PERBEDAAN PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARING DENGAN MODEL PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SDN CIPINANG BESAR SELATAN 03 PAGI JAKARTA TIMUR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh
setiap insan sebagai salah satu modal agar dapat berhasil dan meraih kesuksesan
dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam menciptakan
diri dan masyarakat agar mempertahankan hidup dalam arus perkembangan zaman.
Pola dan gaya hidup manusia selalu berubah-ubah menuju terpenuhnya kebutuhan
insani, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Sebagai
usaha sadar, proses pendidikan dilakukan secara terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat serta tuntutan perkembangan zaman.
Sekolah
menjadi wadah dimana anak-anak dapat memperoleh ilmu pengetahuan, informasi,
dan dapat membentuk kepribadian yang lebih baik dan bermanfaat. Proses belajar
mengajar merupakan inti dari kegiatan pembelajaran di sekolah, guru menjadi
pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif yakni
interaktif antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber
pembelajaran yang menunjang untuk tercapainya tujuan suatu pembelajaran.
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan
kesempatan latihan berpikir kritis. Dalam pembelajaran IPS, siswa
akan
mendapat banyak kesempatan untuk mempelajari yang mencakup berbagai kehidupan
yang beraspek sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah maupun politik.
Adapun yang dapat dipelajari seperti: berbagai peristiwa sosial dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan, sejarah Indonesia dan permasalahan perekonomian
Indonesia. Sedangkan tujuan pembelajaran IPS yaitu membentuk warga negara yang
berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri ditengah-tengah
kekuatan fisik dan sosial, yang pada gilirannya akan menjadi warga negara yang
baik dan bertanggung jawab.
Terkait
dengan mutu pendidikan khususnya jenjang Sekolah Dasar sampai saat ini masih
jauh dari apa yang kita harapkan. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 21
Maret 2016 terdahadap aktivitas riil di lapangan kegiatan belajar mengajar
disekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, hal ini disebabkan
guru kurang menerapkan model pembelajaran yang bervariasi, sehingga siswa tidak
termotivasi untuk belajar dan ini menimbulkan materi pelajaran yang diajarkan
oleh guru akan dianggap sulit oleh siswa.
Suasana
pendidikan IPS sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas belajar mengajar.
Apabila pembelajaran menyenangkan dapat menimbulkan minat dan motivasi dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini guru harus dapat
memfasilitasi siswa agar dapat meningkatkan potensi yang dimiliki oleh siswa
dan membuat siswa aktif dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran pendidikan
IPS dapat tercapai.
Pelajaran
pendidikan IPS menjadi salah satu mata pelajaran yang banyak dihindari oleh
siswa. Banyak siswa yang beranggapan bahwa IPS itu pelajaran yang sulit dan
membosankan. Pelajaran IPS yang diperoleh siswa selalu monoton dan disajikan
kurang menarik, dikarenakan guru masih menggunakan metode ceramah yang sifatnya
hanya mentransfer ilmu. Siswa cendrung belajar pasif, selalu mengantuk dan
perhatiannya kurang karena membosankan, sehingga pemahaman pada pelajaran
kurang baik ditangkap oleh siswa menjadikan hasil belajar siswa menurun dan
ketercapaian rata-rata hasil belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan
yaitu 73,00. Penggunakan metode yang kurang tepat menimbulkan kebosanan, kurang
dipahami, dan monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar.
Di
sinilah tugas guru tidaklah mudah, oleh sebab itu guru memiliki tanggung jawab
dan kewajiban yaitu; 1) sebagai perancang pembelajaran agar siswa aktif mencari
pengetahuan baru, dan 2) fasilitator atau mediator untuk belajar.[1]
Pada kenyataannya peran seorang guru khususnya mata pelajaran IPS sebagai
pendidik hanyalah sebatas memberikan materi pembelajaran tanpa memikirkan
bagaimana caranya agar siswa dapat mengembangkan potensinya.
Salah
satu model yang bisa diterapkan oleh guru selaku pendidik adalah Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
Penerapan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memungkinkan
siswa untuk memperoleh nilai-nilai penting pembelajaran. Proses belajar
pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning) mencakup beberapa aktivitas, di antaranya: menyajikan suatu
masalah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan
membuka dialog.[2]
Guru dituntut untuk melakukan pembelajaran dengan kreatif agar pada saat proses
belajar mengajar siswa tidak terasa membosankan. Sehingga guru dapat
memfasilitasi pembelajaran siswa dengan lebih bermakna.
Selain
model problem based learning, dalam
pembelajaran IPS juga dapat menggunakan model problem solving. Penggunaan model ini membuat siswa mampu berpikir
dengan komprehensif. Model pembelajaran problem
solving memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekedar
menghafal tetapi lebih kepada berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan
kompleks. Model problem solving
menekankan kepada siswa untuk belajar menemukan sendiri pemecahan suatu
permasalahan dari proses analisis.
Berdasarkan
masalah di atas, peneliti ingin meneliti dan mengetahui “Perbedaan Penggunaan Model
Problem Based Learning dengan Model Problem Solving Terhadap Hasil Belajar
IPS Siswa Kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang penelitian di atas, masalah diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Siswa
cendrung belajar pasif sehingga ketercapaian rata-rata hasil belajar siswa
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2. Dalam
pembelajaran IPS guru hanya mengajar menggunakan metode ceramah sehingga siswa
sulit dan bosan karena dalam pembelajaran cendrung menghapal.
3. Guru
kurang inovatif dan kreatif dalam memberikan metode ataupun pendekatan dalam
pembelajaran IPS.
4. Penggunaan
model pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning) dengan model problem
solving untuk meningkatkan hasil
belajar mata pelajaran IPS.
5. Perbedaanpenggunaan
model problem based learning dengan
model problem solving terhadap hasil
belajar IPS siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.
C. Pembatasan Masalah
Setelah
memperhatikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, maka penelitian
dibatasi pada: Perbedaan Penggunaan Model Problem
Based Learning dengan Model Problem
Solving Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Cipinang Besar Selatan
03 Pagi Jakarta Timur.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka permasalahan penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada Perbedaan Penggunaan Model Problem Based Learning dengan Model Problem Solving Terhadap Hasil Belajar
IPS Siswa Kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur ?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan penggunaan model problem based learning dengan model problem solving terhadap hasil belajar
IPS siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak, di antaranya:
1.
Bagi Sekolah
Dapat
memberikan ide dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
2.
Bagi Guru
Membantu
guru dalam memilih cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan model problem based learning dengan problem solving.
3.
Bagi Siswa
Membantu
siswa dalam meningkatkan hasil belajar IPS dan menghilangkan rasa kesulitan dan
kebosanan terhadap pelajaran IPS.
4.
Bagi Penulis
Memberikan
pengalaman bagi penulis untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan penggunaan
model problem based learning dengan
model problem solving terhadap hasil
belajar IPS siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.
BAB
II
KAJIAN
TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1.
Hasil
Belajar IPS
a.
Pengertian
Belajar
Belajar merupakan suatu proses mengetahui dari yang
tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar
berlangsung terus-menerus sejak seseorang dilahirkan sampai ia tiada. Belajar
merupakan karakteristik umum yang dimiliki manusia.
Menurut Spears dalam Eveline Siregar., dkk
mengatakan bahwa “Learning is to observe,
to read, to imitate, to try something them selves, to listen, to follow
directionI”.[3]
Maksud dari pernyataan ini, seseorang dikatakan belajar apabila ia mengamati,
membaca, meniru, mencoba, sesuatu pada dirinya sendiri, mendengar dan mengikuti
aturan, baik hal ataupun kejadian yang dapat mendeskripsikan hal tersebut baik
lisan maupun tulisan.
Morgan dalam
Sobry Sutikno., mengatakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku
sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.[4]
Jadi, belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dan dihasilkan
dari pengalaman yang sudah terjadi.
