Pengaruh pembelajaran aqidah akhlak terhadap perilaku siswa MTs AL- Khairiyah Mampang Jakarta Selatan
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan berasal dari Bahasa Yunani “peadegogie”
yang terbentuk dari kata "pais” yang berarti anak dan “again” yang berarti
membimbing. Dari arti kata itu maka dapat didefenisikan secara leksikal bahwa pendidikan
adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan pada anak oleh orang dewasa
secara sengaja agar anak menjadi dewasa[1].
Kedewasaan anak ditentukan oleh kebudayaannya. Anak lahir dalam keadaan tidak
berdaya dan orang dewasa membekalinya agar mampu mempertahankan kelangsungan
hidup dan mengembangkan diri. Dalam pengertian ini maka pendidikan adalah
sarana pewarisan keterampilan yang telah ada pada satu generasi dapat
dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi sesudahnya sesuai dengan dinamika
tantangan hidup yang dihadapi oleh anak.
Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai- nilai dalam masyarakat dan kebudayaan ( Tim
dosen FIP IKIP Malang, 1980: 1 ). Bila anak berperilaku sesuai dengan tuntutan
kultural masyarakatnyamaka dia dikatakan sebagai manusia terdidik.
Pendidikan dapat dibatasi dalam pengertiannya yang
sempit dan luas. Dalam arti sempit pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk menolong anak didik menjadi matang kedewasaannya. Pendidikan dalam pengertian
ini dilakukan oleh institusi formal sekolah. Dalam arti luas, semua manipulasi
lingkungan yang
diarahkan untuk mengadakan perubahan perilaku anak
merupakan pendidikan. Semua perubahan kepribadian yang positif bukan karena
kematengan merupakan hasil dari proses pendidikan. Dalam pengertian ini
pendidikan tidak terbatas pada usaha pendewasaan yang dilakukan oleh sekolah
tetapi juga oleh keluarga dan masyarakat.
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh
orang tua dalam keluarga terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dikirimlah anak ke sekolah. Dengan demikian
sebenarnya pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga.
Dengan masuknya anak ke sekolah, maka terbentuklah hubungan antara rumah dan
sekolah karena antara kedua lingkungan itu terdapat objek dan tujuan yang sama,
yakni mendidik anak-anak. Untuk itu perlu mendorong atau memantau kegiatan
pendidikan agama islam yang dialami oleh peserta didiknya di dua lingkungan
pendidikan lainnya ( keluarga dan masyarakat ), sehingga terwujud kelarasan dan
kesatuan tindak dalam pembinaannya.[2]
Agama sebagai dasar pijakan umat manusia memiliki
peran yang sangat besar dalam proses kehidupan manusia. Agama telah mengatur
pola hidup manusia baik dalam
hubungannya dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan sesama manusia. Agama
selalu mengajarkan yang terbaik dan tidak pernah menyesatkan penganutnya. Untuk
itu sebagai benteng pertahanan diri anak didik dalam menghadapi berbagai tantangan
di atas, sehingga dengan pendidikan agama ini, dapat menyelamatkan anak agar
tidak terjerumus dalam keterbelakangan mental. Pendidikan agama merupakan
system pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh
umat manusia dalam rangka meningkatkan penghayatan dan pengalaman agama dalam
kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara.[3]
Pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
mengimani, bertakwa berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama islam dari sumber
utamanya kitab suci al- Qur’an dan al- Hadits, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman.[4]
Misi pendidikan agama islam adalah mewujudkan
nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan manusia Indonesia. Manusia Indonesia
yang di cita- citakan adalah manusia yang bertaqwa,
beriman dan produktif dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
peningkatan taraf hidupnya.
Hal ini sesuai dengan rumusan undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bab 1
tentang ketentuan umum pasal 1 dan 2 :
1. Pendidikan adalah usaha saar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta dididik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang
diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan Negara.
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman.[5]
Di Madarasah pendidikan akhlak tercantum dalam mata
pelajaran yakni aqidah akhlak yang menekankan pada kemampuan memahami dan
mempertahankan keyakinan atau keamanan yang benar dengan mengamalkan
nilai-nilai asmaul husna. Menciptakan suasana keteladanan dan pembiasaan dengan
mengamalkan akhlak terpuji dan adab islam melalui pembinaan contoh perilaku
sehari-hari. Akhlak mempunyai pengaruh besar terhadap individu manusia dan
terhadap suatu bangsa. Dalam suatu syair dikatakan “Sesungguhnya bangsa itu
tetap hidup selama bangsa itu berakhlak, jika akhlak mereka lenyap maka
hancurlah mereka.[6]
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih
dalam keadaan seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan atau keburukan.
Karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau
keburukan hal ini dijelaskan Allah sebagai berikut:
Akan tetapi dalam perjalanannya akhlak menjadi hanya
sekedar adab atau tata krama saja. Akhlak kehilangan subtansi filosofinya.
Tidak heran jika saat ini,moralitas umat Islam Indonesia mengalami krisis akut
akibatnya, keshalihan ritual seringkali tidak berkorelasi positif dengan
keshalihan sosial. Padahal, akhlak merupakan ujung tombak agama. Inilah saatnya
untuk menghidupkan akhlak kembali. Berdasarkan penelitian pendahuluan masih
dijumpai siswa yang tidak menghormati orang tuanya, masih dijumpai siswa yang
suka membolos, masih ada siswa yang tidak menghormati guru-gurunya, masih ada siswa yang suka berkata kotor, dan
masih dijumpai siswa yang suka meninggalkan shalat lima waktu, padahal itu semua
adalah merupakan bagian dari akhlak yang tidak lain merupakan bagian dari
ibadah.
Perilaku negative
anak didik sebagai salah satu problem
social sangat mengganggu keharmonisan juga keutuhan segala nilai dan
kebutuhan dasar kehidupan social. Dalam kenyataan nya perilaku negative anak
didik merusak nilai- nilai moral, nilai- nilai social, nilai agama, serta
norma- norma hukum yang hidup bertumbuh didalamnya, baik hukum tertuis maupun
hukum tidak tertulis.
Pada hakikatnya, perilaku negative anak didik
bukanlah suatu problem social yang hadir dengan sendirinya ditengah- tengah
masyarakat, akan tetapi problem tersebut muncul karena beberapa keadaan yang
berkaitan, bahkan mendukung kenakalan itu. Kehidupan keluarga yang hancur lebur
( broken home ) dan tidak harmonis ( quasi home ) memberi dorongan yang kuat
sehingga anak menjadi nakal ( delinquent ). Bukan hanya lingkungan terdekat
yang buruk dapat mendorong anak menjadi nakal, akan tetapi kondisi lembaga
pendidikan formal yang buruk pun dapat berpengaruh terhadap terjadinya perilaku
negative anak didik. Di lembaga- lembaga penddikan formal, terdapat anak- anak
baik kemudian menjadi nakal karena pengaruh teman- teman di sekolah yang memang
sudah nakal duluan. Demikian pula keadaan lingkungan dengan kondisi negatif
akan memberi dukungan dalam proses terjadinya perilaku negative anak didik.
Setiap sekolah memiliki mutu pendidikan, upaya
peningkatkan mutu pendidikan sekolah tidak terlepas dari peningkatan mutu guru,
fasilitas, dan sarana prasarana serta
pembentukan kurikulum termasuk penggunaan metode pengajaran aktif, dimana guru
dalam tugasnya sebagai pengajar harus selalu beusaha agar siswanya mampu
mencapai keberhasilan belajar yang optimal.
