PERBEDAAN PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARING DENGAN MODEL PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SDN CIPINANG BESAR SELATAN 03 PAGI JAKARTA TIMUR



BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                                                   
A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah  hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap insan sebagai salah satu modal agar dapat berhasil dan meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam menciptakan diri dan masyarakat agar mempertahankan hidup dalam arus perkembangan zaman. Pola dan gaya hidup manusia selalu berubah-ubah menuju terpenuhnya kebutuhan insani, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Sebagai usaha sadar, proses pendidikan dilakukan secara terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat serta tuntutan perkembangan zaman.
Sekolah menjadi wadah dimana anak-anak dapat memperoleh ilmu pengetahuan, informasi, dan dapat membentuk kepribadian yang lebih baik dan bermanfaat. Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pembelajaran di sekolah, guru menjadi pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif yakni interaktif antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran yang menunjang untuk tercapainya tujuan suatu pembelajaran.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan latihan berpikir kritis. Dalam pembelajaran IPS, siswa


akan mendapat banyak kesempatan untuk mempelajari yang mencakup berbagai kehidupan yang beraspek sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah maupun politik. Adapun yang dapat dipelajari seperti: berbagai peristiwa sosial dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan, sejarah Indonesia dan permasalahan perekonomian Indonesia. Sedangkan tujuan pembelajaran IPS yaitu membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri ditengah-tengah kekuatan fisik dan sosial, yang pada gilirannya akan menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab.
Terkait dengan mutu pendidikan khususnya jenjang Sekolah Dasar sampai saat ini masih jauh dari apa yang kita harapkan. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 21 Maret 2016 terdahadap aktivitas riil di lapangan kegiatan belajar mengajar disekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, hal ini disebabkan guru kurang menerapkan model pembelajaran yang bervariasi, sehingga siswa tidak termotivasi untuk belajar dan ini menimbulkan materi pelajaran yang diajarkan oleh guru akan dianggap sulit oleh siswa.
Suasana pendidikan IPS sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas belajar mengajar. Apabila pembelajaran menyenangkan dapat menimbulkan minat dan motivasi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini guru harus dapat memfasilitasi siswa agar dapat meningkatkan potensi yang dimiliki oleh siswa dan membuat siswa aktif dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran pendidikan IPS dapat tercapai.
Pelajaran pendidikan IPS menjadi salah satu mata pelajaran yang banyak dihindari oleh siswa. Banyak siswa yang beranggapan bahwa IPS itu pelajaran yang sulit dan membosankan. Pelajaran IPS yang diperoleh siswa selalu monoton dan disajikan kurang menarik, dikarenakan guru masih menggunakan metode ceramah yang sifatnya hanya mentransfer ilmu. Siswa cendrung belajar pasif, selalu mengantuk dan perhatiannya kurang karena membosankan, sehingga pemahaman pada pelajaran kurang baik ditangkap oleh siswa menjadikan hasil belajar siswa menurun dan ketercapaian rata-rata hasil belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan yaitu 73,00. Penggunakan metode yang kurang tepat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami, dan monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar.
Di sinilah tugas guru tidaklah mudah, oleh sebab itu guru memiliki tanggung jawab dan kewajiban yaitu; 1) sebagai perancang pembelajaran agar siswa aktif mencari pengetahuan baru, dan 2) fasilitator atau mediator untuk belajar.[1] Pada kenyataannya peran seorang guru khususnya mata pelajaran IPS sebagai pendidik hanyalah sebatas memberikan materi pembelajaran tanpa memikirkan bagaimana caranya agar siswa dapat mengembangkan potensinya.
Salah satu model yang bisa diterapkan oleh guru selaku pendidik adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Penerapan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memungkinkan siswa untuk memperoleh nilai-nilai penting pembelajaran. Proses belajar pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) mencakup beberapa aktivitas, di antaranya: menyajikan suatu masalah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog.[2] Guru dituntut untuk melakukan pembelajaran dengan kreatif agar pada saat proses belajar mengajar siswa tidak terasa membosankan. Sehingga guru dapat memfasilitasi pembelajaran siswa dengan lebih bermakna.
Selain model problem based learning, dalam pembelajaran IPS juga dapat menggunakan model problem solving. Penggunaan model ini membuat siswa mampu berpikir dengan komprehensif. Model pembelajaran problem solving memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekedar menghafal tetapi lebih kepada berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. Model problem solving menekankan kepada siswa untuk belajar menemukan sendiri pemecahan suatu permasalahan dari proses analisis.
Berdasarkan masalah di atas, peneliti ingin meneliti dan mengetahui “Perbedaan Penggunaan Model Problem Based Learning dengan Model Problem Solving Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.”
                                