Hilgrad dalam
Suyono berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses dimana suatu perilaku
muncul atau berubah karena adanya respon terhadap situasi. Tidak jauh berbeda
dengan hilgrad, gagne berpendapat bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan
tingkah laku yang meliputi perubahan kecendrungan manusia, seperti sikap,
minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatan kemampuan untuk
melakukan berbagai jenis kinerja.[5]
Inti dari pernyataan Hilgard dan Gagne di atas
memiliki makna yang relatif sama, yakni belajar merupakan kegiatan individu
yang menghasilkan perubahan perilaku, dan perubahan perilaku itu di dapat
karena pengalaman-pengalaman.
Belajar secara formal terjadi di sekolah. Kegiatan
belajar di sekolah dinamakan kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran
terjadi interaksi antara guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan
perilaku siswa adalah belajar. Inti dari kegiatan pembelajaran adalah
tercapainya tujuan pembelajaran, yang terdiri dari aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek psikomotorik.
Dari definisi-definisi belajar menurut para ahli di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu kegiatan individu
dalam mengamati, membaca, meniru, mencoba, mendengar dan mengikuti aturan, yang
berlangsung selama kurun waku tertentu hingga terjadinya perubahan-perubahan
dalam diri individu baik pengetahuan, keterampilan dan juga sikap.
Kemudian Dr.
Pudjosumedi, As., SE., M.Ed mengemukakan bahwa belajar memiliki sejumlah karakteristik
dominan, yaitu: (1) Belajar merupakan sebuah proses, dilakukan secara sadar,
dirancang, ada interaksi individu dan lingkungan, (2) Proses perubahan tingkah
laku yang disengaja, (3) Hasil belajar relatif menetap.[6]
Adapun prinsip-prinsip dalam belajar terdiri dari
tiga hal, sebagai berikut:
Pertama,
prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil
dari belajar memiliki ciri-ciri:
1.
Sebagai hasil tindakan rasional
instrumental yaitu perubahan yang disadari.
2.
Kontinu atau berkesinambungan dengan
perilaku lainnya.
3.
Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal
hidup.
4.
Positif atau berakumulasi.
5.
Aktif atau sebagai usaha yang
direncanakan dan dilakukan.
6.
Permanen atau tetap.
7.
Bertujuan dan terarah.
8.
Mencakup keseluruhan potensi
kemanusiaan.
Kedua,
belajar merupaan proses, belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan
yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik, yang dinamis, kontruktif,
dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen
belajar.
Ketiga,
belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari
interaksi antara peserta didik dengan lingkungan.[7]
b.
Pengertian
Pembelajaran
Pembelajaran
merupakan kegiatan interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha guru dalam mengelola lingkungan
(kelas) agar diperoleh kondisi belajar yang ideal bagi siswa.Kata pembelajaran merupakan perpaduan dari
dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara metodologis
cenderung lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara instruksional
dilakukan oleh guru.[8]
Menurut Gagne dan Briggs dalam Nurochim, mengartikan
instruction atau pembelajaran ini
adalah suau sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa yang
berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
memengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat
internal.[9]
Menurut
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dalam Ahmad Susanto,pembelajaran
diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.[10]
Menurut
Winkel dalam Eveline Siregar., dkk, menyatakan bahwa pembelajaran adalah
seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa,
dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap
rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung dialami siswa.[11]
Berdasarkan definisi pembelajaran menurut para ahli
di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses yang
dilakukan guru dalam membantu atau memfasilitasi siswa agar siswa dapat belajar
dengan baik dan memperoleh ingatan yang baik akan materi yang akan disampaikan
oleh guru.
c.
Pengertian
Hasil Belajar
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran
untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.
Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan
tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan
prestasi penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur
tingkat penguasan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan
demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di
sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Menurut Hamalik dalam Asep Jihad hasil-hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap,
serta apersepsi dan abilitas.[12]
Dalam pernyataan tersebut bahwa pengertian hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajaryang
sesuai dengan tujuan pengajaran.
Menurut Nawawi dalam Ahmad Susanto mengungkapkan
bahwa hasil belajar adalah sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari
materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari
hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.[13]Jadi dalam
penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari apa yang diperoleh siswa.
Sementara itu Bloom dalam Etin Solihatin membagi
hasil belajar ke dalam 3 ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil
belajar pada dasarnya merupakan suatu kemampuan berupa keterampilan dan
perilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman.[14]
Hasil belajar tersebut dapat dijelaskan
masing-masing secara lebih dalam dimulai dari ranah kognitif berorientasi
kepada kemampuan berpikir, mencakup kemampuan yang lebih sederhana sampai
dengan kemampuan untuk memecahkan masalah. Hasil belajar ranah afektif
berhubungan dengan perasaan, emosi, atau penolakan terhadap sesuatu. Sedangkan
hasil belajar ranah psikomotorik berorientasi kepada keterampilan motorik yang
berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan koordinasi
antara saraf dan otot.
Gagne dalam Wahab Jufri juga mengatakan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan (performance)
yang dapat teramati dalam diri seseorang dan disebut dengan kapabilitas.[15]
Hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti
proses belajar juga merupakan bukti dari keberhasilan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Untuk mengetahui hasil belajar diperlukan adanya evaluasi, yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui saraf kemajuan siswa.
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan
belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru
dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk
keseluruhan kelas maupun individu.
Menurut Gagne
dalam Purwanto menyatakan “hasil belajar adalah terbentuknya konsep yaitu
kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada dilingkungan, yang
menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru
dan menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori-kategori”.[16]
Hasil belajar dibentuk dari sebuah konsep yang
terorganisasi dan dihasilkan dari sebuah rangsangan kategori yang diberikan
kepada siswa, skema yang terorganisasi itu akan beradaptasi dan berubah selama
proses perkembangan kognitif pada seseorang. Perubahan yang terjadi pada skema
tidak hanya berproses pada perkembangan kognitif di awal saja pada seseorang,
akan tetapi proses skema yang berjalan relatif akan menetap pada kognitif
seseorang.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli tentang
hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan
tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar
dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
d.
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu pengetahuan sosial, yang sering disingkat
dengan IPS atau social studies
merupakan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. Di Indonesia
pelajaran ilmu pengetauan sosial disesuaikan dengan berbagai prespektif
sosial yang berkembang di masyarakat.
Kajian tentang masyarakat
dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan
sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu
lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau.
Luasnya kajian IPS ini
mencakup berbagai kehidupan yang beraspek majemuk baik hubungan sosial,
ekonomi, psikologi, budaya, sejarah, maupun politik. Dengan demikian siswa dan
siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali
pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
Menurut Zuraik dalam
Djahiri dalam Ahmad Susanto, hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina
suatu masyarakat yang baik dimana para anggotanya benar-benar berkembang
sebagai insan sosial yang rasional dan penuh tanggung jawab, sehingga oleh
karenanya diciptakan nilai-nilai.[17]
Hakikat IPS di sekolah
dasar memberikan pengetahuan dasar dan keterampilan sebagai media pelatihan
bagi siswa sebagai warga negara sedini mungkin. Karena pendidikan IPS tidak
hanya memberikan ilmu pengetahuan semata, tetapi harus berorientasi pada
pengembangan keterampilan berpikir kritis, sikap, dan kecakapan-kecakapan daar
siswa yang berpijak pada kenyataan kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari
dan memenuhi kebutuhan bagi kehidupan sosial siswa di masyarakat.
Berkenaan dengan ilmu sosial ini, Norma Mackenzie
dalam Sardjiyo mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang
berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain semua
bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai masyarakat.[18]
Menurut Sumaatmadja dalam
Rudy Gunawan, “Studi sosial bukan merupakan bidang keilmuan atau disiplin akademis,
melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah
sosial”.[19] Dalam
studi sosial ini juga mempersiapkan anak didik untuk mampu memecahkan masalah
sosial dan memiliki keyakinan akan kehidupan masa mendatang.
