsir ayat-ayat tertentu diberikan dalam
bahasa Jawa. Tidak ada pengajaran bahasa Arab sebagai bahasa. Sekolah
Muhammadiyah mengajarkan bahasa Arab sebagai mata pelajaran yanga berdiri
sendiri. Ini telah dicoba sebagai pembaruan dalam mempelajari Al-Qur’an
dikalangan masyarakat Jawa di Mekah akhir abad ke-19, ketika Snouck Hurgronje
tinggal di sana (Hurgronje, 1931: 267).
Metode baru yang
diterapkan oleh sekolah Muhammadiyah mendorong pemahaman Al-Qur’an
dan Hadis secara bebas oleh para pelajar sendiri. Tanya jawab dan pembahasan
makna dan ayat tertentu juga dianjurkan dikelas. “Bocah-bocah dimardikaake
pikire (anak-anak diberi kebebasan berpikir)”, suatu pernyataan yang
dikutip dari seorang pembicara kongres Muhammadiyah tahun 1925, melukiskan
suasana baik sekolah-sekolah Muhammadiyah pertama kali.
Dengan sistem
pendidikan yang dijalankan Muhammadiyah, bangsa Indonesia dididik menjadi
bangsa berkeperibadian utuh, tidak terbelah menjadi pribadi yang berilmu umum
atau yang berilmu agama saja.
G. KH. Hasyin Asy’ari
1) Riwayat
Hidup
Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn
‘Abd Al-Wahid. Lahir di Gedang Jombang Jawa Timur, hari selasa kliwon 24 Dzu
Al-Qa’idah 1287 H/14 Februari 1871 M. beliau berada dalam kandungan selama 14
bulan dan Hasyim menghabiskan sebagian masa kecilnya di dalam lingkungan
pesantren.
Pada tahun 1976 beliau pindah dengan orang tuanya ke Keras Jombang
hingga berusia 15 tahun, ayahnya mengajarkan dasar agama khususnya membaca dan
menghafal Al-Qur’an, dalam usianya yang 15 tahun, beliau menuntut ilmu ke
berbagai pondok pesantren di jawa timur, akhirnya pada tahun 1891 tiba di
pesantren siwalan pandji sidoarjo, yang diasuh oleh kyai Ya’qub siwalan,
akhirnya beliau menikahkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21
tahun, tahun 1892. Setelah menikah KH Hasyim Asy’ari bersama istrinya melakukan
ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua KH. Hasyim Asy’ari
menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. KH. Hasyim Asy’ari mempelajari
berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh dan ilmu Hadits.
Beliau tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Tahun 1900 M atau 1314 H. KH. Hasyim
Asy’ari pulang ke kampung halamannya lalu membuka pengajian keagamaan yang
dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional,
KH Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama: kebangkitan ulama. Organisasinya
berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin
besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan
dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. KH Hasyim Asy’ari
wafat pada tahun 1947 di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Hampir seluruh waktunya
diabdikan untuk kepentingan agama dan pendidikan.
2) Pemikiran
KH Hasyim Asy’ari secara umum
KH Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak hal, hal itu dapat dilihat
dari beberapa pemikirannya tentang banyak hal yaitu: (a) Teologi, dalam ini dia
mengatakan ada tiga tingkatan dalam mengartikan tuhan (tahwid), tingkatan
pertama pujian terhadap keesaan tuhan hal ini dimiliki oleh orang awam,
tingkatan kedua meliputi pengetahuan dan pengertian mengenai keesaan tuhan hal
ini dimiliki oleh Ulama’, tingkatan ketiga tumbuh dari perasaan terdalam
mengenai hakim agung dan hal ini dimiliki oleh para Sufi. (b) Ahlussunnah
wal Jama’ah, Hasyim Asy’ari menerima doktrin ini karena sesuai dengan tujuan NU
khususnya yang berkaitan dengan dengan membangun hubungan ‘ulama’ Indonesia
yaitu mengikuti salah satu madzhab sunni dan menjaga kurikulum pesantren agar
sesuai dengan prinsip-prinsipAhlussunnah wal Jama’ah yang berarti
mengikuti ajaran nabi Muhammad dan perkataan ulama’. (c) Tasawwuf, secara garis
besar pemikiran tasawwuf KH Hasyim Asy’ari bertujuan memperbaiki prilaku umat
islam secara umum serta sesuai dengan prinsip prinsip ajaran islam, dan dalam
banyak hal pemikirannya banyak dipengarui oleh pemikiran Al-Ghazali. (d) Fiqh,
dalam hal ini ini beliau menganut aliran madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hambali. (e) Pemikiran Politik, pada dasarnya pemikiran politik
Hasyim Asy’ari mengajak kepada semua umat islam untuk membangun dan
menjaga persatuan, menurutnya pondasi politik pemerintahan islam itu mempunyai
tiga tujuan yaitu: memberi persamaan bagi setiap muslim, melayani kepentingan
rakyat dengan cara perundingan, menjaga keadilan.
3) Pemikiran
KH Hasyim Asy’ari tentang pendidikan
Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan
pesantren, serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di
dalamnya, di lingkungan pendidikan agama Islam khususnya.
Hasyim asy’ari adalah seorang penulis yang produktif dalam semua bidang
keilmuan islam, namun dari sudut epistemoliginya ada kesimpulan dari
pemikirannya yaitu dia memiliki pemikiran yang khas dan tipikal, ia selalu konsisten
mengacu pada rujukan yang memliki sumber otoritatif, yakni Al-qur’an dan
Al-Hadits, disamping itu yang menjadi tipikal karya karyanya adalah
kecenderungannya terhadap madzhaab Syafi’i. Salah satu karya monumental Hasyim
Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitabnya yang berjudul Adab al
Alim wa al Muta’allim, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih beliau
tekankan pada masalah etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan beberapa
aspek pendidikan lainnya. Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan
adalah:
a) Signifikasi pendidikan
Signifikasi pendidikan menurut KH Hasyim Asy’ari adalah upaya
memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa taqwa kepada Allah SWT,
dengan benar benar mengamalkan segala perintahnya dan menegakkan keadilan
dimuka bumi, beramal shaleh dan maslahat, pantas menyandang predikat sebagai
makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari segala jenis makhluk
Allah yang lainnya.
b) Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan meurut Hasyim Asy’ari adalah menjadi insan yang
bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT serta insan yang bertujuan
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. [16]
c) Karakteristik guru
KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan karakteristik yang harus dimiliki oleh
seorang guru antara lain:
1)
Cakap
dan professional
2)
Kasih
sayang
3)
Berwibawa
4)
Takut
pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusyu’
|
Ø Menjaga dari hal yang menurunkan
martabat
Ø Pandai mengajar
Ø Berwawasan luas
Ø Mengamalkan ajaran Al- Qur’an dan Al-Hadist
|
d) Tugas dan Tanggung Jawab Murid
Etika dalam belajar
|
Etika terhadap guru
|
Etika terhadap pelajaran
|
Membersihkan hati
|
Memperhatikan guru
|
Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
|
Membersihkan niat
|
Mengikuti jejak guru
|
Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
|
Pandai mengatur waktu
|
Memuliakan guru
|
Bercita cita tinggi
|
Menyederhanakan makan dan minum
dan Berhati-hati |
Bersabar terhadap kekerasan guru
|
Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
|
Menyedikitkan tidur
|
Duduk dengan rapi
|
Menanyakan apa yang tidak difahami
|
Menghindari kemalasan
|
Berbicara sopan
|
Selalu membawa catatan
|
Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah
|
Tidak menyela guru
|
Belajar secara continue, dan menanamkan rasa antusias
belajar.
|
e) Sistem pendidikan
Pendidikan KH Hasyim Asy’ari berlandaskan Al-qur’an sebagai paradigma
nya dalam hal ini, karena dengan berlandaskan dengan wahyu tuhan terwujud suatu
sitem pendidikan yang koomperhensif yaitu meliputi tiga aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik, Ada beberapa nilai nilai yang harus dikembangkan dalam
pengelolahan sistem pendidikan islam, antara lain : nilai teosentris, nilai
sukarela dan mengabdi, nilai keaarifan, nilai kesederhanaan, nilai kebersamaan,
restu pemimpin (kyai).
f) Kurikulum pendidikan
Kurikulum yang ditetapkan oleh KH Hasyim Asy’ari adalah; Al-Qur’an dan
Hadist, fiqih, ushul fiqih, nahwu, shorof, dan cenderung menerapkan system
kurikulum pendidikan yang mengajarkan kitab kitab klasik.