Kemampuan profesional seorang guru teruji oleh
kemampuan menguasai berbagai metode, terutama metode active learning atau belajar aktif, yaitu suatu metode pembelajaran
yang mengajak siswa untuk belajar aktif
,mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok
dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru
mereka pelajari kedalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.
Di antara beberapa factor yang dapat mempengaruhi
terhadap baik buruknya perilaku anak ada salah satu factor yang menarik untuk
saya teliti adalah pembelajaran aqidah akhlak.
Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan
sangat penting guna mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan
kehati- hatian dalam menentukan metode. Sebab jika salah mengambil suatu
metode, tujuan pendidikan tidak akan tercapai bahkan akan membawa mudharat
terhadap anak didik.
Menurut Islam, metode yang dapat digunakan untuk
mendidik akhlak anak didik antara lain adalah, metode keteladanan, perhatian
dan kasih sayang, nasihat, pembiasaan, cerita/ kisah, penghargaan ( reward ), dan hukuman ( punishment ).[7]
Di antara beberapa factor yang dapat mempengaruhi
terhadap baik buruknya perilaku anak ada salah satu factor yang menarik untuk
saya teliti adalah pembelajaran aqidah akhlak.
Dengan pendidikan aqidah akhlak diharapkan dapat
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan siswa yang diwujudkan dalam tingkah laku
terpuji. Karena tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang
didasari oleh pribadi seseorang. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku.
Artinya, bahwa apa yang difikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa
yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian
seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya. Dengan demikaian dapat
disadari betapa pentingnya peranan pendidikan aqidah akhlak dalam membentuk tingkah
laku siswa seutuhnya. Maka dari itu, Pendidikan aqidah akhlak mempunyai arti
dan peranan penting dalam membentuk tingkah laku siswa seutuhnya. Sebab dengan
pendidikan aqidah akhlak
ini siswa tidak
diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan hidup bukan di
dunia saja, tetapi juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat.
Dengan pendidikan aqidah akhlak siswa diarahkan
mencapai keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan batiniah, keselarasan
hubungan antara manusia dalam lingkup sosial masyarakat dan lingkungannya juga
hubungan manusia dengan Tuhannya.
Dan dengan pendidikan
aqidah akhlak pula siswa akan memiliki derajat yang tinggi
yang melebihi makhluk lainnya. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
pendidikan aqidah akhlak dapat dipandang
sebagai suatu wadah untuk membina dan membentuk tingkah laku siswa dalam
mengembangkan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) serta pembiasaan
(psikomotorik).
Oleh sebab itu pendidikan aqidah akhlak bertujuan
untuk menumbuhkan pola tingkah laku siswa melalui latihan kejiwaan, kecerdasan,
penalaran, perasaan dan indera. Pendidikan aqidah akhlak dengan tujuan semacam
itu harus melayani pertumbuhan siswa dalam segala aspeknya, baik aspek
spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah maupun bahasa. Pendidikan
aqidah akhlak harus mendorong semua aspek tersebut ke arah keutamaan serta
pencapaian kesempurnaan hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.
Dan untuk mewujudkan tujuan di atas tentunya harus
ditunjang dengan berbagai faktor seperti diantaranya guru atau pendidik,
lingkungan, motivasi dan sarana yang relevan. Perkembangan dan pertumbuhan
tingkah laku siswa berjalan cepat atau lambat tergantung pada sejauh mana
faktor– faktor pendidikan aqidah akhlak dapat disediakan dan difungsikan sebaik
mungkin. Yang dalam hal ini adalah lembaga sekolah pendidikan agama yang
diberikan dilingkungan sekolah, lembaga sekolah pendidikan agama tidak hanya
menyangkut proses belajar- mengajar yang berlangsung di kelas melalui
intelegensia ( kecerdasan otak ) semata,
tetapi juga menyangkut pada hal- hal lain seperti dengan guru, teman dan
lingkungan yang sangat berpengaruh pada tingkah lakunya.
Sebagai pelajaran yang tidak bisa terpisahkan dari
pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagai suatu keseluruhan, pelajaran Aqidah
Akhlak tidak akan mampu sepenuhnya dalam memotivasi peserta didik untuk
mempraktikan nilai- nilai keyakinan keagamaan
dan akhlak karimah
dalam kehidupan sehari- hari tanpa berkorelasi dengan
pelajaran PAI lainnya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya guru aqidah
akhlak perlu bekerja sama dengan guru-guru lainnya, tenaga pendidik, orang tua
dan pihak-pihak yang terkait agar anak-anak didik dapat menerapkan apa yang
telah dipelajarinya baik dirumah ataupun disekolah.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik
untuk membahas dan meneliti kedalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Aqidah Akhlak Terhadap
Perilaku Siswa Di Mts Al – Khairiyah Mampang Jakarta Selatan Tahun Ajaran 2016- 2017.
B. Identifikasi
masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat di
identifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Apakah
pembelajaran aqidah akhlak dapat mempengaruhi perilaku siswa ?
2. Apakah
lingkungan keluarga dapat mempengaruhi perilaku siswa ?
3. Apakah
lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku siswa ?
4. Apakah
lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi perilakusiswa?
5. Apakah
teman pergaulan dapat mempengaruhi perilaku siswa ?
C. Pembatasan
Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah
tersebut serta demi terarahnya penelitian ini maka peneliti perlu membatasi
masalah dan obyek penelitian sebagai berikut :
1.
Pembelajaran aqidah akhlah merupakan
mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran- ajaran dasar yang terdapat dalam
Agama Islam yang bersumber dari Al- Qur’an dan Hadits.
2.
Perilaku siswa
Sikap dan perbuatan baik dan buruk
yang dilakukan siswa sebelum dan sesudah mempelajari mata pelajaran aqidah
akhlak
D. Perumusan
masalah
Dalam kaitan dengan pembatasan masalah yang
dikemukakan diatas, maka peneliti perlu melakukan perumusan masalah berupa :
1.
Bagaimana proses pembelajaran aqidah
akhlak di MTs AL- Khairiyah Mampang Jakarta Selatan?
2.
Bagaimana perilaku siswa MTs AL-
Khairiyah Mampang Jakarta Selatan?
3.
Apakah ada pengaruh pembelajaran aqidah
akhlak terhadap perilaku siswa MTs AL- Khairiyah Mampang Jakarta Selatan?
E. Kegunaan
Penelitian
1.
Bagi Siswa: Dalam rangka memperbaiki
diri siswa itu sendiri secara continue
agar dapat terus menerus berakhlak yang
baik.
2.
Bagi Guru: Dalam rangka mengoptimalkan
efektifitas kerjanya sebagai pendidik dan terus memperbaiki kualitas diri.
3.
Bagi peneliti: Memperdalam masalah
akhlak siswa yang relevansinya dengan pendidikan akidah akhlak sebagai disiplin
ilmu.
4.
Bagi Sekolah : Untuk meningkatkan
kualitas sekolah karena sukses atau tidaknya lembaga sekolah dapat dilihat
melalui akhlak siswanya yang telah mendapatkan pendidikan di sekolah yang
bersangkutan.
BAB II
DESKRIPSI
TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A.