Pendidikan IPS penting
diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi,
karena siswa sebagai anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan
lingkungannya. Untuk mengenal masyarakat siswa dapat belajar melalui media
cetak, media elektronik, maupun secara langsung melalui pengalaman hidup
ditengah-tengah masyarakat. Dengan pendidikan IPS, diharapkan siswa dapat
memiliki sikap peka dan tanggap untuk bertindak secara rasional dan
bertanggungjawab dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi dalam
kehidupannya.
Pendidikan
IPS sebagai kajian akademik disebut IPS sebagai seleksi dan integrasi dari
disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu yang relevan, dikemas secara
psikologis, ilmiah, pedagogis, dan sosial-kultural untuk tujuan pendidikan.[20]
Oleh karena itu IPS dapat mempersiapkan siswa yang menguasai sikap dan nilai
yang dapat digunakan sebagai kemampuan memecahkan masalah pribadi maupun
sosial.
Dalam studi sosial
memiliki tujuan, dan tujuan utamanya adalah mengembangkan keterampilan hidup
bernegara. Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah
kehidupan masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan
kehidupan kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi ditelaah dan
dianalisis faktor-fatornya sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya dalam
memperhatikan kerangka kerja IPS.
Jadi, hakikat IPS adalah
untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial
yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS
diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab
terhadap bangsa dan negaranya. Karena pendidikan IPS tidak hanya memberikan
ilmu pengetahuan semata, tetapi harus berorientasi pada pengembangan
keterampilan berfikir kritis, sikap dan kecakapan-kecakapan dasar siswa yang
berpijak pada kenyataan kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari dan
memenuhi kebutuhan bagi kehidupan sosial siswa di masyarakat.
1.
Tujuan
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Pendidikan IPS sebagai bidang studi yang diberikan
pada jenjang pendidikan dilingkungan persekolahan, bukan hanya memberikan bekal
pengetahuan saja, tetapi juga memberikan bekal nilai sikap serta keterampilan
dalam kehidupan peserta didik di masyarakat, bangsa, dan negara dalam berbagai
karakteristik. Lebih jauh lagi dalam pendidikan IPS dikembangkan tiga aspek
atau tiga ranah pembelajaran, yaitu aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan
(psikomotorik), dan sikap (afektif). Ketiga aspek ini merupakan acuan yang
berorientasi untuk mengembangkan pemilihan materi, strategi, dan model
pembelajaran.
Ada beberapa tujuan pendidikan IPS menggambarkan
bahwa pendidikan IPS merupakan bentuk pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang menunjukkan anak
berapartisipasi dalam kelompoknya, baik itu keluarga, teman bermain, sekolah,
masyarakat yang lebih luas, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan ilmu sosial
dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendidikan ilmu-ilmu sosial
dikembangkan atas dasar pemikiran suatu disiplin ilmu, sehingga tujuan pendidikan
nasional dan tujuan pendidikan instutisional menjadi landasan pemikiran
mengenai tujuan pendidikan ilmu nasional.
Tujuan utama pembelajaran IPS ialah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun
yang menimpa masyarakat.
Secara perinci, Mutakin dalam Ahmad Santoso
merumuskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah sebagai berikut:
1. Memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melaui
pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
2. Mengetahui
dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasikan dari
ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
sosial.
3. Mampu
menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
4. Menaruh
perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah
sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu
mengambil tindakan yang tepat.
5. Mampu
mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar
survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.[21]
Tujuan lain, secara eksplisit, dengan mempelajari
kondisi masyarakat seperti yang dimuat dalam pendidikan IPS ini, maka siswa
akan dapat mengamati dan mempelajari norma-norma atau peraturan serta
kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga siswa
mendapatkan pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling
mempengauhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat. Dalam pendidikan IPS
tersebut, siswa akan memperoleh pengetahuan dari yang sederhana sampai yang
lebih luas, yakni siswa akan diperkenalkan dengan dirinya sendiri, kemudian
keluarga, tetangga, lingkungan, negara, negara tetangga, kemudian dunia
e.
Pengertian
Hasil Belajar IPS
Mengetahui banyak tentang IPS, tentunya kita akan
semakin tahu apa yang dimaksud dengan hasil belajar IPS. Hasil belajar
merupakan perubahan perilaku pada siswa setelah mengalami proses belajar
mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar berasal dari kata hasil
dan belajar. Kata hasil yang berarti sesuatu yang diusahakan, diperoleh,
dibuat, dijadikan, dan sebagainya oleh usaha, pikiran, dan akibat. Sedangkan
kata belajar berarti usaha yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan,
berubahnya tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman,
keterampilan sehingga siswa tersebut mampu mencapai hasil maksimal belajarnya
sekaligus memecahkan masalah yang berkaitan dengan masalah sosial dan
menerapkannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini, hasil belajar
IPS yang dimaksud adalah hasil optimal yang diperoleh siswa dalam aspek
kognitif.
2.
Model
Problem Based Learning (PBL) dan
Model Problem Solving
a.
Model
Pembelajaran
Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi)
tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus
memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya materi pelajaran, tingkat
perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Soekamto dalam
Pudjo Sumedi dan Sugeng Riadi memberikan pengertian yang jelas mengenai “model
pembelajaran” adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar
mengajar.[22]
Dari pendapat Soekamto model pembelajaran merupakan
susunan pembelajaran yang akan dilaksanakan secara sistematis dalam mencapai
tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan
dan melaksanakan pembelajaran.
Secara khusus, istilah model diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu
kegiatan. Dalam M. Sobry Sutikno, Dahlan mengatakan bahwa model pembelajaran
merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum,
mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainya.[23]
Menurut Joyce
dalam Trianto model pembelajaran adalah suatu rencana atau suatu pola yang dipergunakan sebagai dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pebelajaran seperti buku-buku, film, komputer, kurikuler,
dan lain-lain.[24]
Dari kedua pendapat tersebut bahwa setiap model
pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa, sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Istilah model pembelajaran menurut Joyce dan
Weil digunakan untuk menunjukan sosok
utuh konseptual dari aktivitas belajar mengajar yang secara keilmuan dapat
diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Dahlan menjelaskan, model
pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola
yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan
memberi petunjuk kepada pengajar dikelas dalam setting pengajaran ataupun
setting lainnya.[25]
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa, model
pembelajaran merupakan suatu konsep, rencana atau pola yang digunakan untuk
mengatur materi pelajaran dan memberikan petunjuk/arahan kepada guru dalam
proses belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka
model pembelajaran adalah rancangan, desain
ataupun pola yang digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pembelajaran. Model pembelajaran digunakan sebagai kerangka untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Model pembelajaran menjadi sangat
penting karena digunakan sebagai alat interaksi antara siswa dengan guru.
b.
Model
Problem Based Learning (PBL)
1)
Pengertian
Model Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran dapat adalah rancangan atau pola
yang tersusun dan mempunyai cara dalam berbagai model pembelajaran. Untuk
membantu guru agar lebih terarah dalam melaksanakan tugasnya di dalam kegiatan
pembelajaran yang digunakan di dalam kelas.
Implementasi model pembelajaran, salah satunya dapat menggunakan model Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Problem Based Learning pertama kali digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di Southern Illinois University School of Medicine.[26]
Dr. Howard Barrows dalam Ridwan Abdullah Sani, dari sekolah tersebut mendefinisikan PBL sebagai: a learning method based on the principle of using problems as a strating point for the acquisition and integration of new knowledge.[27] PBL merupakan metode pembelajaran berbasis pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik strating untuk akuisisi dan integrasi pengetahuan baru.