g) Metode pengajaran
Untuk menentukan pilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dan
mempertimbangkan tujuan, materi, maupun lingkungan pendidikan, bila mengacu
pada pesantren maka metode yang digunakan adaalah metode yang konvensional
yaitu sistem sorogan, bandongan, wetonan, dengan kajian pokok kitab kitab klasik.
h) Proses belajar mengajar
Keberhasilan dalam proses belajar mmengajar sangat dipengarui oleh
berbagai faktor di antaranya; guru, murid, tujuan pendidikan, kurikulum dan
metode, dalam hal ini pemikiran KH Hasyim Asy’ari bisa dikatakan masih bersifat
tradisionalis, karena dia memposisikan guru sebagai subyek dan murid sebagai
obyek, guru tidak hanya sebagai transmitor pengetahuan kepada peserta didik,
tetapi juga sebagai pihak yang memberi pengaruh secara signifikan terhadap
pembentukan prilaku (etika) peserta didik.
i) Evaluasi
KH Hasyim Asy’ari dalam proses evaluasi tidak hanya untuk mengetahui
sejauh mana tingkat pengusaan murid terhadap materi namun juga untuk mengetahui
sejauh mana upaya internalisasi nilai nilai dalam peserta didik bias diserap
dalam kehidupan sehari hari. Adapun untuk mengukur tingkat keberhasilan seorang
guru dalam mendidik akhlak pada peserta didik lebih ditekankan kepada
pengamatan kehidupan santri sehari harinya. Sehingga mengenai hal evaluasi
tidak menggunakan standarisasi nilai, namun mereka sudah dianggap baik bila
mereka sudah bisa mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari hari.
4) Keterkaitan
Pemikiran KH Hasyim Asy’ari Dengan Pendidikan Sekarang
KH Hasyim Sya’ari lebih menitik beratkan pada persoalan hati (qolb)
sehingga yang menjadi hal terpenting atau modal dalam menuntut ilmu adalah niat
yang tulus dan ikhlas dan mengaharapkan ridha Allah Swt, beliau juga sangat
menekankan penanaman akhlak dan moral terhadap siswa, jika dikaitkan dengan
pendidikan sekarang maka pemikiraan KH Hasyim Asy’ari berhubungan erat dengan
aspek afektif siswa, pada dasarnya pemikiran KH Hasyim Asy’ari mengenai tujuan
atau pun dasar yang digunakan adalah sangat tepat bahkan sangat sesuai karena
menggunakan dasar Al-Qur’an dan Al-Hadist. Karena dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist
terwujud suatu system pendidikan yang koomperhensif yaitu kognitif, afectif dan
psikomotorik. Pemikirannya memunculkan implikasi terhadap pendidikan islam
tradisional pada umumnya, dan lembaga yang berada di naungan NU pada khusunya,
diantaranya antara lain :
Kepemimpinan dalam pemikiran KH Hasyim Asy’ari cenderung mengarah pada
kepemimpinan yang kharismatik, dimana pengaruh sang pemimpin lebih ditekankan pada
garis keturunan, kepemimpinan yang seperti ini bisa dikatakan sebagai suatu
pola kepemimpinan yang tidak demokratis, jadi bisa dikatakan pola ini tidak
cocok di terapkan dalam pola kepemimpinan sekarang. Pada pengajaran KH Hasyim
Asy’ari lebih cenderung bahwa guru adalah sebagai subyek yang harus
menstransfer ilmu, jika kita kaitkaan dengan pola pendidikan saat ini maka hal
tidak terlalu efektif karena hal itu menyebabkan siswa akan cenderung pasif dan
kurang bisa mengembangkan pengetahuan, karena mereka cenderung hanya
mengandalkan ilmu yang diberikan oleh guru.
Mengenai evaluasi menurut pemikiran KH Hasyim Asy’ari memang dalam
proses evaluasi tidak menggunakan standarisasi nilai, namun jika ditelisik
sistem pendidikan islam sebenarnya proses itu sudah menilai dari
segala aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari pemikiran KH
Hasyim Asy’ari yang telah digambarkan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemikiran KH Hasyim Asy’ari masih bercorak tradisionalis, tetapi pemikiran KH
Hasyim Asy’ari tetap sesuai dan tepat jika diterapkan dalam pendidikan islam
saat ini, terutama dalam beberapa aspek antara lain: dalam hal tujuan
pendidikan, materi dan dasar yang digunakan yaitu Al-Qu’an dan Al-Hadist.
BAB
IV
LEMBAGA-LEMBAGA ISLAM
A.
Pesantren
1)
Pengertian
Pesantren
Secara etimologi
pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an
yang berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat bahwa
istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang artinya guru mengaji. Sedangkan
CC Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah Shastri
yang dalam bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama
Hindu. Kata Shastri berasal dari kata Shastra yang berarti buku-buku suci,
buku-buku agama atau ilmu tentang pengetahuan. Dalam peraturan menteri agama RI
mengatakan Pesantren adalah Lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis
masyarakat baik sebagai satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah penyelenggara
pendidikan.
Pesantren juga memiliki
dua arti yang dilihat dari segi fisik dan pengertian kultural. Dari segi fisik
pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri dari susunan
bangunan yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan
pendidikan. Sedangkan secara kultural pesantren mencakup pengertian yang lebih
luas mulai dari system nilai khas yang secara intrinsik melekat di dalam pola
kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan pada kyai sebagai tokoh sentral,
sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara
turun-temurun. Ada pula yang mengartikan pesantren dengan arti bahwa pesantren
merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,
mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya
moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-sehari. Dari sekian pengertian
di atas disini penulis mencoba menarik kesimpulan, bahwa pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan agama Islam tradisional yang mempunyai ciri khusus yang
telah mengembangkan diri dan ikut serta dalam pembangunan bangsa serta berperan
dalam proses penyebaran agama islam di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan
hingga saat ini.
2)
Tujuan Pesantren
Selama ini belum pernah ada rumusan
tertulis mengenai tujuan pendidikan pesantren. Mastuhu merumuskan bahwa tujuan
pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu
kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan dan berakhlaq mulia,
bermanfaat bagi masyarakat atau berkhitmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi
kawula atau abdi masyarakat seperti rasul yaitu menjadi pelayan masyarakat
sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi)mampu berdiri
sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan
islam dan kejayaan umat islam di tengah-tengah masyarakat(‘izzul Islam wal
Muslimin ),dan mencintai Ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian
Indonesia yang muhsin bukan sekedar muslim. Berbagai dasar pendidikan pesantren
yang di rumaskan diatas, tentu menjadi dasar yang dimiliki oleh setiap
pesantren, karna tanpa dasar tersebut sebuah pesantren akan kehilangan
keunikannya sebagai lembaga pendidikan islam tradisional yang berorientasi
pada tafaqquh fiddin dan membentuk kepribadian Muslim yang
Kaffah.
3)
Tipologi
Pesantren
Ciri-ciri Pesantren
secara global hampir sama, namun dalam realitasnya terdapat beberapa perbedaan
terutama dilihat dari proses dan substansi yang diajarkan.Adapun tipologi
secara garis besar terdapat 2 kelompok yaitu
: Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan
pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren
Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan
sistemSorogan yang di pakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,
tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren Modern
yang telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang di kembangkan atau
membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren.
Pengelompokan di atas
perlu diurai lagi. Mengingat perkembangan pesantren yang sangat pesat akhir
ini. Ridwan Natsir dalam Babun mengelompokkan pesantren menjadi 5 yaitu :
a. pesantren
salaf, yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan)
dan sistem klasikal.
b. Pesantren
semi berkembang, yaitu pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan
salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem madrasah swasta dengan kurikulum 90 %
agama dan 10 % umum
c. Pesantren
berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang hanya saja lebih
fariatif yakni 70 % agama dan 30 % umum
d. Pesantren
moderen, seperti pesantren berkembang yang lebih lengkap dengan lembaga
pendidikan sampai perguruan tinggi dan dilengkapi dengan takhassus bahasa arab
dan bahasa inggris
e. Pesantren
ideal, pesantren sebagaimana pesantren moderen hanya saja lembaga pendidikannya
lebih lengkap dalam bidang keterampilan yang meliputi teknik, perikanan,
pertanian, perbankkan dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas
dengan tidak menggeser ciri khas pesantren.
Namun dalam Permenag No.3 Th. 2012
disebutkan bahwa pesantren sebagai Satuan Pendidikan diselenggarakan dalam
bentuk pesantren Salafiyah. Pesantren Salafiyah adalah pesantren yang
menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan kitab kuning dan sistem
pengajaran yang ditetapkan oleh kyai atau pengasuh. Sedangkan Pesantren
Khalafiyah dalam peraturan ini masuk dalam pengertian Pesantren
Salafiyah.