Deskripsi
Teoritis
1. Pembelajaran Aqidah Akhlak
a. Pengertian
Pembelajaran Aqidah Akhlak
Pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersususun, meliputi unsur- unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur, yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran.[1]
Aspek
aqidah menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan/
keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai- nilai al- asma’ al-
husna. Aspek akhlak menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak
terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari- hari. Dapat
disimpulkan pembelajaran aqidah akhlak merupakan materi pembelajaran agama
tentang Rukun Iman, sifat- sifat Allah, dan hubungan manusia dengan manusia
terhadap sikap dan perilaku yang dalam pembahasannya mencakup mencakup uraian-
uraian bagaimana cara bersikap dan berperilaku yang baik sesuai ajaran Islam
serta contoh- contoh perbuatan yang terpuji yang dapat
diteladani
dan contoh- contoh perbuatan tercela yang dapat dihindari dalam kehidupan
beragama dan bermasyarakat.
Secara
bahasa aqidah berasal dari “aqoda”, ya’qidu, a’qdan, ‘itiqodan yaitu
kepercayaan hati atau keyakinan.[2] Sedangkan secara istilah aqidah berarti
segala keyakinan yang ditetapkan oleh islam yang disertai oleh dalil- dalil
yang pasti.[3]
Pengertian aqidah secara terminology atau
istilah di kemukakan oleh para ahli diantaranya :
Menurut
Imam Al-Ghazali menyatakan, apabila aqidah telah tumbuh pada jiwa seorang
muslim, maka tertanamlah dalam jiwanya rasa bahwa Allah sajalah yang paling
berkuasa,segala wujud yang ada ini hanyalah makhluk belaka.[4]
Menurut
Abdullah Azzam, Aqidah adalah iman dengan semua rukun- rukunnya yang enam.
Maksudnya adalah pengertian iman yaitu : keyakinan atau kepercayaan akan adanya
Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab- Nya, Nabi-nabi-Nya, hari
kebangkitan dan Qadha dan Qadar-Nya.
Dari
dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok
kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam
yang wajib dianut oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan
yang mengikat dan mendasar.
Pengertian
akhlak secara etimologis (lughot) adalah bentuk jamak dari “khuluq”
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.[5]
Sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan
buruk, mengatur pergaulan manusia, dan menentukan tujuan akhir dari usaha dan
pekerjaannya.[6]
Akhlak merupakan perilaku yang tampak (terlihat) dengan jelas, baik
dalam kata-kata maupun perbuatan yang dimotivasi oleh dorongan karena Allah.
Namun demikian, banyak pula aspek yang berkaitan dengan sikap batin ataupun
pikiran, seperti akhlak diniyah yang berkaitan dengan berbagai aspek, yaitu
pola perilaku kepada Allah, sesama manusia, dan pola perilaku kepada alam.
Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi
pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang
merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap
sasama manusia.[7]
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan
adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk.[8]
Perkataan ini bersumber dari kalimat yang tercantum dalam Al-qur’an:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã ÇÍÈ (القلم
/ ٦٨: ٤)
Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung”. (QS Al-Qolam:4).[9]
Akhlak adalah عادةالارادة
atau kehendak yang dibiasakan. Dengan kehendak itulah manusia
melakukan suatu perbuatan, baik perbuatan batin maupun perbuatan lahir. Dan
suatu perbuatan yang dibiasakan itulah yang dinamakan akhlak.
Definisi akhlak
menurut ulama Islam, diantaranya adalah:
1)
Menurut Imam
Ghazali Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan terlebih dahulu.[10]
2)
Menurut Muhammad
Bin Ali Asy-Syarif Al-jurjani.
Al-jurjani
mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Ta’rifat sebagai berikut: akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam
kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah ringan,
tanpa berpikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir
perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka
sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik, sedangkan jika darinya
terlahir perbuatan-perbuatan buruk, maka akhlak tersebut dinamakan akhlak
buruk.
3)
Menurut Abdul
Karim Zaidan
Akhlak
merupakan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan
sorotan dan timbangannya seseorangdapat menilai perbuatannya baik atau buruk,
untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.
4)
Menurut Ibnu
Araby, akhlak merupakan sesuatu keadaan yang dengannya manusia memerlukan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak memerlukan perbuatan tanpa adanya
pemikiran dan usaha.[11]
Dari beberapa
pengertian akhlak diatas maka pada hakekatnya akhlak adalah budi pekerti,
tingkah laku dan perilaku yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang
dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa pertimbangan
pikiran. Sehingga dari akhlak itulah timbullah berbagai macam perbuatan dengan
cara spontan dan mudah tanpa di buat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran
terlebih dahulu. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yang baik dan
terpuji menurut hukum islam, disebut akhlak yang baik (akhlak mahmudah),
jika perbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik maka dinamakan akhlak yang
buruk (akhlak madzmumah).
Adapun akhlak dibagi menjadi dua, menurut Abu Quasem yaitu:
1)
Akhlak Mahmudah
: yaitu segala tingkah laku yang terpuji (baik) yang biasa juga dinamakan
fadlillah, atau akhlak mulia yang harus dianut oleh setiap orang.[12]
Akhlak terpuji (mahmudah) dapat dibagi menjadi 5
bagian, yaitu:
a)
Akhlak kepada
Allah, yaitu pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah
selain Allah.[13]
Hal utama dari akhlak terhadap Allah SWT adalah adanya kesadaran akan
keberadaannya dalam kehidupan manusia.
b)
Akhlak kepada
orang tua, yaitu berbuat baik dan berterima kasih kepada keduanya.
c)
Akhlak kepada
diri sendiri, yaitu control agama yang harus dilakukannya demi keselamatan
dirinya sendiri, baik berupa perintah atau kewajiban yang erat hubungannya
dengan tanggung jawab individu maupun larangan-larangan yang harus dihindari.[14]
d)
Akhlak kepada
sesama, yaitu manusia sebagai makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya
secara fungsional dan optimal banyak bergantung kepada orang lain, perlu
bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain, menghargai gagasan
orang lain serta perlu menciptakan suasana yang baik.[15]
e)
Akhlak kepada
alam atau lingkungan, yaitu meliputi menyayangi binatang, merawat tumbuhan,
memelihara kelestarian alam, mengelola, memjaga dan mengembangkan potensi alam
sekitar sesuai dengan tuntutan dan batasan syariat agama untuk kepentingan
bersama atau masyarakat bukan kepentingan pribadi atau golongan.[16]
2)
Akhlak
Madzmumah : yaitu tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat (qabihah).[17]
Akhlak madzmumah merupakan penyakit jiwa yang sangat berbahaya, yang akan
menghalangi peribadatan seorang muslim. Adapun yang termasuk akhlak madzmumah
diantaranya adalah:
a)
Egois (Al-Nani’ah)
artinya hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli kepada orang lain.
Manusia sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial sudah barang
tertentu harus memperhatikan kepentingan orang lain di samping kepentingan
pribadi.[18]
Kita sebaiknya jangan boros dan kikir, tetapi harus pemurah. Allah SWT
berfirman dalam QS Al-Isra’ ayat 29.
wur ö@yèøgrB x8yt »'s!qè=øótB 4n<Î) y7É)ãZãã wur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# yãèø)tFsù $YBqè=tB #·qÝ¡øt¤C ÇËÒÈ
Artinya: Dan janganlah kamu jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya,
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS Al-Isra’: 29).[19]
b)
Berbohong (Al
Bahtaan) yaitu suka berdusta. Berdusta adalah mengada-adakan sesuatu
(berbohong) yang sebenarnya tidak ada, dengan maksud untuk menjelekkan orang.[20]
Allah SWT berfirman dalam QS An Nisaa’ ayat 112.