Menurut Siregar dan Nara pembelajaran berbasis
masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma
kostruktivisme yang berorientasi pada proses belajar siswa.[28]
Artinya siswa diminta untuk membangun pengetahuannya sendiri, sedikit demi sedikit
dan tidak dengan tiba-tiba melalui konteks yang terbatas.
Menurut Finkle dan Torp dalam Aris Shoimin
menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran
yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran
aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan
baik.[29]
Jadi, PBL atau PBM merupakan suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu
permasalahan sehari-hari.
Sedangkan
menurut Arends dalam TriantoIbnu Badar Al-Tabany, pengajaran berdasarkan
masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri.[30]
Berdasarkan pendapat para ahli dapat di simpulkan
bahwa Problem Based Learning
merupakan model pemecahan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Problem Based Learning membuat siswa
agar memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah dalam proses belajar.
2)
Karakteristik
Model Pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
Adapun karakteristik model Problem Based Learning (PBL) di antaranya:
a)
Karakteristik dimulai dengan suatu
masalah.
b)
Memastikan bahwa masalah memastikan
bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa
c)
Mengorganisasikan pelajaran diseputar
masalah.
d) Memberikan
tanggung jawab yang besar kepada pelajar dalam membentuk dan menjalankan secara
langsung proses belajar mereka sendiri.
e)
Menggunakan kelompok kecil
f)
Menuntut pembelajaran untuk
mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produksi
atau kinerja.[31]
Berdasarkan karakteristik diatas pembelajaran dengan
model Problem Based Learning di mulai
dengan adanya masalah, masalah tersebut dapat dimunculkan oleh siswa sendiri.
Kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka ketahui untuk
memecahkan masalah tersebut, dalam melakukan kegiatan belajarnya siswa dapat
menggunakan kelompok kecil dan setelah itu siswa dapat mendemonstrasikan hasil
yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produksi atau kinerja.
3)
Kelebihan
Model Pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki kelebihan, di antaranya:
a)
Siswa didorong untuk memiliki kemampuan
memecahkan masalah dalam situasi nyata
b)
Siswa memiliki kemampuan membangun
pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.
c)
Pembelajaran berfokus pada masalah
sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa.
Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.
d) Terjadi
aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.
e)
Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber
pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.
f)
Siswa memiliki kemampuan menilai
kemampuan belajaranya sendiri.
g)
Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan
komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan
mereka.
h)
Kesulitan belajar siswa secara
individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.[32]
4)
Kekurangan
Model Pembelajaran Problem Based
Learning(PBL)
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Problem Based Learning memiliki
kekurangan, di antaranya:
a)
Persiapan pembelajaran (alat, problem,
konsep) yang kompleks
b)
Sulitnya mencari problem yang relevan.
c)
Sering terjadi miss-konsepsi
d) Konsepsi
waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.[33]
5)
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)
Disamping memiliki karakteristik, kelebihan, dan
kelemahan. Problem Based Learning
terdiri dari lima langkah utama yaitu: (1) mengorientasikan siswa pada masalah;
(2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) memandu menyelidiki secara
mandiri atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5)
mnganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Secara detail kelima
langkah ini dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel 3.1[34]
Tabel
3.1 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Tahap
|
Tingkah
Laku Guru
|
Tahap 1:
Orientasi siswa pada masalah.
|
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logisticyang
diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
|
Tahap 2:
Mengorganisasi siswa untuk belajar.
|
Guru membantu siswa mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
|
Tahap 3:
Membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan pemecahan
masalah.
|
Tahap 4:
Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya
|
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu
mereka untuk berbagai tugas dengan kelompoknya.
|
Tahap 5:
Menganalisa dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
|
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam proses-proses yang mereka
gunakan.
|
c.
Model
Problem Solving (PS)
1)
Pengertian
Model Problem Solving
Setiap hari siswa selalu dihadapkan pada berbagai
situasi atau masalah yang harus diselesaikan dengan baik. Masalah merupakan
suatu keadaan yang perlu diselesaikan dan menjadi tanggung jawab setiap
individu. Siswa dituntun untuk menyelesaikan dan memecahkan masalahnya.
Model problem
solving (model pemecahan masalah) bukan hanya sekedar model mengajar,
tetapi juga merupakan suatu model berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan model-model lainnya yang dimulai
dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.[35]
Jadi, model problem solving dapat
dikatakan model yang menekankan pada pemecahan suatu masalah dengan dimulai
mencari data dan mengolah data hingga menarik kesimpulan.
Menurut Pepkin dalam Aris Shoimin, bahwa problem
solving adalah model pembelajaran
yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah
yang diikuti dengan penguatan keterampilan.[36]
Jadi, model pembelajaran ini dipusatkan pada pengajaran dan keterampilan siswa
dalam memecahkan masalah.
Berdasarkanpendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa problem solving sangat potensial untuk
melatih peserta didik berpikir kreatif dalam menghadapi berbagai masalah baik
itu masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri maupun
secara bersama-sama. Peserta didik belajar sendiri untuk mengidentifikasi
penyebab masalah dan alternatif untuk memecahkan masalahnya. Tugas guru dalam
model ini adalah memberikan kasus atau masalah kepada peserta didik untuk
dipecahkan.
2)
Karakteristik
Model Pembelajaran Problem Solving (PS)
Mengenai model
atau pendekatan pemecahan masalah (problem solving), maka berikut ini
karakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah:
a) Model
problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran
Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
b) Aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Model ini menempatkan
masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran.
c) Pemecahan
masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
d) Manakala
guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar mengingat materi
pelajaran,akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh
e) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan
keterampilan berpikir rasional siswa,yaitu kemampuan menganalisis
situasi,menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru,mengenal
adanya perbedaan antara fakta dan pendapat,serta mengembangkan kemampuan dalam
membuat judgement secara objektif .
f) Manakala
guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat
tantangan intelektual siswa.
g) Jika
guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab.
h) Jika
guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan
kenyataan dalam kehidupannya.[37]
3)
Kelebihan
Model Pembelajaran Problem Solving(PS)
Model pembelajaran problem solving memiliki kelebihan, di antaranya: [38]
a) Dapat
membuat peserta didik lebih menghayati kehidupan sehari-hari.
b) Dapat
melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan
masalah secara terampil.
c) Dapat
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif.
d) Peserta
didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya.
e) Melatih
siswa untuk mendesain suatu penemuan.
f) Berpikir
dan bertindak kreatif.
g) Memecahkan
masalah yang dihadapi secara realistis.
h) Mengidentifikasi
dan melakukan penyelidikan.
i)
Menafsirkan dan mengevaluasi hasl
pengamatan.
4)
Kekurangan
Model Pembelajaran Problem Solving (PS)
Model pembelajaran problem solving memiliki
kelebihan, di antaranya:
a) Memerlukan
cukup banyak waktu.
b) Melibatkan
lebih banyak orang.
c) Dapat
megubah kebiasaan peserta didik belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru.
d) Dapat
diterapkan secara langsung yaitu untuk memecahkan masalah.[39]
5)
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Problem Solving (PS)
Disamping memiliki karakteristik, kelebihan, dan
kelemahan. Model pembelajaran problem
solving memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
a) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran.
b) Guru
memberikan permasalahan yang perlu dicari solusinya.
c) Guru
menjelaskan prosedur pemecahan masalah yang benar.
d) Peserta
didik mencari literatur yang mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang
diberikan oleh guru.
e) Peserta
didik menetapkan beberapa solusi yang dapat diambil untuk menyelesaikan
permasalahan.