B.       Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, masalah diidentifikasikan sebagai berikut:
1.    Siswa cendrung belajar pasif sehingga ketercapaian rata-rata hasil belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2.    Dalam pembelajaran IPS guru hanya mengajar menggunakan metode ceramah sehingga siswa sulit dan bosan karena dalam pembelajaran cendrung menghapal.
3.    Guru kurang inovatif dan kreatif dalam memberikan metode ataupun pendekatan dalam pembelajaran IPS.
4.    Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dengan model problem solving  untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS.
5.    Perbedaanpenggunaan model problem based learning dengan model problem solving terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.

C.      Pembatasan Masalah
Setelah memperhatikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, maka penelitian dibatasi pada: Perbedaan Penggunaan Model Problem Based Learning dengan Model Problem Solving Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.

D.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada Perbedaan Penggunaan Model Problem Based Learning dengan Model Problem Solving Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur ?
E.       Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan penggunaan model problem based learning dengan model problem solving terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.

F.       Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak, di antaranya:
1.        Bagi Sekolah
Dapat memberikan ide dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. 
2.        Bagi Guru
Membantu guru dalam memilih cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan model problem based learning dengan problem solving.
3.        Bagi Siswa
Membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar IPS dan menghilangkan rasa kesulitan dan kebosanan terhadap pelajaran IPS.
4.        Bagi Penulis
Memberikan pengalaman bagi penulis untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan penggunaan model problem based learning dengan model problem solving terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.


BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
 DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.      Deskripsi Teori
1.    Hasil Belajar IPS
a.             Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses mengetahui dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar berlangsung terus-menerus sejak seseorang dilahirkan sampai ia tiada. Belajar merupakan karakteristik umum yang dimiliki manusia.
Menurut Spears dalam Eveline Siregar., dkk mengatakan bahwa “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something them selves, to listen, to follow directionI”.[3] Maksud dari pernyataan ini, seseorang dikatakan belajar apabila ia mengamati, membaca, meniru, mencoba, sesuatu pada dirinya sendiri, mendengar dan mengikuti aturan, baik hal ataupun kejadian yang dapat mendeskripsikan hal tersebut baik lisan maupun tulisan.
Morgan  dalam Sobry Sutikno., mengatakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan yang relatif  menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.[4] Jadi, belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dan dihasilkan dari pengalaman yang sudah terjadi.
Hilgrad dalam Suyono berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap situasi. Tidak jauh berbeda dengan hilgrad, gagne berpendapat bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecendrungan manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja.[5]

Inti dari pernyataan Hilgard dan Gagne di atas memiliki makna yang relatif sama, yakni belajar merupakan kegiatan individu yang menghasilkan perubahan perilaku, dan perubahan perilaku itu di dapat karena pengalaman-pengalaman.
Belajar secara formal terjadi di sekolah. Kegiatan belajar di sekolah dinamakan kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Inti dari kegiatan pembelajaran adalah tercapainya tujuan pembelajaran, yang terdiri dari aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Dari definisi-definisi belajar menurut para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu kegiatan individu dalam mengamati, membaca, meniru, mencoba, mendengar dan mengikuti aturan, yang berlangsung selama kurun waku tertentu hingga terjadinya perubahan-perubahan dalam diri individu baik pengetahuan, keterampilan dan juga sikap.
Kemudian Dr. Pudjosumedi, As., SE., M.Ed mengemukakan bahwa belajar memiliki sejumlah karakteristik dominan, yaitu: (1) Belajar merupakan sebuah proses, dilakukan secara sadar, dirancang, ada interaksi individu dan lingkungan, (2) Proses perubahan tingkah laku yang disengaja, (3) Hasil belajar relatif menetap.[6]