`tBur ó=Å¡õ3t ºpt«ÿÏÜyz ÷rr& $\ÿùSÎ) ¢OèO ÏQöt ¾ÏmÎ/ $\«ÿÌt/ Ïs)sù @yJtGôm$# $YY»tFökæ5 $VJøOÎ)ur $YYÎ6B ÇÊÊËÈ
Artinya: Dan
Barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada
orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan
dan dosa yang nyata. (QS An Nisaa’: 112)[21]
c)
Kikir (Al
Bukhlu) adalah mempersempit pergaulan, sukar malah enggan dia memberikan
sebahagian miliknya kepada orang lain. Orang yang kikir biasanya sulit sekali
(bahkan tidak mau) berderma kepada orang lain. Padahal orang lain mungkin
sangat membutuhkan pertolongan, terutama dalam soal kesulitan ekonomi.[22]
Allah SWT berfirman dalam QS Al Lail ayat 8-10.
$¨Br&ur .`tB @Ïr2 4Óo_øótGó$#ur ÇÑÈ z>¤x.ur 4Óo_ó¡çtø:$$Î/ ÇÒÈ ¼çnçÅc£uãY|¡sù 3uô£ãèù=Ï9 ÇÊÉÈ
Artinya: 8. Dan
Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, 9. Serta mendustakan
pahala terbaik, 10. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang
sukar.(QS Al Lail: 8-10).[23]
d)
Mencari
muka/pamer (Riyaa’) adalah syirik kecil, ibadah bukan karena Allah SWT,
tetapi untuk dilihat orang.[24]
Allah SWT berfirman dalam QS Al Baqarah ayat 264.
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#qè=ÏÜö7è? Nä3ÏG»s%y|¹ Çd`yJø9$$Î/ 3sF{$#ur É©9$%x. ß,ÏÿYã ¼ã&s!$tB uä!$sÍ Ä¨$¨Z9$# wur ß`ÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# ( ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. Ab#uqøÿ|¹ Ïmøn=tã Ò>#tè? ¼çmt/$|¹r'sù ×@Î/#ur ¼çm2utIsù #V$ù#|¹ ( w crâÏø)t 4n?tã &äóÓx« $£JÏiB (#qç7|¡2 3 ª!$#ur w Ïôgt tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇËÏÍÈ
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir. (QS Al Baqarah: 264).[25]
e)
Dengki (Al-Hasad)
adalah perbuatan seseorang yang berefek negatif (bahkan merusak) terhadap orang
lain. Seseorang yang mendengki biasanya menginginkan agar nikmat dan anugerah yang
diterima orang lain bisa segera hilang.[26] Allah SWT berfirman dalam QS Al-falaq (113)
ayat 1-5.
ö@è% èqããr& Éb>tÎ/ È,n=xÿø9$# ÇÊÈ `ÏB Îh° $tB t,n=y{ ÇËÈ `ÏBur Îh° @,Å%yñ #sÎ) |=s%ur ÇÌÈ `ÏBur Ìhx© ÏM»sV»¤ÿ¨Z9$# Îû Ïs)ãèø9$# ÇÍÈ `ÏBur Ìhx© >Å%tn #sÎ) y|¡ym ÇÎÈ
Artinya: 1.
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, 2. Dari
kejahatan makhluk-Nya, 3. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada
buhul-buhul, 5. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”. (QS Al-Falaq:
1-5).[27]
f)
Menggunjing (Al-Ghibah)
adalah menceritakan kejelekan orang lain kepada seseorang atau sekelompok
orang. Orang yang suka menggunjing biasanya ingin menjatuhkan nama seseorang
yang digunjingnya. Rasulullah SAW bersabda:
وَعَنْ ٲَبِيْ مُوْسَي رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُوْلَ اللَّه ٲَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ ٲَفْضَلُ؟ قَالَ : مَنْ سَلِمَ
الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Artinya : Dari Abu
Musa ra, ia bertutur, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapa yang paling utama
di antara kaum muslimin?’ Beliau menjawab, ‘Ia adalah orang yang bisa
menjaga lidah dan tangannya dari suka mengganggu dan melukai saudara-saudaranya
sesama muslim.’” (Muttafaq alaih).[28]
Akhlak merupakan
subsistem dari sistem ajaran islam, maka pembidangan akhlak juga vertikal dan
horizontal. Ada akhlak manusia kepada Tuhan, kepada sesama manusia, kepada diri
sendiri dan kepada alam.[29]
Mata pelajaran Aqidah Akhlak ialah
suatu usaha mata pelajaran yang menjajarkan dan membimbing siswa untuk dapat
mengetahui, memahami dan meyakini ajaran Islam serta dapat membentuk dan
mengamalkan tingkah laku yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam.[30]
Mata pelajaran Aqidah Akhlak
merupakan suatu mata pelajaran yang harus direalisasikan dalam bentuk tingkah
laku atau perbuatan yang harmonis pada siswa, sebab pelajaran Aqidah Akhlak
bukan hanya bersifat kognitif semata melainkan harus diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu seorang guru dalam melaksanakan pengajaran Aqidah
Akhlak harus senantiasa memberi tauladan yang baik bagi siswa saat berada di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Dengan demikian pengajaran Aqidah
Akhlak yang disampaikan oleh guru dapat diterima oleh siswa semaksimal mungkin
sehingga tujuan yang telah diprogramkan dapat tercapai.
b.
Fungsi
dan Tujuan Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Mata pelajaran Aqidah
Akhlak di Madrasah Tsanawiyah berfungsi sebagai:
a. Memberikan pengetahuan dan bimbingan
kepada siswa agar mau menghayati dan meyakini dengan keyakinan yang benar
tentang Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari
akhirat dan qadla qadarNya.
b. Memberikan pengetahuan dan bimbingan
kepada siswa agar mau menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam tentang
akhlak baik yang berhubungan dengan manusia dengan Allah, manusia dengan
dirinya sendiri, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam
lingkungan.
Adapun
tujuan mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Tsanawiyah adalah :
a.
Agar siswa memiliki pengetahuan,
penghayatan dan keyakinan yang benar terhadap hal-hal yang harus diimani
sehingga keyakinan itu tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.\
b.
Agar siswa memiliki pengetahuan,
penghayatan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan akhlak yang baik dan
meninggalkan akhlak yang buruk baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan
dirinya sendiri, dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan sehingga menjadi
manusia yang berakhlak manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
c.
Agar siswa memiliki aqidah yang benar
serta akhlak yang baik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi.[31]
c.
Ruang
Lingkup Pembelajaran Aqidah Akhlak
Secara
garis besar, pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah meliputi keserasian,
kesetaraan dan keseimbangan yang bermateri pokok sebagai berikut :
a. Hubungan
vertikal antara manusia dengan Allah SWT, mencakup segi aqidah yang meliputi :
iman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari
akhirat dan qadla qadarnya.[32]
b. Hubungan horizontal antara manusia
dengan manusia mencakup segi akhlak yang meliputi kewajiban membiasakan akhlak
yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain serta menjauhi akhlak yang
buruk.[33]
c. Hubungan manusia dengan alam
lingkungan yang bersifat pelestarian alam, hewan, tumbuh-tumbuhan sebagai
kebutuhan hidup manusia.[34]
d.