f) Peserta
didik melaporkan tugas yang diberikan oleh guru.[40]
Guru menghadapkan siswa pada persoalan yang harus
diselesaikan baik itu masalah pribadi maupun kelompok untuk dipecahkan secara
sendiri maupun bersama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik
harus melakukan penyelidikan untuk mencari penyelesaian masalah: menganalisis,
mendefinisi, mengembangkan hipotesis, mengmpulkan dan menganalisis data, dan
merumuskan kesimpulan.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Desmin
Pardamean dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) yang berjudul
Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode Problem Solving dengan Metode Diskusi di Kelas 5 SDN Pancoran 03
Pagi Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II Tahun ajaran
2013/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Sampel yang digunakan sebanyak 66 siswa diambil dengan teknik simple random sampling. Intrumen
penelitian berupa Tes Hasil Belajar yang berbentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan
jawaban. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar IPA kelas 5A sebagai
kelas Eksperimen1 memiliki skor rata-rata 20,86 dan hasil belajar
IPA kelas 5B sebagai kelas Eksperimen2 memiliki skor rata-rata
19,31. Hal ini menunjukkan skor rata-rata kelas 5A yang sebagai kelas
Eksperimen1 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas 5B yang sebagai
kelas Eksperimen2.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Hoqi
dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) yang berjudul Perbedaan
Hasil Belajar Matematika Siswa Menggunakan Model Problem Based Learning dengan Model Konvensional di SDN Cibuntu 05
Bekasi. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2013-2014.
Sampel penelitian ini meliputi 63 siswa yang berasal dari kelas VA dan VB.
Instrumen berupa tes obyektif 24 soal dengan 4 pilihan jawaban. Hasil belajar
pada kelas Eksperimen dengan jumlah siswa 32 orang didapatkan nilai yang
diperoleh siswa memiliki rentang antara 50 sampai 97. Jumlah nilai keseluruhan
2204, dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 68,87 dan simpangan baku 12,004.
Hail belajar pada kelas kontrol dengan jumlah siswa 31 orang didapatkan nilai
yang diperoleh siswa memiliki rentang antara 45 sampai 79. Jumlah nilai
keseluruhan 1915, dengan nilai rata-rata (mean) 61,81 dan simpangan baku 9,83.
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Annisa
Dirwanti dari Universitas Islam 45 Bekasi (UNISMA) yang berjudul Pengaruh
Penggunaan Metode Problem Solving
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Mata Pelajaran PKn Kelas V di
SDN Jatimulya 03. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 27 mei 2015 sampai dengan 5 juni 2015. Sampel yang
digunakan adalah 35 siswa kelas VA sebagai kelas eksperimen dan 35 siswa kelas
VB sebagai kelas kontrol. Instrumen penilaian yang digunakan berupa soal essay
yang berjumlah 30 soal. Dari hasil rata-rata pada kelas eksperimen sebesar
65,85, dan rata-rata nilai pada kelas kontrol sebesar 56.
C. Kerangka Berfikir
Model
pembelajaran salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran. Semakin tepat memilih model pembelajaran, maka
semakin efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, penting
bagi guru untuk memilih model pembelajaran yang sesuai dan tepat dengan
memperhatikan tujuan pembelajaran, karakteristik perkembangan siswa, kebutuhan
siswa, dan materi pelajaran.
Kondisi
saat ini pembelajaran IPS masih menggunakan model pembelajaran konvensional
ditandai dengan kegiatan ceramah guru sehingga proses pembelajaran masih
berpusat satu arah (guru). Kegiatan pembelajaran masih berfokus pada penguasaan
hafalan materi pelajaran, kegiatan siswa mencatat materi yang sudah ada dalam buku
teks, serta ceramah guru lebih mendominasi dalam menyampaikan materi
pembelajaran. Keadaan ini menyebabkan pembelajaran IPS kaku, monoton, dan
membosankan dimana siswa berperan sebagai subjek pasif dalam proses
pembelajaran di kelas.
Penggunaan
model pembelajaran konvensional belum menyentuh karakteristik perkembangan
siswa pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, siswa masih berpikir atau
pengalaman yang konkret atau nyata. Siswa belum mampu berfikir, sehingga
pengetahuan yang didapat tidak bertahan lama dalam memori kognitif siswa.
Akibat yang timbul adalah kurangnya motivasi dan keaktifan siwa dalam proses
pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar kognitif siswa yang rendah
pada mata pelajaran IPS.
Pembelajaran
IPS di SD masih menekankan pada hasil pencapaian kognitif dan kurang
memperhatikan berlangsungnya proses belajar yang dialami siswa. Akibatnya siswa
kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan menganalisis
masalah, serta kemampuan memecahkan masalah seingga berdampak pada hasil
belajar siswa yang rendah. Oleh karena itu guru sebagai ujung tombak
pemelajaran bertugas untuk mengubah model pembelajarn sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS, salah satu caranya
menggunakan satu jenis model pembelajaran yaitu model pembelajaran problem based learning dan problem solving.
Model
pembelajaran problem based learning
adalah model yang komprehensif untuk pembelajaran berbasis masalah atau
pemecahan masalah. Model ini mengatur supaya peserta didik belajar dengan cara
berkelompok. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberi
permasalahan, kemudian masing-masing kelompok menganalisis masalah tersebut
untuk di pecahkan masalahnya kemudian diberikan kesimpulan. Proses pembelajaran
ini mendidik siswa berinteraksi dengan lingkungan.
Model pembelajaran problem solving adalah model yang penggunaannya menekankan kepada
proses pemecahan masalah yang penyelesaiannya dilakukan secara ilmah, dimulai
dari mencari da mengolah data hingga penarikan kesimpulan.
Jenis
model pembelajaran diatas adalah model yang mengutamakan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran tersebut melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran, sehingga guru tidak lagi menjadi pusat
pembelajaran yang selama ini diterapkan khususnya dalam mata pelajaran IPS. Meskipun
keduanya merupakan jenis pembelajaran pemecahan masalah, namun kedua jenis ini
mempunyai perbedaan khusus kaitannya dengan hasil belajar kognitif siswa.
INPUT
|
PROCESS
|
OUTPUT
|
||
1. Rendahnya
hasil belajar IPS
2. Siswa
merasa bosan dan kurang memahami materi yang disampaikan guru.
3. Metode
dan pendekatan yang kurang tepat.
|
Penelitian
dikelas VA menggunakan model Problem
Based Learning:
1. Penjelasan
pembelajaran model problem based
learning.
2. Pelatihan
pembelajaran model problem based
learning
3. Simulasi
pembelajaran model problem based
learning
4. Melaksanakan
pembelajaran model pembelajaran problem
based learning
Penelitian
di kelas VB penggunaan model Problem
Solving:
1. Penjelasan
pembelajaran model problem solving.
2. Pelatihan
pembelajaran model problem solving
3. Simulasi
pembelajaran model problem solving
4. Melaksanakan
pembelajaran model pembelajaran problem
solving
|
1.
Hasil belajar IPS siswa tinggi.
2.
Pembelajaran yang inovatif, aktif
dan menyenangkan
3.
Ada perbedaan penggunaan model problem based learning dengan model problem solving.
|
Gambar 2.1
Bagan Kerangka
Berpikir.
D. Hipotesis Penelitian
Ho :
Tidak terdapat perbedaan penggunaan model problem
based
learning
dengan model problem solving terhadap
hasil belajar IPS
siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi
Jakarta Timur.
Hi :
Terdapat perbedaan penggunaan model problem
based learning
dengan model problem
solving terhadap hasil belajar IPS siswa kelas
V SDNCipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
No
|
Kegiatan
Penelitian
|
Bulan
|
||||||
Feb
|
Mar
|
Apr
|
Mei
|
Jun
|
Jul
|
Agst
|
||
1
|
Pengajuan
Judul
|
|||||||
2
|
Persetujuan
Judul
|
|||||||
3
|
Penyusunan
Proposal
|
|||||||
4
|
Penyusunan
Bahan
|
|||||||
5
|
Pelaksanaan
Penelitian
|
|||||||
6
|
Penyusunan
Bab IV
|
|||||||
7
|
Penyusunan
Bab V
|
|||||||
8
|
Lampiran
|
|||||||
9
|
Persiapan
Sidang
|
|||||||
10
|
Final
ACC Skripsi
|
|||||||
11
|
Sidang
Skripsi
|
|||||||
12
|
Perbaikan
|
Penelitian
ini dilaksanakan di SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi yang terletak di Jl. Cipinang
Jaya II No. 1 Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur.