Adapun prinsip-prinsip dalam belajar terdiri dari tiga hal, sebagai berikut:
Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil dari belajar memiliki ciri-ciri:
1.      Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari.
2.      Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.
3.      Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.
4.      Positif atau berakumulasi.
5.      Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.
6.      Permanen atau tetap.
7.      Bertujuan dan terarah.
8.      Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.
Kedua, belajar merupaan proses, belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik, yang dinamis, kontruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar.
Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungan.[7]





b.             Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan kegiatan interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa. Pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha guru dalam mengelola lingkungan (kelas) agar diperoleh kondisi belajar yang ideal bagi siswa.Kata pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara instruksional dilakukan oleh guru.[8]
Menurut Gagne dan Briggs dalam Nurochim, mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah suau sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk memengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.[9]

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dalam Ahmad Susanto,pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.[10]
Menurut Winkel dalam Eveline Siregar., dkk, menyatakan bahwa pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung dialami siswa.[11]

Berdasarkan definisi pembelajaran menurut para ahli di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses yang dilakukan guru dalam membantu atau memfasilitasi siswa agar siswa dapat belajar dengan baik dan memperoleh ingatan yang baik akan materi yang akan disampaikan oleh guru.

c.              Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Menurut Hamalik dalam Asep Jihad hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas.[12] Dalam pernyataan tersebut bahwa pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajaryang sesuai dengan tujuan pengajaran.
Menurut Nawawi dalam Ahmad Susanto mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.[13]Jadi dalam penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari apa yang diperoleh siswa.
Sementara itu Bloom dalam Etin Solihatin membagi hasil belajar ke dalam 3 ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar pada dasarnya merupakan suatu kemampuan berupa keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman.[14]
Hasil belajar tersebut dapat dijelaskan masing-masing secara lebih dalam dimulai dari ranah kognitif berorientasi kepada kemampuan berpikir, mencakup kemampuan yang lebih sederhana sampai dengan kemampuan untuk memecahkan masalah. Hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, atau penolakan terhadap sesuatu. Sedangkan hasil belajar ranah psikomotorik berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara saraf dan otot.
Gagne dalam Wahab Jufri juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan (performance) yang dapat teramati dalam diri seseorang dan disebut dengan kapabilitas.[15]
Hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar juga merupakan bukti dari keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mengetahui hasil belajar diperlukan adanya evaluasi, yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui saraf kemajuan siswa.
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Menurut Gagne dalam Purwanto menyatakan “hasil belajar adalah terbentuknya konsep yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada dilingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori-kategori”.[16]

Hasil belajar dibentuk dari sebuah konsep yang terorganisasi dan dihasilkan dari sebuah rangsangan kategori yang diberikan kepada siswa, skema yang terorganisasi itu akan beradaptasi dan berubah selama proses perkembangan kognitif pada seseorang. Perubahan yang terjadi pada skema tidak hanya berproses pada perkembangan kognitif di awal saja pada seseorang, akan tetapi proses skema yang berjalan relatif akan menetap pada kognitif seseorang.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

d.             Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu pengetahuan sosial, yang sering disingkat dengan IPS atau social studies merupakan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan  masyarakat. Di Indonesia pelajaran ilmu pengetauan sosial disesuaikan dengan berbagai prespektif  sosial yang berkembang di masyarakat.
Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau.
Luasnya kajian IPS ini mencakup berbagai kehidupan yang beraspek majemuk baik hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah, maupun politik. Dengan demikian siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
Menurut Zuraik dalam Djahiri dalam Ahmad Susanto, hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina suatu masyarakat yang baik dimana para anggotanya benar-benar berkembang sebagai insan sosial yang rasional dan penuh tanggung jawab, sehingga oleh karenanya diciptakan nilai-nilai.[17]
Hakikat IPS di sekolah dasar memberikan pengetahuan dasar dan keterampilan sebagai media pelatihan bagi siswa sebagai warga negara sedini mungkin. Karena pendidikan IPS tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan semata, tetapi harus berorientasi pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, sikap, dan kecakapan-kecakapan daar siswa yang berpijak pada kenyataan kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan bagi kehidupan sosial siswa di masyarakat.
Berkenaan dengan ilmu sosial ini, Norma Mackenzie dalam Sardjiyo mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai masyarakat.[18]