Metode
Mengajar Pembelajaran Aqidah Akhlak
Bertitik
tolak kepada pengertian metode pengajaran, yaitu suatu cara penyampaian bahan
pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka prinsip metode mengajar
tidak dapat diabaikan karena metode mengajar tersebut turut menentukan berhasil
tidaknya suatu proses belajar mengajar dan merupakan bagian integral dalam
suatu sistem pengajaran. Oleh karena itu pemakaian metode harus sesuai dan
selaras dengan karakteristik siswa, materi, kondisi lingkungan (setting) di
mana pelajaran berlangsung.
Adapun
metode mengajar dalam pembelajaran Aqidah Akhlak adalah sebagai berikut:
a. Metode ceramah
Metode
ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru
di muka kelas. Peran murid di sini sebagai penerima pesan, mendengarkan,
memperhatikan dan mencatat keterangan-keterangan guru bilamana diperlukan.
Keunggulan
metode ceramah ini adalah :
1) Penggunaan waktu yang efisien dan
pesan yang disampaikan dapat sebanyak-banyaknya.
2) Pengorganisasian kelas lebih
sederhana.
3) Dapat memberikan motivasi dan dorongan
terhadap siswa dalam belajar.
4) Fleksibel dalam penggunaan waktu dan
bahan.
Kelemahan
metode ceramah ini adalah :
1) Guru seringkali mengalami kesulitan
dan mengukur pemahaman siswa tentang materi yang diceramahkan.
2) Siswa cenderung bersifat pasif dan sering
keliru dalam menyimpulkan penjelasan guru.
3) Bilamana guru menyampaikan bahan
yang sebanyak-banyaknya dalam tempo yang terbatas menimbulkan kesan pemaksaan
terhadap kemampuan siswa.
4) Cenderung membosankan dan perhatian
siswa berkurang.
b. Metode diskusi
Metode
diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan
masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan
obyektif.
Keunggulan
metode diskusi ini adalah :
1) Suasana kelas menjadi bergairah.
2) Dapat menjalin hubungan sosial antar
individu siswa.
3) Hasil diskusi dapat dipahami oleh
siswa karena mereka secara aktif mengikuti perdebatan yang berlangsung dalam
diskusi.
4) Melatih siswa untuk disiplin dan
menghargai pendapat orang lain.
Kelemahan-kelemahan metode diskusi adalah
:
1) Adanya sebagian siswa yang kurang
berpartisipasi secara aktif dalam diskusi dapat menimbulkan sikap acuh tak acuh
dan tidak bertanggung jawab terhadap hasil diskusi.
2) Sulit meramalkan hasil yang ingin
dicapai karena penggunaan waktu yang terlalu panjang.
3) Para siswa kesulitan mengeluarkan
ide-ide atau pendapat mereka secara ilmiah atau sistematis.
c. Metode tanya jawab
Metode
tanya jawab ialah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa
diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan.
Keunggulan
metode ini adalah :
1) Kelas akan menjadi hidup.
2) Siswa terlatih berani mengemukakan
pertanyaan atau jawaban.
3) Dapat mengaktifkan retensi siswa
terhadap perilaku yang telah lalu.
Sedangkan
kelemahan metode ini adalah :
1) Waktu yang digunakan dalam pelajaran
tersita.
2) Kemungkinan terjadi penyimpangan
perhatian siswa bilamana terdapat pertanyaan atau jawaban yang tidak berkenaan
dengan sasaran yang dibicarakan.
3) Jalannya pengajaran kurang dapat
terkoordinir secara baik, karena timbulnya pertanyaan-pertanyaan dari siswa
yang mungkin tidak dapat dijawab secara tepat baik oleh guru maupun oleh siswa.
d. Metode sosio-drama dan bermain
peranan
Metode
sosio-drama dan bermain peranan merupakan teknik mengajar yang banyak kaitannya
dengan pendemonstrasian kejadian-kejadian yang bersifat sosial.
Keunggulan
metode sosio-drama dan bermain peranan ini adalah :
1) Siswa terlatih untuk
mendramatisasikan sesuatu dan juga melatih keberanian mereka.
2) Kelas akan menjadi hidup.
3) Siswa dapat menghayati sesuatu
peristiwa sehingga mudah mengambil sesuatu kesimpulan berdasarkan
penghayatannya sendiri.
Adapun
kelemahan metode ini adalah :
1) Banyak menyita waktu atau jam
pelajaran.
2) Memerlukan persiapan yang teliti dan
matang.
3) Kadang-kadang siswa berkeberatan
untuk melakukan peranan yang diberikan karena alasan psikologis.
e. Metode drill
Metode
drill atau disebut latihan dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau
ketrampilan latihan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya melakukannya
suatu praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan dan disiap siagakan.
Keunggulan
metode siap (drill) ini antara lain :
1) Siswa akan memperoleh ketangkasan
dan kemahiran dalam melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipelajarinya.
2) Dapat menimbulkan rasa percaya diri
bahwa para siswa yang berhasil dalam belajarnya telah memiliki suatu
ketrampilan khusus yang berguna kelak di kemudian hari.
3) Guru lebih mudah mengontrol dan
dapat membedakan mana siswa yang disiplin dalam belajarnya dan mana yang
kurang.
Kelemahan
metode latihan ini antara lain :
1) Dapat menghambat inisiatif siswa, di
mana inisiatif dan minat siswa yang berbeda dengan petunjuk guru dianggap suatu
penyimpangan dan pelanggaran dalam pengajaran yang diberikannya.
2) Menimbulkan penyesuaian secara
statis kepada lingkungan dalam kondisi belajar ini pertimbangan inisiatif siswa
selalu disorot dan tidak diberikan keleluasaan.
3) Menimbulkan verbalisme terutama
pelajaran yang bersifat menghafal.[35]
f. Metode resitasi
Metode
resitasi adalah cara menyajikan bahan pelajaran di mana guru memberikan
sejumlah tugas terhadap murid-muridnya untuk mempelajari sesuatu kemudian
mereka disuruh untuk mempertanggungjawabkannya. Metode ini populer dengan
sebutan PR. Kelebihan metode ini adalah :
1) Pengetahuan yang diperoleh murid
banyak berhubungan dengan minat dan banyak berguna untuk hidup mereka dan akan
lebih lama diingat.
2) Apabila tugas tersebut dalam bentuk
kelompok, murid dapat saling bekerja sama dan saling membantu.
3) Murid berkesempatan memupuk
perkembangan dan keberanian berkreatif, berinisiatif, bertanggung jawab dan
berdiri sendiri.
Adapun
kekurangan pada metode ini adalah :
1) Tugas rumah sering dikerjakan oleh
orang lain.
2) Tugas yang sukar dapat mempengaruhi
ketenangan mental murid.
3) Sukar memberikan tugas yang sesuai
dengan perbedaan individual dan murid suka menyalin pekerjaan teman.[36]
2.
Perilaku Siswa
a.