Alasan peneliti memilih sekolah ini karena SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi
Jakarta Timur adalah sekolah yang representative
untuk dilakukan penelitian, jarak yang cukup dekat dengan rumah peneliti
sehingga membantu peneliti dalam mengefesienkan waktu dan tenaga. Penelitian
ini mulai dilaksanakan di kelas V semester II (dua) tahun ajaran 2015/2016.
Jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel
3.1.
Jadwal
Penelitian Tahun 2016
B.
Populasi
dan Teknik Pengambilan Sampel
a.
Populasi
Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian yang
terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai
tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu dalam suatu penelitian.[41]Populasi
yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Cipinang
Besar Selatan 03 Pagi, Jakarta Timur yang terdiri dari 2 kelas, kelas V A
berjumlah 29 siswa kelas V B berjumlah 31 siswa.
Populasi Target : Seluruh siswa SDN Pondok
Cipinang Besar
Selatan 03,
Jakarta Timur.
Populasi
Terjangkau : Seluruh siswa
kelas V A dan V B SDN
Cipinang Besar
Selatan 03 Pagi, Jakarta Timur.
b.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan
objek/subjek penelitian.[42]
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Non-Probability
Sampling dengan jenis sampling jenuh yang merupakan teknik pengambilan
sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel.[43]Pengambilan
sampel diambil dari populasi seluruh siswa SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi,
Jakarta Timur yang terdaftar sebagai siswa pada tahun ajaran 2015/2016 adalah
siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi, Jakarta Timur sebanyak 2
kelas.
Lalu sampel yang diperoleh 29 siswa kelas VA yang
berada dikelas eksperimen 1 dengan diberi model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan 31 siswa
kelas VB yang berada pada kelas eksperimen 2 diberi model Problem Solving. Untuk lebih jelasnya penyebaran anggota sampel
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2.
Sampel
|
Populasi
|
Subjek
Penelitian
|
Keterangan
|
Kelas V A
|
29 siswa
|
29 siswa
|
Kelas eksperimen 1
|
Kelas V B
|
31 siswa
|
31 siswa
|
Kelas eksperimen 2
|
Jumlah
|
60 siswa
|
60 siswa
|
C.
Metode
Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan Quasi EksperimenDesign, karena dalam
penelitian ini ada dua tanpa mengubah komposisi kelompok tersebut atau dengan
kata lain peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Untuk pelaksanaan
diperlukan 2 kelas dimana peneliti mengajar di kelas eksperimen 1 dengan
menggunakan model problem based learning
dan di kelas eksperimen 2 menggunakan model problem
solving. Setelah dilakukan penelitian, kedua kelompok diberikan tes akhir (post test) yang sama. Data penelitian
ini dikumpulkan dengan cara menggunakan tes hasil belajar. Instrumen yang
berbentuk tes dibuat untuk memperoleh pembuktian hasil belajar siswa. Sehingga
dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu: variabel bebas (X) adalah model
problem based learning dan model problem solving, sedangkan variabel
terikat (Y) adalah hasil belajar siswa.
Pada
desan Quasi Eksperimen, peneliti
menggunakan model control group post test
only desain.[44]
Model desain ini hanya menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen1
dan kelas eksperimen2. Bentuk yang dipakai adalah post testonly desain. Pada desain ini
terdapat post test diberikan setelah
di beri perlakuan. Desain ini dapat digambarkan seperti berikut:
Jika
kita membuat desain penelitian berdasarkan dua kelas yang mempunyai variabel
yang diberi perlakuan. Maka desainnya:
E1 X1 O2
Pola
E2 X2 O2
Keterangan
:
E1 : Kelas eksperimen 1
E2 : Kelas eksperimen 2
X1 :
Perlakuan pada kelas ekperimen 1 menggunakan model problem based learning
X2 : Perlakuan pada kelas eksperimen 2
menggunakan model problem solving
O2 : Tes hasil belajar IPS pada kelas
eksperimen 1
O2 : Tes hasil belajar IPS pada kelas
eksperimen 2
D.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Definisi
Konseptual
Definisi
konseptual merupakan deskripsi dari kerangka berpikir yang di teliti.
Hasil belajar yang tinggi merupakan harapan setiap
guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.pada kenyataannya tidak semua
siswa dapat mencapai hasil belajaryang maksimal dan tergolong rendah di bawah
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Siswa yang kurang optimal dalam belajar akan
menyebabkan hasil belajar yang rendah.
Salah satunya pada mata pelajaran IPS yang selama
ini sumber belajar hanya berpusat pada guru dan siswa menghapal materi yang
telah diberikan oleh guru. Pada mata pelajaran IPS, siswa sebenarnya dapat
mengamati langsung dan bertukar fikiran dengan sesama teman lainnya. Terutama
pada materi yang bersangkutan dengan peristiwa sehari-hari. Berhasil atau tidaknya
pembelajaran di sekolah tergantung kepada pendekatan/model belajar mengajar
yang dilakukan oleh guru. Guru menciptakan suasana kelas akan berpengaruh pada
reaksi yang ditampilkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru
harus mampu menggunakan pendekatan/model yang efektif dan efesien sehingga
siswa dapat menerima dan memahami materi pelajaran dengan mudah dan siswa lebih
aktif dalam belajar.
Model dan pendekatan yang dapat menciptakan kondisi
tersebut adalah model problem based learning
dan model problem solving. Dengan
adanya proses belajar mengajar dengan metode ilmiah, setiap siswa mempunyai
tanggung jawab, kerja sama pada diri sendiri dan juga kelompok.
Dengan demikian, hasil belajar khususnya mata
pelajaran IPS yang menggunakan model pembelajaran problem based learning dan model problem solving diharapkan akan lebih baik dari pada hasil belajar
dengan mengunakan metode ceramah.
2.
Definisi
Operasional
Definisi
operasional merupakan definisi tentang variabel yang diteliti. Dalam penelitian
ini, peneliti menentukan:
a.
Variabel
bebas (X): Model Prolem Based Learning
dan Model Problem Solving
Model Problem
Based Learning (PBL) adalah suatu proses pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan
sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Model Problem
Solving (PS) adalah model pembelajaran yang menitikberatkan pada pemecahan
suatu masalah, dimulai dari proses merumuskan masalah, menganalisis masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan
rekomendasi pemecahan masalah atau membuat kesimpulan.
b.
Variabel
terikat (Y): Hasil Belajar IPS
Dalam hasil belajar IPS siswa merupakan perubahan
perilaku yaitu perubahan dalam aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
Perubahan-perubahan dalam aspek itu menjadi hasil dari proses belajar. Dari
ketiga kemampuan ini dijadikan dasar sebagai kemampuan yang harus dimiliki
siswa untuk selanjutnya dijadikan dasar menempuh pembelajaran selanjutnya.
Kemampuan kognitif mencangkup (pengetahuan, pemahaman, penerapan), kemampuan
afektif mencangkup (sikap menerima, merspon, menilai) dan kemampuan
psikomotorik mencangkup (keterampilan atau skill, kemampuan bertindak).