B.
Pesantren
Salafiyah (tradisional)
1.
Pengertian
Pengertian Tradisional
menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang
lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian
besar umat Islam Indonesiayang merupakan golongan mayoritas bangsa indonesia dan
telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan umat bukan
tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian.Kata salaf atau
salafiyyah itu sendiri diambil dari numenklatur Arab salafiyyun untuk sebutan
sekelompok umat Islam yang ingin kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Assunnah
sebagaimana praktik kehidupan generasi pertama Islam (Assalafussholeh). Pada
waktu itu umat Islam sedang mengalami perpecahan dalam bentuk golongan madzhab
tauhid hingga beberapa kelompok. Kelompok salafiyun ini mengaku lepas dari
semua kelompok itu dan mengajak semua yang telah terkelompok-kelompok menyatu
kembali kepada ajaran Al-Quran dan Assunnah. Penggunaan kata salaf juga dipakai
untuk antonym kata salaf versus kholaf. Ungkapan ini dipakai untuk membedakan
antara ulama salaf (tradisional) dan ulama kholaf (modern). Tidak selamanya
yang salaf berarti kuno manakala ulama mengajak kembali kepada ajaran
Al-Qur,an. Seringkali mereka bahkan lebih dinamis dari yang kholaf karena ulama
kholaf banyak diartikan juga untuk menggambarkan ulama yang memiliki orientasi
ke salafussholeh.
Penggunaan kata salaf
untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren salaf cenderung
digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum modern,
baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang.
Pesantren salaf pada umumnya dikenal dengan pesantren yang tidak
menyelenggarakan pendidikan formal semacam madrasah ataupun sekolah. Kalaulah
menyelenggarakan pendidikan keagaman dengan system berkelas kurikulumnya
berbeda dari kurikulum, model sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Kegiatan
yang dilakukan biasanya mempelajari ajaran Islam dengan belajar menggunakan
kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik), yang menggunakan metode tradisional
seperti hafalan, menerjemahkan kitab-kitab didalam berlangsungnya proses
belajar mengajar. Dalam pesantren salaf peran seorang kyai atau ulama sangat
dominan, kyai menjadi sumber referensi utama dalam system pembelajaran
santri-santrinya. Pesantren tradisional (salafi) “merupakan salah satu lembaga
pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama pada masa
depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak negatif
kehidupan modern”. Istilah pesantren tradisional digunakan untuk menunjuk ciri
dasar perkembangan pesantren yang masih bertahan pada corak generasi pertama
atau generasi salafi.
2.
Kelemahan
Pesantren Salaf
Pada awalnya posisi
pesantren di Indonesia khususnya pesantren salaf atau pesantren tradisional
memang cukup positif untuk melindungi umat dari terkaman rekayasa ideologi atau
agama penjajah. Banyak ulama besar Islam dilahirkan oleh kalangan pesantren
masa itu karena kemurnian ajaran, kualitas keilmuan dan semangat para pendiri
pesantren. Namun dalam proses perjalanan sejarah peradaban manusia yang begitu
cepat berkembang, pondok pesantren juga secara bertahap kehilangan kemampuan
sosialnya karena mereka tetap saja berada pada lingkup yang kecil padahal arus
teknologi maju dengan amat pesatnya.
Akan tetapi pada masa
itu masih banyak pesantren yang bersikukuh mempertahankan ketradisionalan
mereka, dan cenderung menutup diri untuk dunia luar. Sehingga perilaku tanggap
terhadap perubahan zaman sangat kurang dirasakan oleh mereka. Kemajuan
pendidikan masih jauh tertinggal dengan pesantren-pesantren modern, baik dari
segi kurikulum ataupun systemnya. Dari segi kurikulum pesantren ini lebih
mencolok terhadap penekanan mengenai fikih, tasawuf dan ilmu alat. Dalam system
pembelajarannya juga masih mengikuti model-model terdahulu seperti bondongan,
hafalan rutinan, sorogan, dan metode yang lainnya.
Pilihan pesantren untuk
tidak mengikuti aturan pendidikan formal adakalanya tumbuh dari kalkulasi
program atau kurikulum yang diatur dan disusun Negara tidak akan memenuhi kebutuhan
sebuah lembaga pendidikan pesantren yang memiliki visi dan misi pendidikan
secara khas. Selain itu, orientasi keilmuan dipendidikan formal dinilai
berorientasi pada prestasi akademik dan kerja. Sedangkan pada pesantren salaf
tertuju pada prestasi akhlakul karimah. Pandangan-pandangan seperti inilah yang
menjadikan kaum muslim lemah dan mengalami kemosrotan dalam segi ekonomi,
tekhnologi, dan juga pergeseran social di tengah-tengah masyarakat. Untuk lebih
singkatnya, kelemahan yang dimiliki oleh pesantren salaf pada umumnya antara
lain:
1) Menutup
diri akan perubahan zaman, dan bersifat kolot dalam merespon modernisasi.
2) Lebih
menekankan ilmu fiqh, tasawuf dan ilmu alat
3) Adanya
penurunan kualitas dan kuantitas pesantren salaf
4) Penggunaan
metode pembelajaran yang masih bersifat tradisional seperti sorogan,
bandungan(halaqah), dan wetonan.
5) Kurangnya
penekanan kepada aspek pentingnya membaca dan menulis.
6) Peran
kyai yang dominan dan sumber utama dalam pembelajaran[17]
Dapat penulis simpulkan
bahwa: hal-hal yang ada dalam pesantren salaf yang kiranya kurang begitu
relevan dengan perkembangan zaman pada dewasa ini sebaiknya sedikit demi
sedikit perlu dievaluasi kembali agar para penerus bangsa tetap menjaga
kekhassan dari pesantren salaf itu sendiri. Dan eksistensi pesantren salaf
tetap terjaga. Karena bagaimanapun seiring perubahan zaman manusia itu juga
ikut mengalami perubahan.
3.
Kelebihan
Pesantren Salaf
Tidak dapat dipungkiri
keberadaan pesantren salaf telah membawa perubahan terhadap masyarakat
Indonesia pada masa penjajahan dan awal Indonesia merdeka. Perlu kita ketahui
juga banyak para santri yang dulu ikut menyemarakan perjuangan kemerdekaan
Negara kita ini. Walaupun banyak mengalami rintangan dan kekangan dari para
Kolonial Belanda, tetapi pesantren ini tetap mampu menyebarkan agama islam.
Selain itu alumni-alumni dari pesantren salaf ini mampu berkiprah dalam
masyarakat pada masanya, karena ilmu yang ditimba sangat cukup untuk bekal
hidup bermasyarakat, selain itu adanya keikhlasan dari kyai dan keberkahan dari
kyai yang dulu memang sangat manjur. Walau metode yang digunakan itu dikatakan
kuno, akan tetapi hasilnya cukup berkualitas. Serta menghasilkan santri yang
bersifat akhlakul karimah dan berpijak teguh pada Al-qur’an dan As-sunnah.
Pendidikan pesantren salaf ini bagus untuk pembentukan moral anak bangsa kita
kedepan. Tapi harus juga diimbangi dengan ketrampilan, kreatifitas dan juga
pengetahuan dari mereka.
Kekhasan pesantren
salaf yang paling menonjol adalah kebutuhan akan ta’limu ulum addin
(pembelajaran ilmu-ilmu keagamaan). Masyarakat muslim memiliki tradisi
pendidikan keagamaan yang sangat kental dan biasanya menjadi program pendidikan
yang utuh serta memenuhi seluruh rongga waktu santri. Untuk lebih rincinya
dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan dari pesantren salaf antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Ketakdziman
seorang santri terhadap kyainya begitu kental
2. Tempat
mencetak kader-kader islam yang berakhlakul karimah dan mumpuni terhadap
kajian-kajian agama seperti ilmu fiqh, tasawuf ataupun ilmu alat
3. Sebagai
tempat sentral belajar ilmu agama
4. Tempat
pendidikan yang tak mengenal strata social
5. Mengajarkan
semangat kehidupan demokrasi, bekerja sama, persaudaraan, persamaan, percaya
diri dan keberanian hidup.
C.
Pesantren
Khalafiyah (Modern)
1
Pengertian
Pesantren khalafiyah
(modern) adalah pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang
memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau
pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD,
MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya. Dengan demikian
pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atas
pesantren salaf, sebagai institusi pendidikan asli Indonesia yang lebih tua
dari Indonesia itu sendiri, adalah 'legenda hidup' yang masih eksis hingga hari
ini. Sedangkan menurut penulis pesantren modern itu dapat diartikan bahwa
pesantren modern adalah pesantren yang berusaha menyeimbangkan pendidikan agama
dengan pendidikan umum, metode yang digunakan tidak lagi seperti dulu, materi
yang diajarkanpun juga lebih banyak dibanding pesantren salaf.