Pengertian
Perilaku
Secara literal, perilaku berarti “tanggapan atau
reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.” Perilaku dalam ilmu
pendidikan sering disebut dengan behavior yang berarti “bagaimana seorang
berbuat atau menata dirinya, dan dalam hubungan sosialnya bagaimana
mengekspresikan dirinya terhadap orang lain.”[37]
Sedangkan dalam konteks psikologis perilaku diartikan sebagai “setiap tindakan
manusia atau hewan yang dapat dilihat”.[38]
Secara terminologis, perilaku didefenisikan oleh
Saifuddin Azwar sebagai: “Ekspresi sikap seseorang. Sikap itu sudah terbentuk
dalam dirinya karena berbagai tekanan atau hambatan dari luar atau dalam
dirinya. Artinya, potensi reaksi yang
sudah terbentuk dalam dirinya akan muncul berupa perilaku actual sebagai
cerminan sikapnya”.[39]
Perilaku menurut ajaran Islam adalah akhlak. Menurut
Imam Al- Ghazali akhlak didefenisikan
sebagai “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
prbuatan- perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan”.[40]
b. Macam- Macam Perilaku
Para ahli psikologi membedakan dua macam tingkah
laku yakni tingkah laku intelektual dan tingkah laku mekanistis. Tingkah laku inteletual adalah sejumlah
perbuatan yang dikerjakan seseorang yang berhubungan dengan kehidupan jiwa dan
intelektual. Ciri- ciri utamanya adalah berusaha mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan tingkah laku mekanistis atau refleks adalah respon- respon yang
timbul pada manusia secara mekanistis dan tetap, seperti kedipan mata sebab
terkena cahaya dan gerakan- gerakan perangsang yang kita lihat pada anak- anak,
seperti menggerakan kedua tangan, dan kaki secara terus menerus tanpa aturan.[41]
Perilaku sangat berhubungan dengan karakteristik
individu dan lingkungan. Karakteristik individu yang dimaksud meliputi berbagai
variabel seperti motif, nilai- nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling
berinteraksi satu sama lain, kemudian berinteraksi pula dengan faktor- faktor
lingkungan. Dalam menentukan perilaku, faktor lingkungan memiliki kekuatan
lebih besar daripada karakteristik individu.[42]
Sejalan dengan pendapat di atas, Muhibbin Syah
menjelaskan bahwa: Perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
hereditas. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku beragam, di antaranya
pendidikan, nilai dan budaya masyaraka, politik, dan sebagainya. Sedangkan
faktor hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang berupa karunia pencipta
alam semesta yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak
ditemukan oleh faktor genetic. Kedua faktor secara bersama- sama mempengaruhi
perilaku manusia. Jika ingin menumbuhkan sikap, maka harus memadukan faktor bawaan
berupa bakat dan faktor lingkungan pendidikan dan belajar.[43]
Perilaku yang merupakan atau reaksi terhadap
stimulus lingkungan sosial selalu dikaitkan dengan nilai, norma, moral, san
sikap. Dalam hal ini, nilai merupakan disposisi yang lebih luas, sifatnya
mendasar dan lebih dalam, karena itu nilai lebih stabil dibandingkan sikap
individu. Nilai dianggap sebagai bagian dari kepribadian individu yang dapat
mewarnai kepribadian kelompok. Norma termasuk bagian dari nilai yang berlaku
dalam lingkungan masyarakat, dan menjadi pegangan hidup seseorang yang bersifat
Ilahiyah (al- Qur’an dan al- Sunnah) dan bersifat duniawiyah (pikiran, adat
istiadat, dan kenyataan alam). Moral merupakan ajaran tentang baik buruknya
perbuatan dan kelakuan seseorang yang dapat dinilai dalam segala hal dalam
pengamalan nilai- nilai hidup, moral merupakan kontrol dalam bersikap dan
bertingkah laku. Sedangkan sikap merupakan konstelesi komponen- komponen
kognitif, afektif, dan konatif (kemauan) yang secara bersama- sama
mengorganisasikan sikap individu dengan saling berinteraksi dalam memahami,
merasakan, dan berperilaku terhadap suatu obyek. Sikap berkaitan dengan motif
dan mendasari tingkah laku seseorang. Jadi sikap bukan suatu tindakan atau
aktivitas, tetap berupa kecenderungan tingkah laku, yang merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu obyek di lingkungan tertentu.[44]
Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, norma,
moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai- nilai hidup.
Dengan kata lain, nilai- nilai perlu dikenali terlebih dahulu, kemudian
dihayati dan didorong oleh norma dan moral, baru akan terbentuk sikap tertentu
terhadap nilai- nilai tersebut, yang pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai
dengan nilai- nilai yang dimaksud.
Perilaku yang baik ialah pola perilaku yang
dilandaskan pada nilai- nilai agama. Setiap perbuatan yang baik terlihat pada
sikap jiwa dan perilaku yang sesuai dengan aqidah dan syariah Islam. Didalam
Islam pranata perilaku yang mencerminkan struktur dan pola perilaku manusia dalam
segala aspek kehidupan, disebut dengan akhlak, sedangkan pranata nilai yang
menentukan kepribadian seseorang, disebut dengan ihsan. Dengan demikian, akhlak
yang berkualitas ihsan disebut akhlak al- karimah (akhlak mulia).[45]
Seorang siswa, misalnya selalu menerapkan atau membiasakan perilaku keagamaan
dalam pergaulan sehari- hari di lingkungan sekolah, dengan berakhlak baik dan
berbudi pekertu yang luhur. Maka dengan nilai- nilai agama tersebut, perilaku
siswa dan budi pekertinya sehari- hari akan melahirkan akhlak al karimah.
Nilai- nilai keagamaan dalam hal ini harus
diperhatikan, karena agama juga menjelaskan tentang tingkah laku yang baik dan
buruk seseorang. Sikap dan tingkah laku dibahas pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam materi pembelajaran
Aqidah Akhlak. Hal ini dikarenakan materi akhlak berhubungan erat dengan
sikap dan tingkah laku anak sehari- hari, diantaranya menyangkut hubungan
manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama manusia termasuk hubungan
manusia dengan dirinya maupun hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa perilaku
merupakan cerminan konkret yang tampak dalam sikap, perbuatan, dan kata- kata
(pernyataan) sebagai reaksi seseorang yang muncul karena adanya pengalaman
proses pembelajaran dan rangsangan dari lingkungan. Sikap, perbuatan, dan kata kata tersebut
dapat bersifat positif atau negative, baik atau buruk, benar atau salah.
Perilaku yang baik adalah perilaku yang sejalan dengan nilai- nilai ajaran
Islam baik aqidah, syariah maupun akhlak.
c. Dimensi Perilaku
Terdapat beberapa perilaku yang berlaku umum dan
lebih mengembangkan nilai kemanusiaan dan mengembangkan kesatuan sebagai warga
masyarakat yang mencakup: “perilaku terhadap Allah swt, perilaku terhadap
sesama manusia, perilaku terhadap diri sendiri, dan penghargaan terhadap alam”.[46]
Dalam penelitian ini dimensi perilaku ditinjau dari
dua aspek yaitu aspek hubungan manusia dengan Allah SWT yang mencakup aqidah
dan syariah, aspek hubungan manusia dengan manusia yaitu akhlak, untuk lebih
jelasnya berikut uraian kedua dimensi perilaku tersebut:
1) Dimensi
hubungan manusia dengan Allah SWT, perilaku yang tercakup dalam dimensi ini
antara lain:
a) Beriman
dan mentauhidkan Allah SWT
Iman adalah kepercayaan yang terhujam
kedalam hati dengan penuh keyakinan, tidak ada perasaan ragu- ragu serta
mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktifitas keseharian.[47]
Al Ghazali mengatakan iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya
dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.