Menurut Sumaatmadja dalam Rudy Gunawan, “Studi sosial bukan merupakan bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial”.[19] Dalam studi sosial ini juga mempersiapkan anak didik untuk mampu memecahkan masalah sosial dan memiliki keyakinan akan kehidupan masa mendatang.
Pendidikan IPS penting diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, karena siswa sebagai anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Untuk mengenal masyarakat siswa dapat belajar melalui media cetak, media elektronik, maupun secara langsung melalui pengalaman hidup ditengah-tengah masyarakat. Dengan pendidikan IPS, diharapkan siswa dapat memiliki sikap peka dan tanggap untuk bertindak secara rasional dan bertanggungjawab dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupannya.
Pendidikan IPS sebagai kajian akademik disebut IPS sebagai seleksi dan integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu yang relevan, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis, dan sosial-kultural untuk tujuan pendidikan.[20] Oleh karena itu IPS dapat mempersiapkan siswa yang menguasai sikap dan nilai yang dapat digunakan sebagai kemampuan memecahkan masalah pribadi maupun sosial.
Dalam studi sosial memiliki tujuan, dan tujuan utamanya adalah mengembangkan keterampilan hidup bernegara. Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi ditelaah dan dianalisis faktor-fatornya sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya dalam memperhatikan kerangka kerja IPS.
Jadi, hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya. Karena pendidikan IPS tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan semata, tetapi harus berorientasi pada pengembangan keterampilan berfikir kritis, sikap dan kecakapan-kecakapan dasar siswa yang berpijak pada kenyataan kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan bagi kehidupan sosial siswa di masyarakat.
1.             Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Pendidikan IPS sebagai bidang studi yang diberikan pada jenjang pendidikan dilingkungan persekolahan, bukan hanya memberikan bekal pengetahuan saja, tetapi juga memberikan bekal nilai sikap serta keterampilan dalam kehidupan peserta didik di masyarakat, bangsa, dan negara dalam berbagai karakteristik. Lebih jauh lagi dalam pendidikan IPS dikembangkan tiga aspek atau tiga ranah pembelajaran, yaitu aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Ketiga aspek ini merupakan acuan yang berorientasi untuk mengembangkan pemilihan materi, strategi, dan model pembelajaran.
Ada beberapa tujuan pendidikan IPS menggambarkan bahwa pendidikan IPS merupakan bentuk pengetahuan, keterampilan, nilai,  dan sikap yang menunjukkan anak berapartisipasi dalam kelompoknya, baik itu keluarga, teman bermain, sekolah, masyarakat yang lebih luas, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan ilmu sosial dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendidikan ilmu-ilmu sosial dikembangkan atas dasar pemikiran suatu disiplin ilmu, sehingga tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan instutisional menjadi landasan pemikiran mengenai tujuan pendidikan ilmu nasional.
Tujuan utama pembelajaran IPS ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Secara perinci, Mutakin dalam Ahmad Santoso merumuskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah sebagai berikut:
1.      Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melaui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
2.      Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasikan dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3.      Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
4.      Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah  sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
5.      Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.[21]
Tujuan lain, secara eksplisit, dengan mempelajari kondisi masyarakat seperti yang dimuat dalam pendidikan IPS ini, maka siswa akan dapat mengamati dan mempelajari norma-norma atau peraturan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga siswa mendapatkan pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling mempengauhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat. Dalam pendidikan IPS tersebut, siswa akan memperoleh pengetahuan dari yang sederhana sampai yang lebih luas, yakni siswa akan diperkenalkan dengan dirinya sendiri, kemudian keluarga, tetangga, lingkungan, negara, negara tetangga, kemudian dunia

e.              Pengertian Hasil Belajar IPS
Mengetahui banyak tentang IPS, tentunya kita akan semakin tahu apa yang dimaksud dengan hasil belajar IPS. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku pada siswa setelah mengalami proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar berasal dari kata hasil dan belajar. Kata hasil yang berarti sesuatu yang diusahakan, diperoleh, dibuat, dijadikan, dan sebagainya oleh usaha, pikiran, dan akibat. Sedangkan kata belajar berarti usaha yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, berubahnya tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman, keterampilan sehingga siswa tersebut mampu mencapai hasil maksimal belajarnya sekaligus memecahkan masalah yang berkaitan dengan masalah sosial dan menerapkannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini, hasil belajar IPS yang dimaksud adalah hasil optimal yang diperoleh siswa dalam aspek kognitif.