Selain mengajarkan
pendidikan agama islam pesantren ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dan juga
bahasa-bahasa asing yang dilakukan guna menghadapi perkembangan zaman yang
semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan pula sekolah-sekolah
diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai penunjang dalam sistem
pembelajaran mereka. Secara umum Pesantren Wajib memiliki lima elemen
pokok yakni:
Ø Kyai,
Ustadz, atau sebutan yang lain
Ø Santri,
Ø Pondok
atau asrama ; dan
Ø Masjid
atau Musholla.
Pesantren wajib
menyelenggarakan pengajian kitab kuning sesuai dengan kekhasan masing-masing
pesantren. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh
pesantren yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain. Selain itu ada
pula ciri khusus pesantren yakni kepemimpinan yang kharismatik dan suasana
keagamaan yang mendalam.
2
Kelebihan
Pesantren Modern
Pesantren pendidikan
nonformal dan karenanya tidak ada sangkut pautnya dengan program evaluasi,
akreditasi, maupun sertifikasi sebagaimana diberlakukan oleh Negara. Lalu
lulusan pesantren murni semacam ini tidak mendapatkan akses yang sama seperti
keluaran lembaga pendidikan lain. Akan tetapi hal demikian tidak akan terjadi
lagi dalam dunia pesantren baru kita, yang biasa kita kenal dengan pesantren
modern. Karena dalam pesantren modern telah melakukan perubahan terhadap
kurikulum, metode dalam melakukan proses pembelajaran seperti perubahan dalam:
a)
System pengajaran dari perseorangan atau
sorogan menjadi system klasikal yang kemudian disebut sebagai madrasah.
b)
Diberikannya pengetahuan umum disamping
masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab.
c)
Bertambahnya komponen pendidikan pondok
pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.
d) Diberikannya
ijazah bagi santri yang telah menyelesaikan studinya di pesantren, yang
terkadang ijazah tersebut disesuaikan dengan ijazah negeri.
Pesantren
modern juga telah menerima bahkan mau memanfaatkan perkembangan teknologi yang
ada. Para santri tidak hanya diajari dan dibacakan kitab-kitab klasik yang
menjadi jati diri pesantren, akan tetapi mereka juga diperbolehkan belajar
ilmu-ilmu umum juga tekhnologi seperti belajar ilmu alam, social, bahasa asing
selain bahasa arab, computer bahkan untuk zaman sekarang internetpun telah
diajarkan kepada mereka. Tentunya itu dilakukan guna menciptakan para santri
menjadi manusia yang cerdas spiritual dan peka terhadap perubahan zaman.
Perubahan yang terjadi dalam pesantren juga merupakan kelebihan akan
perkembangan pesantren itu sendiri, adapun kelebihan-kelebihan yang lain dapat
dituliskan sebagai berikut:
a) Adanya
perubahan yang signifikan dalam system, metode serta kurikulumnya.
b) Mau
membuka tangan untuk menerima perubahan zaman.
c) Semangat
untuk membantu perkembangan pendidikan di Indonesia tidak hanya dalam
pendidikan agama saja.
d) Dibangunnya
madrasah-madrasah bahkan perguruan tinggi guna mengembangkan pendidikan baik
agama ataupun umum dalam lingkungan pesantren.
e) Mampu
merubah sikap kekolotan pesantren yang terdahulu menjadi lebih fleksibel.
f) Perubahan
terhadap out putnya yang tidak hanya menjadi seorang guru ngaji,ataupun guru
agama di desa. Sekarang merambah ke dalam dunia politik, ekonomi dan beberapa
bidang lainnya.[18]
3
Kekurangan
Pesantren Modern
Ketika ada kelebihan
tentunya akan ada kekurangan yang hadir mendampinginya. Begitu juga dengan
ponpes modern, selain memiliki kelebihan-kelebihan diatas, juga mempunyai
kekurangan. Walaupun dengan berkembangnya pemikiran dan paradigma baru dari
tradisi pesantren yang dulu, munculnya pesantren modern ini menjadikan kendala
akan berkembangnya pesantren salaf, selain itu pada realita yang ada belum
semua pesantren yang menklaim dirinya sebagai pesantren modern telah memiliki
sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan
yang dioerlukan untuk pengembangan ponpes modern, para santri yang akan menimba
ilmu di dalamnya harus membayar sedikit agak mahal dari pada pesantren model
lama. Sehingga mengakibatkan sulitnya orangtua yang memiliki taraf ekonomi
tengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di ponpes tersebut.
Bagi ponpes modern yang
telah berkembang dan memiliki ratusan, bahkan ribuan santri terkadang mengalami
sedikit kesulitan dalam mengondisikan santri-santrinya sehingga memberikan
peraturan-peraturan ponpes yang harus dijalankan santri. Namun realita yang ada
peraturan yang telah dibuat terlalu ketat sehingga santri merasa terkekang
hidup di dalam pesantren. Bahkan ada yang berkata hidup di pesantren seperti
hidup di penjara suci. Sehingga tidak sedikit santri yang tidak betah dan
akhirnya keluar dari ponpes tersebut.
Masih terkait dengan
jumlah santri yang cukup besar, terkadang para pengurus ponpes mengalami
kesulitan dan tidak mampu mengurus santrinya satu persatu, hal ini dijadikan
kesempatan oleh santri yang merasa jenuh, untuk kabur dari pesantren. Tidak
sedikit santri dari berbagai ponpes modern yang mampu melihat indahnya malam
diluar lingkungan pesantren tanpa sepengetahuan pengurus. Selain itu kebiasaan
“ngalap berkah kyai” dalam dunia ponpes modern mulai sedikit berkurang, karena
santri tidak bisa sering bertemu bahkan diajar oleh kyai dari ponpes yang
mereka huni. Karena sudah ada dan telah terbentuk staf pengajar baik
dilingkungan pesantren maupun di madrasahnya. Hal tersebut hanya sedikit dari
kekurangan ponpes modern yang penulis ketahui, tentunya masih ada lagi
kekurangan-kekurangan yang lain. Dari uaraian di atas dapat penulis tuliskan
kekurangan-kekurangn tersebut seperti dibawah ini:
a)
Kurang takdzimnya santri kepada kyai,
karena santri lebih patuh pada peraturan pesantren.
b)
Ketatnya peraturan-peraturan yang
dibuat, yang menyebabkan ketidaknyamanan santri dalam belajar.
c)
Ilmu-ilmu agama yang diberikan tidak
lagi diberikan secara intensif.
d) Terdapatnya
kecenderungan santri yang semakin kuat untuk mempelajari IPTEK.
e)
Tradisi “ngalap berkah kyai” sudah tidak
lagi menjadi fenomena yang dalam pesantren.
Selama
masih ada nafas pendidikan di dunia ini selama itu pula dunia pendidikan akan
terus mengalami perubahan sebagai tuntutan zaman. Maka dari itu tidak akan
pernah habis manusia untuk mencari dan merubah baik system, metode, kurikulum
dan dari segi lainnya untuk memajukan pendidikan. Selama itu pula kelebihan dan
kekurangan akan terus melekat dalam setiap perubahan yang terjadi dalam dunia
pendidikan. Kelebihan dan kekurangan dari pesantren modern ini juga tidak
menutup kemungkinan akan mengalami perubahan dalam sejarah perkembangan
pendidikan Islam.
D.
Madrasah
1)
Pengertian
dan Berkembangnya Madrasah di Indonesia
Madrasah (Bahasa Arab)
berarti tempat untuk belajar. Persamaan Madrasah alam bahasa Indonesia adalah
“sekolah”, dengan konotasi yang khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam.
Tempat belajar adalah tempat untuk mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran
agama Islam, ilmu pengetahuan, dan keahlian lainnya yang berkembang pada
zamannya.
Sekitar abad ke-19,
pemerintah Belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem
persekolahan yang berkembang di dunia barat sehingga hal itu sedikit banyak
mempengaruhi system pendidikan yang telah berkembang di Indonesia, termasuk
pesantren yang menjadi sistem pendidikan madrasah. Sistem sekolah yang
dikembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda telah memasuki dunia pesantren.
Sistem khalaqah bergeser ke arah sistem madrasah dalam bentuk
klasikal, dengan unit-unit kelas.