Hal utama dari perilaku keimanan
adalah adanya kesadaran akan keberadaan Allah dalam kehidupan manusia. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT, dalam surat Luqman ayat 17:
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر
بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ
مِن عَزمِ الأُمُورِ
Artinya: (Luqman berkata), Hai
anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada
dalam batu tau dilangit atau didalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasnya). Sesungghnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Ayat di atas mengisyaratkan tentang
apa yang seharusnya menjadi landasan perilaku manusia, yaitu kesadaran akan
adanya Allah SWT yang Maha Mengetahui dan Mengawasi segala gerak- gerik dan
perbuatan manusia dimana pun mereka berada. Kesadaran ini jika tertanam dalam
diri individu muslim, niscaya perilaku yang terbentuk adalah perilaku
robbaniyah, perilaku dalam pengawasan Allah SWT.
b) Beribadah
kepada Allah SWT
Ibadah
merupakan “kepatuhan dan sampai batas penghabisan, yang bergerak dari perasaan
hati untuk mengagungkan kepada yang disembah”.[48]
Kepatuhan yang dimaksud adalah seorang hamba yang mengabdikan diri pada Allah
SWT. Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan
mempedomani aqidah islamiyah.
Nilai
ibadah akan menambah keyakinan kebenaran ajaran Allah SWT. Semakin tinggi nilai
ibadah yang ia miliki maka akan semakin tinggi nilai keimanannya.[49]
Ibadah merupakan penyerahan diri seorang hamba pada Allah SWT, ibadah yang
dilakukan secara benar sesuai dengan syari’at Islam merupakan implementasi
secara langsung dari sebuah penghambaan diri pada Allah SWT. Manusia merasa
bahwa ia diciptakan di dunia ini haya untung menghamba kepada- Nya.
Di
antara firman Allah SWT yang memerintahkan setiap muslim untuk beribadah
adalah:
إِنَّ الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ
أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang- orang yang beriman,
mengerjakan amal shaleh, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat mereka
mendapat pahala di sisi Tuhannya tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al- Baqoroh/2: 277)[50]
2) Dimensi
hubungan manusia dengan manusia, perilaku yang terckup dalam dimensi ini antara
lain:
a) Perilaku
anak terhadap orang tua
Dalam
keluarga seorang bapak dan ibu merupakan pangkal pokok keluarga, sedangkan anak
sebagai buah keluarga. Karena itu, hak bapak dan ibu dipenuhi oleh anak begitu
besar. Al- Qur’an telah menerangkan engan jelas bagaimana seharusnya sikap anak
terhadap orang tuanya, disebutkan dalam surat Al- Isra’ ayat 23- 24:
ﻭَﻗَﻀَﻰ ﺭَﺑُّﻚَ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﺇِﻳَّﺎﻩُ
ﻭَﺑِﺎﻟْﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻦِ ﺇِﺣْﺴَﺎﻧًﺎ ﺇِﻣَّﺎ ﻳَﺒْﻠُﻐَﻦَّ ﻋِﻨْﺪَﻙَ ﺍﻟْﻜِﺒَﺮَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ
ﺃَﻭْ ﻛِﻠَﺎﻫُﻤَﺎ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻘُﻞْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺃُﻑٍّ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻬَﺮْﻫُﻤَﺎ ﻭَﻗُﻞْ ﻟَﻬُﻤَﺎ
ﻗَﻮْﻟًﺎ ﻛَﺮِﻳﻤًﺎ
(23) ﻭَﺍﺧْﻔِﺾْ
ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺟَﻨَﺎﺡَ ﺍﻟﺬُّﻝِّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﺔِ ﻭَﻗُﻞْ ﺭَﺏِّ ﺍﺭْﺣَﻤْﻬُﻤَﺎ ﻛَﻤَﺎ
ﺭَﺑَّﻴَﺎﻧِﻲ ﺻَﻐِﻴﺮًﺍ(24)
Artinya:
Dan Tuhannya telah memerintahkan supaya jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik- baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua- duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali- kali janganlah kamu mengatakan kepadakeduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah: “Wahai
Tuhanku, kasihilahmereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil.[51]
M.
Alaika Salamullah menjelaskan tentang etika anak terhadap orang tua sebagai
berikut:
1.
Anak
wajib memberi makanan kepada orang tuanya apabila diperlukan,
2.
Anak
harus melayani orang tua apabila memerlukan pelayaan,
3.
Anak
wajib memeuhi panggilan orang tua bila mereka memanggilnya,
4.
Anak
wajib patuh dan menjalankan perintah orang tua sepanjang perintah tersebut
tidak mengarah pada kemaksiatan,
5.
Anak
wajib berbicara dengan orang tua dengan bahasa yang lemah lembut,
6.
Apabila
orang tua memerlukan pakaian, maka anak harus memberikannya bila mampu,
7.
Ketika
berjalan, anak harus berjalan dibelakangnya dengan sikap takzim (rendah hati)
dan hormat,
8.
Anak
rela atau ridha pada sesuatu orang tua sendiri meridhainya,
9.
Anak
tidak suka sesuatu yang orang tua sendiri tidak menyukainya,
10.
Anak
juga wajib berdoa agar orang tua mendapatkan ampunan, baik ketika sudah
meninggal maupun masih hidup.[52]
b) Perilaku
anak terhadap guru
Guru
adalah pendidik orang yang memberikan ilmu yang berguna, mengembangkan daya
berpikir dan memberikan adab. Guru tidak jauh beda dengan orang tua, dalam arti
bahwa guru merupakan pengganti orang tua waktu di sekolah. Keharusan murid
bersikap dan berperilaku sopan santun terhadap guru adalah karena guru telah
berjasa besar dengan ikut serta mengantarkan anak menuju masa kedewasaan yang
matang. Oleh karenanya tidak beradab seorang murid jika memanggil guru dengan
namanya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
لَا
تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا ۚقَدْ
يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا ۚفَلْيَحْذَرِ
الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya:
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan
sebahagian (yang lain)”.
(Q.S. An-Nur : 63)[53]
Dengan
demikian seorang murid yang berakhlak baik kepada guru adalah yang memanggil
gurunya dengan sebutan yang sopan, seperti “pak guru”, “ustadz”, dan lain
sebagainya. Termasuk dalam akhlak ini adalah kepatuhan siswa melaksanakan tugas
yang diberikan oleh guru.
c) Perilaku
terhadap teman
Etika
Islam membicarakan tentang tata cara pertemanan baik dengan sesama muslim maupun
non Islam, sebagai berikut:
1. Mengasihi
teman dan berbuat baik kepadanya, Allah berfirman dalam al- Qur’an surat an-
Nisa ayat 36:
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا
وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ
وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ
وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن
كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Artinya: Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan- Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak- anak yatim, orang- orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu
Sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang
sombong dan membangga- banggakan diri.[54]
2. Saling
menasehati dan mengingatkan
Kewajiban
utama kepada teman adalah menanamkan pengaruh akhlak yang mulia, agar teman
bisa memperbaiki akhlaknya dan mempertebal imannya. Apabila teman melakukan
kesalahan dan penyimpangan, kewajibannya adalah mengingatkan dan
mengarahkannyapada jalan yang lurus agar tidak berlarut- larut dalam
kesalahannya. Teguran atau nasehat yang diberikan kepada teman haruslah dengan
cara lemah lembut dan tidak menyakiti hati. Walaupun nasihat itu mengandung
unsur kebenaran, namun disampaikan dengan cara yang salah, maka teman tidak
dapat menerimanya karena tersinggung dan jengkel.