3.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi
yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan penelitian dan mempunyai andil yang
cukup besar terhadap keberhasilan suatu penelitian. Instrumen yang digunakan
adalah tes. Tes digunakan untuk mengetahui data mengenai hasil belajar siswa.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tes
tertulis berbentuk lembar soal pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal
dengan 4 (empat) alternatif jawaban yaitu: A,B,C, dan D. Pemberian skor untuk
jawaban yang benar adalah 1 (satu) sedangkan yang salah 0 (nol). Sebelum
digunakan pada sampel, instrumen tersebut diujikan kepada siswa kelas V SDN Cipinang
Besar Selatan 04Pagi pada tahun
pelajaran 2015/2016agar dapat mengetahui validitas dan realiabelitas soal.
Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen
Tes Hasil Belajar IPS Siswa
Standar Kompetensi : 2. Menghargai
Peranan Tokoh Pejuang dan Masyarakat dalam Mempersiapkan dan Mempertahankan
KemerdekaanIndonesia
No.
|
Kompetensi
Dasar
|
Indikator
|
Materi
Pokok
|
Nomor Soal
|
Jumlah
Soal
|
||
C1
|
C2
|
C3
|
|||||
2.2
|
Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
|
Menjelaskan
beberapa usaha dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan.
|
Menghargai
Jasa dan Peran Tokoh Perjuangan
Dalam
Memproklamasikan Kemerdekaan
|
1, 2, 4, 5,
|
7
|
3, 6,
|
7
|
Mengidentifikasi
beberapa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan.
|
8, 9, 12,
|
10, 11, 13,
14
|
7
|
||||
Menunjukkan
sikap menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan.
|
15
|
1
|
|||||
2.3
|
Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam
memproklamasikan kemerdekaan
|
Menyebutkan tokoh dalam memproklamasikan
kemerdekaan
|
16, 17,
18
|
19
|
4
|
||
Menceritakan jasa dan peranan tokoh dalam
memproklamasikan kemerdekaan
|
20
|
21, 22, 23, 24
|
5
|
||||
Menceritakan detik-detik proklamasi kemerdekaan
Indonesia
|
25, 28
|
26, 29
|
27, 30
|
6
|
|||
2.4
|
Menghargai perjuangan para tokoh dalam
mempertahankan kemerdekaan
|
Menjelaskan cara mengenang perjuangan para tokoh
dalam mempertahankan kemerdekaan
|
31
|
1
|
|||
Menyebutkan tokoh-tokoh yang berperan
mempertahankan kemerdekaan
|
34, 35, 38, 39
|
33
|
32, 36, 37
|
8
|
|||
Menunjukkan sikap menghargai perjuangan para tokoh
dalam mempertahankan kemerdekaan.
|
40
|
1
|
E.
Uji Coba Instrumen
1.
Uji Validitas
Tes yang digunakan untuk mengukur
hasil belajar adalah berupa tes objektif, maka pengujian validitas menggunakan
rumus Korelasi Point Biserial dengan
rumus sebagai berikut:[45]
Keterangan :
rpbi
:
Koefisien korelasipoint biserial
Mp : Mean skor dari
subjek-subjek yang menjawab betul item yang
dicari korelasinya dengan
tes.
Mt
: Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes)
SDt
: Standar deviasi skor total.
p
: Proporsi subjek yang mnjawab betul item tersebut.
q
: Proporsi Subjek yang menjawab betul item tersebut (1 – p)
Hasil perhitungan koefisien korelasi
point biserial kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (tabel harga kritis dari rproduct moment) dengan taraf signifikan 5%. Jika rhitung>rtabel maka item tersebut
dapat diterima atau valid dan digunakan dalam penelitian, sedangkan jika rhitung≤ rtabelmaka item tersebut ditolak atau tidak valid
sehingga tidak digunakan dalam penelitian.
2.
Uji Reliabilitas
Selain pengujian validitas, sebuah tes juga harus memiliki
reliabilitas. Untuk menentukan indeks reliabilitas dipergunakan rumus Kuder dan Richardson (K-R.20), rumusnya yaitu:[46]
Keterangan:
𝑟₁₁ : Reliabilitas instrument (rhitung)
k :
Banyaknya item yang valid
p :
Proporsi siswa yang menjawab benar
q :Proporsi
siswa yang menjawab salah
:
Jumlah hasil perkalian antara p dan q
S2 :Varians
simpangan baku (standar deviasi) dari tes
Dimana:
Keterangan
:
S : Simpangan baku (Standar deviasi)
X : Simpangan X dan X, yang dicari dari
X – X
S2 : Varians, selalu dituliskan dalam bentuk
kuadrat
N :
Banyakya subjek pengikut tes.
Kriteria
pengujian :
rhitung<r(A,n) , maka soal tidak
reliabel
rhitung>r(A,n) , maka soal reliabel
r11= 0,91 – 1,00 = sangat tinggi
r11 = 0,71 – 0,90 = tinggi
r11 = 0,41 – 0,70 = cukup
r11 = 0,21 – 0,40 = rendah
r11= < 0,20 = sangat rendah
F.
Teknik
Analisis Data
Dalam
analisa data dan rumus yang digunakan adalah uji-t. Untuk menggunakan rumus
tersebut maka terlebih dahulu dilakukan analisis persyaratan.
1.
Deskripsi
Data
Deskripsi
data digunakan untuk mengetahui gambaran dari penyebaran data penelitian yang
meliputi Mean, Median dan Modus.
a.
Mean
Mean dari sekelompok (sederetan) angka (bilangan)
adalah jumlah dari keseluruhan angka (bilangan) yang ada, dibagi dengan
banyaknya angka (bilangan) tersebut.
Keterangan
:
:
Rerata atau Mean
:
Jumlah Perkalian Frekuensi dengan Masing-masing Nilai.
: Jumlah Frekuensi
b.
Median
Nilai rata-rata pertengahan atau median ialah suatu
nilai atau suatu angka yang membagi suatu distribusi data ke dalam dua bagian
yang sama besar.
Keterangan :
Me :
Median
b :
Batas Bawah Kelas Median
p :
Panjang Kelas Median
n :
Banyaknya Sampel
F :
Jumlah Frekuensi Kelas Sebelum Kelas Median
f :
Frekuensi Kelas Median[47]
c.
Modus
Modus tidak lain adalah suatu skor atau nilai yang
mempunyai frekuensi paling banyak, dengan kata lain, skor atau nilai yang
memiliki frekuensi maksimal dalam distribusi data.
Keterangan :
Mo :
Modus
b :
Batas Bawah Kelas Modus
p :
Panjang Kelas Modus
b1 : Frekuensi Kelas Modus Dikurangi Frekuensi Sebelum Kelas Modus
b2 : Frekuensi Kelas Modus Dikurangi Frekuensi Sesudah Kelas
Modusl[48]
2. Uji Prasyarat Analisis
Penelitian dengan pendekatan kuantitatif, maka perlu menggunakan analisis
data. analisis ini berkaitan dengan perhingan menjawab rumusan masalah dan
pengajuan hipotesis yang diajukan setelah data terkumpul, kemudian di analisis
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Uji
Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk
mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk
menentukan jenis statistik yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya, uji
normalitas menggunakan uji Lilliefors pada taraf signifikansi
=
0,05.Hipotesis yang diajukan adalah :
:
Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
:
Data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.
Adapun
langkah-langkah uji Lilliefors sebagai berikut:[49]
1)
Urutkan data sampel dari kecil ke besar dan
tentukan frekuensi tiap-tiap data.
2)
Tentukan nilai z dari tiap-tiap data
itu.
3)
Tentukan besar peluang untuk
masing-masing nilai z berdasarkan tabel z, dan sebut dengan F(z).
4)
Hitung frekuensi kumulatif relatif dari
masing-masing nilai z, dan sebut dengan S(z)
5)
Tentukan nilai Lo = IF(z) – S(z)l dan
bandingkan dengan nilai Lt dari tabel Lilliefors.
6)
Apabila Lo < Lt, maka sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
7)
Contoh perhitungan uji normalitas
Lilliefors:
Ho : sampel
berdistribusi normal
H1 :
sampel berdistribusi tidak normal.