Perkembangan
selanjutnya, banyak madrasah yang didirikan terpisah dengan induknya yaitu
pesantren, surau atau masjid. Bahkan, dengan adanya ide-ide pembaruan dalam
dunia pendidikan Islam di Indonesia, tidak sedikit madrasah yang didirikan
sudah lepas sama sekali dengan pesantren sehingga tidak hanya memberikan
pengetahuan agama, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum, sesuai dengan
tuntutan zaman. Madrasah yang pertama kali didirikan di Indonesia adalah
Madrasah Adabiyah di Padang Sumatra Barat, yang didirikan oleh Syekh Abdullah
Ahmad tahun 1909.
Madrasah tersebut pada
mulanya bercorak agama murni. Akhirnya pada tahun 1915 berubah coraknya menjadi
HIS (Holand Inland School) Adabiyah. HIS Adabiyah inilah yang merupakan sekolah
pertama yang memasukkan pelajaran agama ke dalam kegiatan pengajarannya.
Awal abad ke-20
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan madrasah di seluruh Indonesia,
dengan nama dan tingkatan yang bervariasi dan belum ada keseragaman baik isi
kurikulum serta rencana pelajaran. Baru, setelah Indonesia merdeka, tepatnya
tahun 1950 mulai dirintis penyeragaman bentuk, sistem dan rencana pelajaran.
Dari sini dapat dikatakan bahwa madrasah-madrasah pada awal
perkembangannya masih bersifat diniyah semata, atau materi pendidikannya hanya
agama. Kemudian sekitar tahun 1930 terjadi pembaruan madrasah, yaitu dengan
masuknya pengetahuan umum ke dalam kurikulumnya.
2)
Sistem
Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Secara historis, pada
tahap-tahap awal perjalanan madrasah tidaklah begitu mulus, kendatipun
didirikan dengan nama madrasah, semula yang dikehendaki ialah suatu lembaga
pendidikan dengan sistem klasikal, yang didalamnya anak didik mendapatkan ilmu
pengetahuan agamaan umum secara berimbang. Tetapi prakteknya hanya dicerminkan
oleh sistem klasikalnya saja, sementara kurikulum yang diajarkan tetap
semata-mata bidang studi agama. Karena itu banyak madrasah pada tahap-tahap
awal ini tidak bedanya dengan pesantren tradisional yang sudah lama berjalan.
Departemen Agama
diadakanlah upaya-upaya untuk peningkatan kualitas madrasah, yang salah satu
aspeknya adalah kurikulum. Untuk masalah kurikulum ini, dalam perkembangannya
telah beberapa kali diadakan perubahan, dari yang muatannya lebih banyak
pengetahuan agama dari pada pengetahuan umum sampai dengan diberlakukannya
kurikulum 1994 yang memuat kurang lebih 10% pendidikan agama dan 90%
pengetahuan umum.
Sistem pendidikan dan
pengajaran yang digunakan pada madrasah merupakan perpaduan antara sistem
pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses
perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dari mengikuti
system klasikal. Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran
tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat
ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran tertentu.
Tampaknya, ide-ide
pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa
Indonesia sangat besar pengaruhnya, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk
ke dalam kurikulum madrasah, dan terus berproses sebagaimana digambarkan
terdahulu. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan
tingkatan madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan umum yang
berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian timbullah madrasah-madrasah
yang mengikuti sistem perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah-sekolah modern,
seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk tingkatan dasar, Madrasah Tsanawiyah
(MTs) untuk tingkatan SMP, Madrasah Aliah (MA) untuk tingkatan SMA, dan ada
pula Kuliah Muallimin (pendidikan guru) yang disebut normal Islam.
Kurikulum madrasah
masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan
prosentase yang berbeda. Pada waktu pemerintah RI dalam hal ini Kementrian
Agama mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan
madrasah, melalui Kementrian Agama, merasa perlu menentukan kriteria-kriteria
madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah-madrasah
yang berada dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai
mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu.
Adapun pengetahuan umum
yang diajarkan pada madrasah pada masa-masa awal adalah:
~
Membaca dan menulis (huruf latin) bahasa
Indonesia
~
Berhitung
~
Ilmu bumi
~
Sejarah Indonesia dan Dunia
~
Olahraga dan kesehatan. [19]
Kurikulum pada madrasah
dari waktu ke waktu senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring
dengan kemajuan zaman. Semua ini dilakukan adalah dengan tujuan peningkatan
kualitas madrasah, agar keberadaannya tidak diragukan dan sejajar dengan
sekolah-sekolah lain.
Eksklusifisme politik
pendidikan Indonesia sedikit terkurangi setelah disahkan undang-undang sistem
pendidikan tahun 1989 yang menyebut sekolah Islam sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional. Kemapanan sistem pendidikan Islam semakin menguat dengan
diakuinya madrasah sebagai sistem pendidikan nasional dalam undang-undang
sistem pendidikan nasional tahun 2003. Masih banyak identitas dan tradisi
keilmuan Islam di Indonesia yang perlu digali kembali setelah sekian lama
sempat terkubur atau memang sengaja dikubur. Terlalu dini dan naif jika umat
muslim merasa puas dengan status baru yang disandang madrasah saat ini, karena
itu semua diberikan tidak secara cuma-cuma. Pemangkasan ilmu-ilmu keagamaan dan
pengajaran ilmu-ilmu umum yang berlebihan merupakan cost harus dibayar
oleh madrasah untuk mendapatkan status barunya, apalagi masih
ada image buruk yang beredar di masyarakat awam maupun institusi
pemerintah bahwa madrasah lembaga pendidikan yang tidak prospektif secara
duniawi.
Pergerakan kurikulum
madrasah dan pesantren di Indonesia:
Periode
|
Pesantren
dan Madrasah Diniyah
|
Madrasah
|
Sampai 1906
|
Kurikulum tradisional 100% Agama.
|
-
|
1906-1945
|
Kurikulum
tradisional mandiri 100%.
|
Kurikulum
mandiri, agama dan umum
|
1945-1975
|
Kurikulum mandiri 100% Agama.
|
Kurikulum mandiri, 70% agama dan 30% umum.
|
1975-1989
|
Kurikulum
mandiri 100% agama.
|
Kurikulum
Depag 70% umum dan 30% agama.
|
1989-2003
|
Kurikulum mandiri dan agama masih mendominasi.
|
Kurikulum Depag memadukan antara kurikulum umum dan
agama.
|
2003-sekarang
|
Kurikulum
mandiri dan mengikutsertakan pelajaran umum (Matemática, IPA, Bahasa
Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Seni
Budaya).
|
Kurikulum
Depag 100% umum dan 5 bidang mata pelajaran PAI.
|
Penghargaan yang profan
terhadap ilmu-ilmu keagamaan (al ’ulum ad diniyyah) dan penghargaan yang
setinggi-tingginya terhadap ilmu-ilmu umum (al ’ulum al kauniyyah) makin
menjadi-jadi. Tentu saja yang demikian itu bertolak belakang dengan tradisi keilmuan
Islam. Al Ghazali dan ibnu Khaldun berpendapat bahwa kedua ilmu tersebut
hukumnya wajib untuk dipelajari. Pertama, al ’ulum ad
diniyyah atau asy syar’iyyah bersifat fardhu
’ain sedang kedua, al ’ulum al kauniyyah bersifat fardhu
kifayah. Apa yang dilakukan oleh al Ghazali dan Ibnu Khaldun tidak lain adalah
upaya penjenisan bukan pemisahan apalagi penolakan akan validitas disiplin ilmu
yang satu terhadap yang lain, dan keduanya merupakan disiplin ilmu yang sah.
Penjenisan yang mereka lakukan karena mereka bertolak dari konsep ilmu yang
integral dan mereka menemukan landasan yang menyatukan keduanya. Sebab, Islam
tidak mengenal dan menghendaki dikotomi ilmu karena ajarannya bersifat
integratif dan tauhidi.
a)
Aspek Organisasi
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyejajarkan madrasah dengan sekolah
dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang
memberikan otonomi luas dapat dijadikan sebagai pijakan yang kuat bagi
pengembangan madrasah.
b)
Aspek Manajeman
Manajemen yang efektif, transparan,
partisipatif, dan akuntable telah dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk
menjamin eksistensi madrasah yang mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat.
c)
Aspek Sumber Daya Manusia
Semangat
pengembangan kompetensi professional yang dimiliki segenap personal memberikan
harapan bagi peningkatan mutu madrasah ke depan.