2.    Model Problem Based Learning (PBL) dan Model Problem Solving
a.             Model Pembelajaran
Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Soekamto dalam Pudjo Sumedi dan Sugeng Riadi memberikan pengertian yang jelas mengenai “model pembelajaran” adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.[22]

Dari pendapat Soekamto model pembelajaran merupakan susunan pembelajaran yang akan dilaksanakan secara sistematis dalam mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam M. Sobry Sutikno, Dahlan mengatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainya.[23]
Menurut Joyce dalam Trianto model pembelajaran adalah suatu rencana atau suatu  pola yang dipergunakan sebagai dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran  tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pebelajaran seperti buku-buku, film, komputer, kurikuler, dan lain-lain.[24]

Dari kedua pendapat tersebut bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa, sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Istilah model pembelajaran menurut Joyce dan Weil  digunakan untuk menunjukan sosok utuh konseptual dari aktivitas belajar mengajar yang secara keilmuan dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Dahlan menjelaskan, model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola  yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar dikelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya.[25]
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa, model pembelajaran merupakan suatu konsep, rencana atau pola yang digunakan untuk mengatur materi pelajaran dan memberikan petunjuk/arahan kepada guru dalam proses belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka model pembelajaran adalah rancangan, desain  ataupun pola yang digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan sebagai kerangka untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Model pembelajaran menjadi sangat penting karena digunakan sebagai alat interaksi antara siswa dengan guru.

b.             Model Problem Based Learning (PBL)
1)             Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran dapat adalah rancangan atau pola yang tersusun dan mempunyai cara dalam berbagai model pembelajaran. Untuk membantu guru agar lebih terarah dalam melaksanakan tugasnya di dalam kegiatan pembelajaran yang digunakan di dalam kelas.
Implementasi model pembelajaran, salah satunya dapat menggunakan model Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Problem Based Learning pertama kali digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di Southern Illinois University School of Medicine.[26]
Dr. Howard Barrows dalam Ridwan Abdullah Sani, dari sekolah tersebut mendefinisikan PBL sebagai: a learning method based on the principle of using problems as a strating point for the acquisition and integration of new knowledge.[27] PBL merupakan metode pembelajaran berbasis pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik strating untuk akuisisi dan integrasi pengetahuan baru.
Menurut Siregar dan Nara pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma kostruktivisme yang berorientasi pada proses belajar siswa.[28] Artinya siswa diminta untuk membangun pengetahuannya sendiri, sedikit demi sedikit dan tidak dengan tiba-tiba melalui konteks yang terbatas.
Menurut Finkle dan Torp dalam Aris Shoimin menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik.[29] Jadi, PBL atau PBM merupakan suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
Sedangkan menurut Arends dalam TriantoIbnu Badar Al-Tabany, pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.[30]

Berdasarkan pendapat para ahli dapat di simpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan model pemecahan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Problem Based Learning membuat siswa agar memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah dalam proses belajar.
2)             Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Adapun karakteristik model Problem Based Learning (PBL) di antaranya:
a)        Karakteristik dimulai dengan suatu masalah.
b)        Memastikan bahwa masalah memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa
c)        Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah.
d)       Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
e)        Menggunakan kelompok kecil
f)         Menuntut pembelajaran untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produksi atau kinerja.[31]
Berdasarkan karakteristik diatas pembelajaran dengan model Problem Based Learning di mulai dengan adanya masalah, masalah tersebut dapat dimunculkan oleh siswa sendiri. Kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka ketahui untuk memecahkan masalah tersebut, dalam melakukan kegiatan belajarnya siswa dapat menggunakan kelompok kecil dan setelah itu siswa dapat mendemonstrasikan hasil yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produksi atau kinerja.
3)             Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki kelebihan, di antaranya:
a)        Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata
b)        Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.
c)        Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.
d)       Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.
e)        Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.
f)         Siswa memiliki kemampuan menilai kemampuan belajaranya sendiri.
g)        Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.
h)        Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.[32]
4)             Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Problem Based Learning memiliki kekurangan, di antaranya:
a)        Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks
b)        Sulitnya mencari problem yang relevan.
c)        Sering terjadi miss-konsepsi
d)       Konsepsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.[33]


5)             Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)
Disamping memiliki karakteristik, kelebihan, dan kelemahan. Problem Based Learning terdiri dari lima langkah utama yaitu: (1) mengorientasikan siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5) mnganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Secara detail kelima langkah ini dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel 3.1[34]
Tabel 3.1 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap 1:
Orientasi siswa pada masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logisticyang diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2:
Mengorganisasi siswa untuk belajar.
Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3:
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan pemecahan masalah.
Tahap 4:
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan kelompoknya.
Tahap 5:
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam proses-proses yang mereka gunakan.