8)
Rerata = 5
9)
Standar Deviasi
b.
Uji
Homogenitas
Setelah uji
normalitas, langkah berikutnya dilakukan uji homogenitas.Uji ini untuk
mengetahui kesamaan antara dua populasi.Uji homogenitas yang digunakan untuk
uji homogenitas adalah uji fisher.
F =
Keterangan:
Sx2 : Variansi terbesar dari kedua kelompok data
Sy2 : Variansi terkecil dari kedua kelompok data
Langkah – langkah perhitungan uji
homogenitas dilakukan dengan uji fisher
(F) adalah sebagai berikut :
1)
Hipotesis statistik
H0 : σ12 = σ22
H1 : σ12 ≠ σ22
Keterangan :
σ12 : Variansi kelompok 1, yaitu
siswa yang belajar dengan model Problem
Based Learning
σ22 : Variasi kelompok 2, yaitu
siswa yang belajar denganmodel Problem
Solving
H0 :
Variansi data adalah homogen
H1 :
Variansi data adalah tidak homogen
2)
Menentukan harga Fhitung
Menentukan
nilai Fhitung dengan rumus fisher,
dengan mengetahui terlebih dahulu variasi ke dua kelompok penelitian tersebut.Uji F (Fisher) dilakukan dengan cara
membandingkan varian data terbesar dibagi varian data terkecil.
3)
Menentukan Ftabel
Tentukan terlebih
dahulu dk pembilang dan dk penyebut serta taraf signifikan α =
0,05, maka nilai Ftabel
dapat diperoleh melalui tabel distributif F. Menentukan Ftabel, dari tabel distribusi F dengan derajat kebebasan
untuk pembilang dan untuk penyebut serta taraf signifikansi α = 0,05.
4)
Kriteria pengujian Ho
Terima
Ho jika F1-a(ny1-1,ny2-1)<
Fhitung< Fa(ny1-1,ny2-1)
Tolak
Ho jika F1-a(ny1-1,ny2-1)
≥ Fhitung ≥ Fa(ny1-1,ny2-1)
3. Analisis Data
Setelah
data yang didapat dalam penelitian ini memenuhi uji persyaratan analisis,
selanjutnya dianalisis secara statistik kuantitatif uji-t dengan metode penyatuan varians. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui dan memeriksa efektifitas perlakuan. Pada uji ini digunakan rata-rata
(mean) dua kelas, yaitu kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Rumus uji-t
yang digunakan adalah :[50]
dengan
Keterangan:
x1 : Rata-rata nilai belajar siswa yang
menggunakan model problem based
learning.
x2 : Rata-rata nilai belajar siswa yang
menggunakan model problem solving.
n1 : Banyaknya siswa pada kelas yang diberi
pembelajaran dengan model
problem
based learning.
n2 : Banyaknya siswa pada kelas yang diberi
pembelajaran dengan model
problem
solving.
Hasil perhitungan berupa rasio t selanjutnya dikonfirmasikan dengan nilai tabel ttabel pada taraf signifikan α = 0,05,
derajat kebebasan dk = (n1 + n2 – 2 )
maka didapat ttabel = t (1 – α,dk).
Dengan kriteria pengujian :
Terima Ho jika thitung ≤ ttabel,
maka tidak ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang diberi tes
pembelajaran dengan model problem based
learning dengan model problem solving.
Tolak Ho jika thitung>ttabel,
maka ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang diberi tes pembelajaran
dengan model problem based learning
dengan model problem solving.
G.
Hipotesis
Statistik
Hipotesis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
H0 : µA = µB
H1 : µA ≠ µB
Keterangan:
Ho : Hipotesis nol
Hi : Hipotesis alternatif
µA =
Rata-rata hasil belajar IPS siswa yang diajarkan menggunakan model problem based learning.
µB = Rata-rata hasil belajar IPS siswa yang diajarkan menggunakan
model problem solving.
[1] Ridwan Abdullah Sani. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 3
[3] Eveline Siregar,dkk. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:
Ghalia Indonesia. hlm 4.
[4]Sobry Sutikno, M. 2013. Belajar dan Pembelajaran upaya kreatif dalam
mewujudkan pembelajaran yang berhasil. Lombok: Holistica. Hlm 3
[5] Suyono dan hariyanto. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Hlm 12
[6] Pudjosumedi,dkk. 2012. Pengantar Pedagogik Transformatif.
Jakarta: UHAMKA Press. Hlm 171
[7] Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi
PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 4
[8]Ahmad Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah
Dasar, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hlm 18
[9]Nurochim. 2013. Perencanaan Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA. Hlm 17
[11] Eveline Siregar. OpCit
Hlm 12
[12] Asep Jihad. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: PT.
Milti Pressindo. Hlm 15
[13]Ahmad Susanto. 2013.Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Hlm 5
[14] Etin Solihatin. 2010. Strategi Pembelajaran PPKN. Jakarta:
Bumi Aksara. Hlm 5
[15] Wahab Jufri. 2013. Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung:
Pustaka Reka Cipta. Hlm 58
[16] Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta:
Pustaka Belajar. Hlm 42
[17] Ahmad Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah
Dasar. Jakarta: KENCANA. Hlm 137
[18] Sardjiyo, dkk. 2013. Pendidikan IPS di SD. Banten:
Universitas Terbuka. Hlm 22
[19] Rudy Gunawan. 2011. Pendidikan IPS filosofi, Konsep dan Aplikasi.
Jakarta: Alfabeta. Hlm 19
[20] Sapriya. 2011. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya. hlm. 12
[21]Ahmad Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah
Dasar. Jakarta: KENCANA. Hlm 145
[22] Pudjosumedi, Sugeng Riadi. 2012 Pengantar Pedagogik Transformatif.
Jakarta: UHAMKA PRESS. Hlm 175
[23] M. Sobry Sutikno. 2014. Metode & Model-model PEMBELAJARAN.
Lombok: HOLISTICA. Hlm 57
[24] Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Terpadu. Konsep, Strategi, dan
Implementasinya dalam kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi
Aksara. Hlm 53
[25]M.
Sobry Sutikno. OpCit. Hlm 57
[26] Ridwan Abdullah Sani. 2014 Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hlm 128
[28] Evelin Siregar.,dkk. 2010. Teori
Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm 119
[29] Aris Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inofatif dalam
Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Hlm 130
[30] Trianto Ibnu Badar Al-Tabany.
2014. Mendesain Model Pembelajaran
Inofatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya
pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/TKI). Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP. Hlm 64
[31]http://ridafkd.blogspot.co.id/2013/07/model-pembelajaran-problem-based.html pada tanggal 28 Juni 2016 jam
3:30
[32] Aris Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inofatif dalam
Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Hlm 132
[33] Trianto Ibnu Badar Al-Tabany.
2014. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya
pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/TKI). Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP. Hlm 72
[35] Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta. Hlm 91
[36]Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam
Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Hlm 135
[38] Shoimin, Aris.OpCit . Hlm 137
[40] Ridwan Abdullah Sani. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara. Hlm 243
[41] Darmadi, Hamid. 2014. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial.
Bandung: ALFABETA. Hlm 55
[43] Riduwan. 2004. BELAJAR MUDAH PENELITIANuntuk Guru –
Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: ALFABETA. Hlm 64.
[44] Zainal Arifin. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma
Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hlm 78
[45] Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cpta. Hlm 326
[46]Alwi, Idrus.
2013. Metodologi Penelitian Pendidikan
Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Saraz Publishing, hlm 129
[47] Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian. Bandung:
ALFABETA. Hlm 53
[48]Ibid. Hlm 52
[49] A. Kusdiwelirawan. 2014. Statistika
Pendidikan. Jakarta: Uhamka Press. hal 119
[50] Sudjana. 2005. Metode
Statistika. Bandung: Tarsito. Hlm 239
Comments
Post a Comment
Jangan lupa komentar yaaa !!!