4)
Kekurangan
Madrasah
Sedangkan madrasah
dewasa ini sangat terlihat kekurangan- kekurangannya yang antara lain:
a) Visi
dan misi, tak jarang kepala sekolah / madrasah belum faham Visi dan Misi
,sebagai titik arah dan pengerucutan dari setiap langkahnya, ``Segenap
manusia yang terlibat dalam proyek pendidikan harus mengacu ke arah di
ejawantahkannya visi dan misi diatas``, tidak sedikit kepala
sekolah/madrasah yang tidak memiliki `` Visi dan Misi yang Jelas kemana
pendidikan mau akan dibawa dan dikembangkan``. Hampir dapat dikatakan bahwa
Madrasah pada dewasa ini hanya merupakan/tidak lebih sebagai sekolah Umum yang
bercirikan Islam, akhirnya madrasah memberikan beban berat yang
harus dipikul siswa, pembelajaran menjadi tumpang tindih dan sarat dengan
pemaksaan ,tanpa mengetahui arah yang jelas mau dibawa kemana.
b) Managemen
yang belum Profesional, sekolah/ madrasah belum mampu menyelenggarakan
Pembelajaran dan Penyelenggaraan Pendidikan yang Efektif dan Berkwalitas.
Terjadinya berbagai macam bentuk manipulasi nilai , administrasi
menunjukkan betapa lemahnya managemen sekolah/ madrasah, sehingga menimbulkan
suasana tidak sehat dan jauh dari tujuan pendidikan. ``Semua pihak harus merasa
prihatin dan segera melakukan perubahan manakala perkembangan menunjukkan
sebaliknya``.`` Ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan
membenci kebohongan,Oleh sebab itu.maka ilmu di Indonesia sukar berkembang
selama kita suka berbohong``
c) Kompetensi
dan figur Guru yang kurang memadai ,guru adalah merupakan unsur yang terpenting
dalam kegiatan belajar mengajar, disini kompetensi guru seharusnya tidak hanya,
mumpuni dalam bidang materi,metodologi dan ketrampilan dalam mengajar tetapi
juga dituntut harus dapat dijadikan teladan dalam sikap sehari- hari (digugu
dan ditiru) .
d) Kurikulum
dan Waktu sangat terbatas, yang akan menghambat sekolah/ madrasah dalam
memberikan keleluasaan mengaplikasikan dalam kehidupan konkrit di muka
bumi, ``pemikiran keislaman jangan selalu bersifat transendental eskapis,
tetapi juga mempertautkan dan menyentuhkan pemikiran transcendental tersebut
kearah sosial budaya yang konkret dan kontestual``.Untuk mewujudkan Pendidikan
Agama Islam yang mampu menciptakan manusia yang berkepribadian,
berakhlaq, berwatak dan berkeyakinan muslim, harus menjauhi batasan dan
keterkungkungan yang selalu menghimpit setiap gerak dalam menentukan kemana
arah dan tujuan pendidikan, diluar batasan waktu tersebut seharusnya dapat
digunakan untuk memperbanyak pembiasaa-pembiasan dan mengaplikasikan ilmu
yang didapat kedalam kehidupan sehari-hari yang akan menuju kearah kepribadian,
akhlaq, watak dan keyakinan yang mantap.
E.
Sekolah
Islam terpadu
a) Pengertian
Sekolah Islam Terpadu
pada hakekatnya adalah sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan islam
berlandaskan Al-Quran dan As sunnah. Dalam aplikasinya Sekolah Islam Terpadu
diartikan sebagai sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraannya dengan
memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum.
Sekolah Islam Terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga
dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sekolah Islam
Terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah dan jasadiyah. Dalam
penyelenggaraannya memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan
belajar yaitu sekolah, rumah dan masyarakat. [20]
Dengan sejumlah
pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Sekolah Islam Terpadu adalah
sekolah islam yang diselenggarakan dengan memadukan secara integrative nilai
dan ajaran islam dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang
efektif dan pelibatan yang optimal dan koperatif antara guru dan orang tua ,
serta masyarakat untuk membina karakter dan kompetensi murid.
Sekolah Islam Terpadu
yang muncul sebagai alternatif solusi dari keresahan sebagai masyarakat muslim
yang menginginkan adanya sebuah institusi pendidikan islam yang berkomitmen
mengamalkan nilai – nilai islam dalam sistemnya, dan bertujuan agar siswanya
mempunyai kompetensi seimbang antara ilmu kauniyah dengan ilmu qauliyah, antara
fikriyah, ruhiyyah dan jasadiyyah, sehingga mampu melahirkan generasi muda
muslim yang berilmu, berwawasan luas dan bermanfaat bagi ummat. Dengan tujuan
menciptakan siswa yang memiliki kecerdasan Intelektual(Intelegen Quotient),
Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) dan Kecerdasan
Spiritual (Spritual Quotient) yang tinggi serta kemampuan beramal
(kerja) yang ihsan.
Sekolah Islam Terpadu
juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif,
afektif dan konotif. Implikasi dari keterpaduan ini menuntut pengembangan
pendekatan proses pembelajaran yang kaya, variatif dan menggunakan media serta
sumber belajar yang luas dan luwes. Metode pembelajaran menekankan penggunaan
dan pendekatan yang memicu dan memacu optimalisasi pemberdayaan otak kiri dan
otak kanan. Dengan pengertian ini, seharusnya pembelajaran di SIT dilaksanakan
dengan pendekatan berbasis (a) problem solving yang melatih peserta didik
berfikir kritis, sistematis, logis dan solutif (b) berbasis kreativitas yang
melatih peserta didik untuk berfikir orsinal, luwes (fleksibel) dan lancer fan
imajinatif. Keterampilan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat dan penuh
maslahat bagi diri dan lingkungannya.
Sekolah Islam Terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah, dan jasadiyah. Artinya, SIT berupaya mendidik
peserta didik menjadi anak yang berkembang kemampuan akal dan
intelektualnya,meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT,
terbina akhlak mulia, dan juga memiliki kesehatan, kebugaran dan keterampilan
dalam kehidupannya sehari – hari.
Sekolah Islam Terpadu memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajaryaitu: sekolah, rumah dan masyarakat.
SIT berupaya untuk mengoptimalkan dan sinkronisasi peran guru, orang tua dan
masyarakat dalam proses pengelolaan sekolah dan pembelajaran sehingga terjadi
sinergi yang konstruktif dalam membangun kompetensi dan karakter peserta didik
. orang tua dilibatkan secara aktif untuk memperkaya dan memberi perhatian yang
memadai dalam proses pendidikan putra – putri mereka. Sementara itu, kegiatan
kunjungan ataupun interaksi keluar sekolah merupakan upaya untuk mendekatkan
peserta didik terhadap dunia nyata yang ada ditengah masyarakat.
b) Karakter Sekolah Islam Terpadu
Karakteristik utama SIT adalah :
1
Menjadikan Islam sebagai landasan
filosofis
2
Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam
bangunan kurikulum
3
Menerapkan dan mengembangkan metode
pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar
4
Mengedepankan qudwah hasanah dalam
membentuk karakter peserta didik
5
Menumbuhkan biah sholihah dalam iklim
dan lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan
kemungkaran
6
Melibatkan peran serta orang tua dan
masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan
7
Mengutamakan nilai ukhuwah dalam semua
interaksi antarwarga sekolah
8
Membangun budaya rawat, resik, rapih,
runut, ringkas, sehat, dan asri
9
Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah
untuk selalu berorientasi pada mutu
10 Menumbuhkan
budaya profesionalisme yang tinggi di kalangan tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan
c) Tujuan Umum Pendidikan Sekolah
Islam Terpadu
Adalah membina peserta didik untuk
menjadi insane muttaqien yang cerdas, berakhlak mulia dan memiliki
keterampilan yang memberikan manfaat dan maslahat bagi umat manusia,
dengan rincian karakter ( muwashoffat) sebagai berikut :
1) Aqidah
yang Bersih (Salimul Aqidah)
2) Ibadah
yang Benar (Shohihul Ibadah)
3) Pribadi
yang matang (Matinul Khuluq)
4) Mandiri
(Qodirun Alal Kasbi)
5) Cerdas
dan Berpengetahuan (Mutsaqqoful Fikri)
6) Sehat
dan kuat (Qowiyul Jismi)
7) Bersungguh-sungguh
dan Disiplin (Mujahidun Linafsihi)
8) Tertib
dan Cermat (Munazhzhom Fi Syu’unihi)
9) Efisien
(Harisun ‘Ala Waqtihi)
10) Bermanfaat
(Nafiun Lighoirihi)
d) Kelebihan
Kelebihan tersebut didasari oleh
beberapa alasan.
1)
Materi pelajaran menjadi dekat dengan
kehidupan anak sehingga anak dengan mudah memahami sekaligus melakukannya.