3. Mendamaikan
teman yang berselisihs
Sebagaimana
firman Allah dalam al- Qur’an surat al- Hujarat ayat 10:
إنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya:
“Orang- orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamumendapat rahmat”.[55]
4. Toleransi
pada teman
Islam
menggariskan etika berinteraksi dan toleransi kepada teman sesama muslim.
Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a:
Artinya:
Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam: kalau bertamu mengucapkan
salam, kalau diundang memenuhi undangan, dan kalau dimintai nasihat memeberikan
nasihat, kalau bersin mengucapkan Alhamdulillah dan dijawab dengan panjatan
doa, kalau sakit ditengok, dan kalau meninggal diantar jenazahnya.
Keenam
hal ini adalah etika pokok yang harus dijalankan oleh seorang muslim ketika
berinteraksi dengan muslim lainnya dalam kehidupan sehari- hari. Tujuannya agar
hubungan mereka terjalin dengan baik dan kokoh, sehingga tercipta kasih sayang,
kedekatan, dan cinta kasih yang mendalam di antara mereka.
Dari
uraian di atas, dapatlah ditarik sintesis bahwa yang dimaksud dengan perilaku
adalah cerminan konkret yang tampak dalam sikap, perbuatan, dan kata- kata
(pernyataan) sebagai reaksi seseorang yang muncul karena adanya pengalaman
proses pembelajaran dan rangsangan dari lingkungan. Sikap, perbuatan, dan kata-
kata tersebut dapat bersifat positif atau negative, baik atau buruk, benar atau
salah.
B. Kerangka Berfikir
Akhlak merupakan cerminan konkret
yang tampak dalam sikap, perbuatan, dan kata- kata ( pernyataan ) sebagai
reaksi seseorang yang muncul karena adanya pengalaman proses pembelajaran dan
rangsangan dari lingkungan. Akhlak siswa dapat dilihat dari perilakunya dalam
hubungan dengan Allah, perilakunya terhadap sesame manusia, serta perilakunya
terhadap lingkungan sekitar.
Pendidikan aqidah akhlak adalah
upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan siswa untuk mengenal, memahami,
menghayati, dan mengimani Allah SWT dan merealisasikan dalam perilaku akhlak
mulia dalam kehidupan sehari- hari berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi
tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dan hubungannya dengan kerukunan
antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
Alur berfikir yang telah dijelaskan
di aras, dapat diasumsikan bahwa terdapat pengaruh penguasaan materi aqidah
akhlak terhadap perilaku siswa. Agar lebih jelas uraian kerangka berfikir
tersebut, dapat disajikan pada skema berikut ini :
Pengaruh antara Variabel X (
Pendidikan Aqidah Akhlak )
terhadap Variabel Y ( Perilaku Siswa
)
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji
secara empiris. Hipotesis dapat
diturunkan dari teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.[56]
Dari kajian
teoridan kerangka pikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut
: Terdapat Pengaruh Pendidikan Aqidah Akhlak Terhadap Perilaku Siswa di MTs
Al-Khairiyah.
[1] Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta PT Bumi
Aksara,2008),h. 70.
[2] Mahmud Yunus, Kamus Arab
Indonesia, (Jakarta: Hidayat Karya Agung, 1973), h.275
[3] Moh.Rifa’il,dkk,Aqidah Akhlak,(Semarang:CV.Wicaksana,1994),h:14
[4] Al-Ghazali,Khulul Al Islam,(Kwait:Dar
Al-Bayan,1970),h.117
[13] Moh Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam
ibadat dan tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), Cet-2, h.29.
h.102.
ke-1, h.114.
ke-1, h.114.
ke-1, h.115.
[29] Achmad Mubarok, Mengaji Islam dari Rasional hingga Spiritual, (Jakarta:
PT Bina Rena Pariwara, 2004), h.28.
[30] Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana
Perguruan Tinggi Agama, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Dirjen
Bimbaga, 1984/1985, hlm 134.
[31] Depag RI, GBPPI, Mata Pelajaran Aqidah
Akhlak, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta,
1994, hlm 1-2.
[32] Ibid, hlm 2.
[33] Depag RI, Loc. Cit.
[34] Depag RI, Loc. Cit.
[35] M. Basyiruddin Usman, Metodologi
Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, hlm 31-58.
[36] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, hlm 164-167.
[37] A.S. Hornby, Oxford Advance Learner’s Dictionary, (London: Oxford
University Press, 1974),h. 74.
[38] Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Tonis, 1992),h. 9.
[39] Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).h.
18.
[40] Humaidi Tatapangsara, Pengantar Ilmu Akhlak, (Surabaya: PT.Bina Ilmu,
1992).hh. 7-8.
[41] Hasan Langgulung, Asas- asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka
al-Husna, 1988),h. 274.
[42] Saifuddin Azwar, Op cit,h. 11.
[43] Muhibbin Syah, Media Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2002),h. 56.
[44] Sunarto, et al, Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Rineka
Cipta, 1999),h. 168.
[45] Abu Ahmadi, et al, Dasar- Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2004),h.
[47] Yusuf Qardawi, Merasakan Kehadiran Tuhan, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2000),h. 27
[48] Yusuf Qardawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Semarang: Central Media,
2000),h. 33.
[49] M. Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak bersama Rasulullah SAW, ter.
Kuswadini, et al,(Bandung: Al- Bayan, 1997),h. 150.
[50] Departemen Agama RI, Op Cit,h. 69.
[51] Ibid,hh. 427-428
[52] M. Alaika Salamulloh, Menyempurnakan
[53] Departemen Agama RI, Op cit,h. 556
[54] Ibid,hh. 123-124
[55] Ibid,h. 846.
[56] Dr. Idrus Alwi, Metodelogi Penelitian Pendidikan, (Jakarta:
Saraz Publishing, 2013) h.75
[1]
Dr.Purwanto,M.Pd, Evaluasi Hasil Belajar, ( Yogyakarta: Pustaka Belajar: 2009),
cet ke-1, hal.19
[2] Kurikulum 2004 Standar
Kompetensi Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA dan MA, ( Jakarta:
Depdiknas, 2003 ), h. 4
[3]Zakiah
Drajat,dkk. Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi aksara 1992), cet ke 2, h.
76
[4]
Prof.DR.Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: Kalam Mulia,
2005 ), cet ke- 4, h.21
[5]
Undang- Undang RI Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: PB
Panca Usaha, 2003 ), h. 4-5
[6]
Umar Beradza, Akhlak Bagi Putra- Putri Anda, ( Surabaya: Pustaka Progresip,
1992 ), h. 1
[7] Amirullah Syarbini dan Akhmad
Khusaeri, Kiat- Kiat Islam Mendidik Akhlak Remaja, ( Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2012 ),h. 44
Comments
Post a Comment
Jangan lupa komentar yaaa !!!