2)
Siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan
hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran
lainnya.
3)
Dengan bekerja dalam kelompok, siswa
juga dapat mengembangkan kemampuan belajarnya dalam aspek afektif dan
psikomotorik, selain aspek kognitif.
4)
Pembelajaran terpadu mengakomodir jenis
kecerdasan siswa.
5)
Dengan pendekatan pembelajaran terpadu
guru dapat dengan mudah menggunakan belajar siswa aktif sebagai metode
pembelajaran.
e) Kekurangan
1) Aspek
Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan
berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk
terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi
yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak
terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran
terpadu akan sulit terwujud.
2) Aspek
peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik
yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal
ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan
analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan
eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak
dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit
dilaksanakan.
3) Aspek
sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan
bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga
fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah
pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan
pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4) Aspek
kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan
pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru
perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian
keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5) Aspek
penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh
(komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari
beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain
dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan
pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru
lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
6) Suasana
pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu
bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada
saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru berkecenderungan menekankan atau
mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar
belakang pendidikan guru itu sendiri.[21]
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Belajar
atau pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang wajib dilakukan dan diberikan
kepada peserta didik. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa
depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan
yang tinggi, sehingga akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat
peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah
sebuah keharusanagar PBM akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan.
Kesimpulannya,
tidak ada satupun metode pengajaran dan penyampain materi ke anak didik yang
sempurna. Buktinya, tiap-tiap metode memiliki celah dan kelemahan di sana-sini.
Jadi, semuanya tergantung tenaga pendidik dalam mengoptimalisasikan kelebihan
yang tersedia serta meminimalisir berbagai kelemahan yang ada pada tiap-tiap
metode. Dengan adanya keserasian antara metode yang diterapkan dengan kemampuan
yang dimiliki oleh tenaga pendidik jauh lebih ampuh dalam mencapai hasil
optimal dalam proses belajar mengajar.
Ø Filsafat
merupakan kegiatan olah fikir yang sangat mendalam terhadap suatu persoalan
kecil yang dianggap penting oleh seseorang, yang mungkin dianggap sebagai hal
yang tidak penting oleh orang lain dan mungkin tidak dapat memberikan
kontribusi secara langsung dalam kehidupan seseorang. Filasafat Islam di bagian
Timur Dunia Islam (Masyriqi) berbeda dengan filsafat Islam diMaghribi (
bagian Dunia Barat). Di antara filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah
perselisihan pendapat tentang berbagai pokok pengertian. Di Timur ada
filosof terkemuka, al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof
terkemuka, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd.
Sebagai
akibat adanya peradaban yang berpusat di Syam dan Persia setelah sebelumnya
berpusat di Athena dan Iskandariyah. Setelah Islam datang, orang Arab menguasai
daerah Persia, Syam, dan Mesir. Kemudian pusat kekhalifaan pindah dari Hijaz
(Madinah) ke Damaskus (Syam), sebuah kota yang yang dari politik menjadi pusat
kekuasaan Bani Ummayah. Pada masa itu muncul dua kota besar meaminkan peranan
penting dalam sejarah pemikiran Islam, yaitu Bashrah dan Kufah. Hingga
datangnya kekuasaan orang-orang Bani Abbas, dua kota tersebut memimpin tetap
memimpin kehidupan kebudayaan di seluruh dunia. Setelah para penguasa daulat
Abbasyiah membangun kota Baghdad, dua kota pusat kebudayaan Islam Bashrah
dan Kufah berpindah ke kota Baghdad. Sejak itu Baghdad menjadi pusat
kekhalifaan di samping menjadi pusat kegiatan ilmu, filsafat dan
peradaban. Kaum cendekiawan dan para ahli fikir dari berbgai pelosok dunia
banyak yang tertarik ke Baghdad, sehingga kota itu mirip denga Athena pada abad
ke-5 SM, atau mirip dengan Paris dalam abad ke-19 Masehi, yaitu sebagai pusat
kebudayaan manusia.
Ø Sebagai
sejarah perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia antara lain
ditandai oleh adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam (pesantren dan madrasah)
yang amat bervariasi, namun kedua-duanya memiliki hubungan subtansial dan
fungsional yang tidak bisa dipisahkan. Dinamika pertumbuhan dan perkembaanga
lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut selain dipengaruhi oleh faktor
internal dari para pendirinya, juga tidak lepas dari pengaruh eksternal yang
bersifat global. Kedua pengaruh ini satu dan yang lainya secara akumulatif
berpadu menjadi satu dan menghasilkan bentuk dan corak dari lembaga pendidikan
yang bersangkutan.
Secara
faktual, pembenahan lembaga pendidikan Islam yang dilakukan mengalami
perubahan secara terus menerus. Tentunya ini terjadi karena pengaruh yang amat
kuat dari luar seperti; persaingan pendidikan formal dan globalisasi yang
sangat dan menuntut adanya perubahan itu sendiri. Dengan konsep lembaga
pendidikan Islam terpadu merupaka salah satu solusi yang alternatif agar mampu
memberikan terobosan pendidikan Islam lebih maju dan kompetitif. Kondisi
faktual obyektif pendidikan saat ini, ketiga unsur pelaksana tersebut belum
berjalan secara sinergis di samping masing-masing unsur tersebut juga belumlah
berfungsi secara benar. Sinergi negatif antar ketiganya, memberikan pengaruh
kualitas proses pendidikan secara keseluruhan.
B. Penutup
Sekiranya
banyak kekurangan dalam pemaparan makalah ini dan penulis sadari makalah ini sangatlah
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharap kepada pembaca sekalian
untuk memberikan masukan yang kiranya dapat menambahkan pemaparan dalam kajian
“Ilmu Pendidikan Islam” .
Penulis
mohon maaf atas kekurangan dalam pemaparan makalah ini dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Hakim, Antang, dkk. 2008. “Filsafat Umum”.
Bandung; Pustaka Setia, Cet ke 1
Abdul
Indah Fajarwati. 2010. “Macam-macam
Metode Pengajaran”. http://gurupaud.blogspot.com/2010/09/macam-macam-metode-mengajar.html
Al Farizi, Salman. 2012.”Pengertian Sekolah Islam Terpadu”.
http://sditsalmanalfarisi2.wordpress.com/2012/02/07/pengertian-sekolah-islam-terpadu/
Bayu, Arifian. 2010. “Pemikiran KH Ahmad Dahlan”. http://arfianbayu.blogspot.com/2012/10/pemikiran-kh-ahmad-dahlan-tentang_26.html
Bouthoul, Gaston. 1998. “Teori-Teori Filsafat Social Ibn Khaldun”. Yogyakarta; Titian Ilahi
Press. Cet Ke1
Cak Bakri.
2013. “Pesantren Salat dan Modern”. http://pendidikanuntukperbedaan.blogspot.com/2013/01/tantangan-pesantren-salaf-dan-modern.html
Cikgus. 2013. “Ibnu Khaldun”. http://cikgustpm.blogspot.com/2013/05/sumbangan-ibnu-khaldun-dalam-bidang.html
Cindai. 2010. “Ibnu Sina”. http://tokoh1038.blogspot.com/2010/10/ibnu-sina.html
Elas. 2010. “Karya-karya Ibnu Khaldun”. http://elasq.wordpress.com/2010/08/02/karya-karya-ibnu-khaldun/
Erfan.
2011. “Memberi Teladan, Metode Pendidikan
Terbaik “. http://www.erfan.ir/56277.html
Fatoni. 2010. “Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu”. http://fatonipgsd071644221.wordpress.com/2010/04/26/kelebihan-dan-kekurangan-pembelajaran-terpadu/
Hanputra. 2011. “Konsep Ilmu dan Metode Pendidikan”. http://hanputra.blogspot.com/2011/08/konsep-ilmu-dan-metode-pendidikan-dalam.html
Haryono.
2012. “Metode Debat”.
http://haryono10182.wordpress.com/tag/metode-debat/
Hidayah, Nur. 2011. “Konsep Sekolah Islam Terpadu”. http://smait.nurhidayahsolo.com/berita-180-konsep-sekolah-islam-terpadu.html
http://semuauntukberbagi-blogspot.blogspot.com/2012/05/metode-pembelajaran-debat.html
Ibnu. 2009. “Pemikiran Al-Ghozali tentang Pendidikan”. http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/03/pemikiran-al-ghazali-tentang-pendidikan.html
Jepara,
Fina. 2013. “Model Pembelajaran Jigsaw”.
http://fhinajeparaz.wordpress.com/2013/01/03/model-pembelajaran-jigsaw-2/
Leli, Purnama. 2012. “Pendidikan Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah”. http://purnamahidayah.blogspot.com/2012/03/pendidikan-islam-pada-sekolah-umum-dan.html
Majjannai. 2012. “Pandangan Al-Kindi”. http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/pandangan-al-kindi-tentang-filsafat.html
Matsna.
2011. “Investigasi Kelompok”.
http://matsna-neeza.blogspot.com/2011/05/investigasi-kelompok-group.html
Me.
2012. “Metode Pembelajaran Efektif”. http://11124acs.blogspot.com/2012/03/metode-pembelajaran-efektif.html
Muhammad Rahmatullah Al-Muhyiddiny
As-Salafy . 2010. “Sistem
Pendidikan Pesantren”. http://ra4103gmail.blogspot.com/2010/12/sistem-pendidikan-pesantren-tipe.html
Muthoharoh, Mifthahul. 2011. “Pemikiran KH Hasyim Asya’ari”. http://miftahul-muthoharoh.blogspot.com/2011/11/pemikiran-khhasyim-asyari-tentang.html
Octavia,
Dilla. 2013. “Model Pembelajaran
Kooperatif”. http://dillaoctavia.blogspot.com/2013/04/metode-pembelajaran-kooperatif-tipe.html
Pradi. 2011. “Pendidikan Islam Madrasah”. http://pradicool.wordpress.com/2011/09/30/prospek-sistem-pendidikan-madrasah-di-indonesia/
Rahmatullah,
Widan. 2012. “Metode Pembelajaran”. http://wildanrahmatullah.com/2012/09/19/metode-pembelajaran/
Ramayulis. 2012. ”Metodologi Pendidikan Agama
Islam”. Jakarta:Kalam Mulia. Cet ke-7
Rasto.
2013. “Pengertian Metode Pembelajaran
“. http://pembelajaranku.com/pengertian-metode-pembelajaran/
Riza, Muhammad. 2012. “Ibnu Sina dan Karya-karyanya”. http://muhammadrizalhsb.blogspot.com/2012/03/ibnu-sina-dan-karya-karyanya.html
Rukiyah, Hadi. 2009. “Al-Farabi”. http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/al-farabi-al-pharabius.html
Salim, Shodiq. 2011. “Konsep Pemikiran Pendidika Al-Kindi”. http://shodiqsalim.blogspot.com/2011/03/konsep-pemikiran-pendidikan-al-kindi.html
Serunaihati. 2012. “Biografi KH Ahmad Dahlan”. http://serunaihati.blogspot.com/2012/11/biografi-kh-ahmad-dahlan-pendiri.html
Sudarsono, Dading. 2010. “Lembaga Pendidikan Islam Terpadu”. http://dedingsudarso.blogspot.com/2010/04/lembaga-pendidikan-islam-terpadu.html
Sudrajat, ahmad. 2011. “Pembelajaran Berdasarkan Masalah”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/28/pembelajaran-berdasarkan-masalah/
Sunarto, Joko. 2012. “Pemikiran Ibnu Khaldun”. http://jokosunarto27.blogspot.com/2012/06/pemikiran-ibn-khaldun.html
Syafief. 2013. “Filsafat Islam Al-Ghozali dan Pemikirannya”. http://syafieh.blogspot.com/2013/04/filsafat-islam-al-ghazali-dan-pemikiran.html#ixzz2npZRWD1d
Syafieh. 2013. “Filsafat Al Kindi”. http://syafieh.blogspot.com/2013/03/filsafat-al-kindi.html#ixzz2nkHikAeU
Taqwim. 2012. “Karakter Sekolah Islam Terpadu”. http://taqwimislamy.com/index.php/en/56-siswaunggulan/301-karakter-peserta-didik-di-sekolah-islam-terpadu
Upi.
2011. “Metode Pembelajaran”.
http://icls.upi.edu/v5/download/kiat.pdf
Vennacyaabid. 2012. “Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina”. http://vennacyaabid.blogspot.com/2012/07/analisis-pemikiran-pendidikan-ibnu-sina.html
Waazin. 2012. “Ibnu Sina Tokoh Intelektual Islam”. http://waazin.blogspot.com/2012/12/ibnu-sina-tokoh-intelektual-islam.html
Watoni, Nurul. 2013. “Biografi Ibnu Sina”. http://info-biografi.blogspot.com/2010/03/biografi-ibnu-sina.html#HSECUgOgQxOJesyk.99
Zaibio. 2010. “Konsep Dasar Strategi Pembelajaran”. http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/konsep-dasar-strategi-pembelajaran-3/
Zentadacon. 2011. “Pemikiran Al-Kindi”. http://zentadacon.wordpress.com/makulzen/filsafat-islampokok-pemikiran-al-kindi/
[1]Me. 2012. “Metode
Pembelajaran Efektif”. http://11124acs.blogspot.com/2012/03/metode-pembelajaran-efektif.html. Artikel diakses pada hari Kamis 12 Desember 2013
[2]Haryono. 2012. “Metode
Debat”. http://haryono10182.wordpress.com/tag/metode-debat/. Artikel diakses pada hari Kamis 12 Desember 2013
[3]Octavia, Dilla. 2013. “Model Pembelajaran Kooperatif”. http://dillaoctavia.blogspot.com/2013/04/metode-pembelajaran-kooperatif-tipe.html. Artikel diakses pada hari Kamis 12 Desember 2013
[4]Matsna. 2011. “Investigasi
Kelompok”. http://matsna-neeza.blogspot.com/2011/05/investigasi-kelompok-group.html. Artikel diakses pada hari Kamis 12 Desember 2013
[5]Jepara, Fina. 2013. “Model
Pembelajaran Jigsaw”. http://fhinajeparaz.wordpress.com/2013/01/03/model-pembelajaran-jigsaw-2/. Artikel diakses pada hari Jum’at 13 Desember 2013
[6] Zaibio. 2010. “Konsep
Dasar Strategi Pembelajaran”. http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/konsep-dasar-strategi-pembelajaran-3/. Artikel diakses pada hari Jum’at 13 Desember 2013
[7]Vennacyaabid. 2012. “Pemikiran
Pendidikan Ibnu Sina”. http://vennacyaabid.blogspot.com/2012/07/analisis-pemikiran-pendidikan-ibnu-sina.html
[8]Waazin. 2012. “Ibnu
Sina Tokoh Intelektual Islam”. http://waazin.blogspot.com/2012/12/ibnu-sina-tokoh-intelektual-islam.html
[9]Cikgus. 2013. “Ibnu
Khaldun”. http://cikgustpm.blogspot.com/2013/05/sumbangan-ibnu-khaldun-dalam-bidang.html
[10]Majjannai. 2012. “Pandangan
Al-Kindi”. http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/pandangan-al-kindi-tentang-filsafat.html
[11]Zentadacon. 2011. “Pemikiran
Al-Kindi”. http://zentadacon.wordpress.com/makulzen/filsafat-islampokok-pemikiran-al-kindi/
[12]Syafief. 2013. “Filsafat
Islam Al-Ghozali dan Pemikirannya”. http://syafieh.blogspot.com/2013/04/filsafat-islam-al-ghazali-dan-pemikiran.html#ixzz2npZRWD1d
[13] Rukiyah, Hadi. 2009. “Al-Farabi”. http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/al-farabi-al-pharabius.html
[14] Ibid
[15]Bayu, Arifian. 2010. “Pemikiran
KH Ahmad Dahlan”. http://arfianbayu.blogspot.com/2012/10/pemikiran-kh-ahmad-dahlan-tentang_26.html
[16] Muthoharoh, Mifthahul. 2011. “Pemikiran KH Hasyim Asya’ari”. http://miftahul-muthoharoh.blogspot.com/2011/11/pemikiran-khhasyim-asyari-tentang.html
[17]Cak Bakri.
2013. “Pesantren Salat dan Modern”. http://pendidikanuntukperbedaan.blogspot.com/2013/01/tantangan-pesantren-salaf-dan-modern.html
[18] Ibid
[19]Pradi. 2011. “Pendidikan
Islam Madrasah”. http://pradicool.wordpress.com/2011/09/30/prospek-sistem-pendidikan-madrasah-di-indonesia/
[20]Al Farizi, Salman. 2012.”Pengertian Sekolah Islam Terpadu”.
http://sditsalmanalfarisi2.wordpress.com/2012/02/07/pengertian-sekolah-islam-terpadu/
[21]Fatoni. 2010. “Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu”. http://fatonipgsd071644221.wordpress.com/2010/04/26/kelebihan-dan-kekurangan-pembelajaran-terpadu/
Comments
Post a Comment
Jangan lupa komentar yaaa !!!