c.              Model Problem Solving (PS)
1)             Pengertian Model Problem Solving
Setiap hari siswa selalu dihadapkan pada berbagai situasi atau masalah yang harus diselesaikan dengan baik. Masalah merupakan suatu keadaan yang perlu diselesaikan dan menjadi tanggung jawab setiap individu. Siswa dituntun untuk menyelesaikan dan memecahkan masalahnya.
Model problem solving (model pemecahan masalah) bukan hanya sekedar model mengajar, tetapi juga merupakan suatu model berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan model-model lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.[35] Jadi, model problem solving dapat dikatakan model yang menekankan pada pemecahan suatu masalah dengan dimulai mencari data dan mengolah data hingga menarik kesimpulan.
Menurut Pepkin dalam Aris Shoimin,  bahwa problem solving adalah  model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan.[36] Jadi, model pembelajaran ini dipusatkan pada pengajaran dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah.
Berdasarkanpendapat  para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa problem solving sangat potensial untuk melatih peserta didik berpikir kreatif dalam menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri maupun secara bersama-sama. Peserta didik belajar sendiri untuk mengidentifikasi penyebab masalah dan alternatif untuk memecahkan masalahnya. Tugas guru dalam model ini adalah memberikan kasus atau masalah kepada peserta didik untuk dipecahkan.
2)             Karakteristik Model Pembelajaran Problem Solving (PS)
Mengenai model atau pendekatan pemecahan masalah (problem solving), maka berikut ini karakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah:
a)      Model problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran
Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
b)      Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Model ini menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran.
c)      Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
d)     Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar mengingat materi pelajaran,akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh
e)       Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa,yaitu kemampuan menganalisis situasi,menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru,mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat,serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgement secara objektif .
f)       Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
g)      Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab.
h)      Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya.[37]
3)             Kelebihan Model Pembelajaran Problem Solving(PS)
Model pembelajaran problem solving memiliki kelebihan, di antaranya: [38]
a)      Dapat membuat peserta didik lebih menghayati kehidupan sehari-hari.
b)      Dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
c)      Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif.
d)     Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya.
e)      Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
f)       Berpikir dan bertindak kreatif.
g)      Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
h)      Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
i)        Menafsirkan dan mengevaluasi hasl pengamatan.
4)             Kekurangan Model Pembelajaran Problem Solving (PS)
Model pembelajaran problem solving  memiliki kelebihan, di antaranya:
a)      Memerlukan cukup banyak waktu.
b)      Melibatkan lebih banyak orang.
c)      Dapat megubah kebiasaan peserta didik belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru.
d)     Dapat diterapkan secara langsung yaitu untuk memecahkan masalah.[39]
5)             Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Solving (PS)
Disamping memiliki karakteristik, kelebihan, dan kelemahan. Model pembelajaran problem solving memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
a)    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
b)   Guru memberikan permasalahan yang perlu dicari solusinya.
c)    Guru menjelaskan prosedur pemecahan masalah yang benar.
d)   Peserta didik mencari literatur yang mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru.
e)    Peserta didik menetapkan beberapa solusi yang dapat diambil untuk menyelesaikan permasalahan.
f)    Peserta didik melaporkan tugas yang diberikan oleh guru.[40]
Guru menghadapkan siswa pada persoalan yang harus diselesaikan baik itu masalah pribadi maupun kelompok untuk dipecahkan secara sendiri maupun bersama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik harus melakukan penyelidikan untuk mencari penyelesaian masalah: menganalisis, mendefinisi, mengembangkan hipotesis, mengmpulkan dan menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan.


B.       Hasil Penelitian yang Relevan
1.             Penelitian yang dilakukan oleh Desmin Pardamean dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode Problem Solving dengan Metode Diskusi di Kelas 5 SDN Pancoran 03 Pagi Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II Tahun ajaran 2013/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Sampel yang digunakan sebanyak 66 siswa diambil dengan teknik simple random sampling. Intrumen penelitian berupa Tes Hasil Belajar yang berbentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar IPA kelas 5A sebagai kelas Eksperimen1 memiliki skor rata-rata 20,86 dan hasil belajar IPA kelas 5B sebagai kelas Eksperimen2 memiliki skor rata-rata 19,31. Hal ini menunjukkan skor rata-rata kelas 5A yang sebagai kelas Eksperimen1 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas 5B yang sebagai kelas Eksperimen2.
2.             Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Hoqi dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Menggunakan Model Problem Based Learning dengan Model Konvensional di SDN Cibuntu 05 Bekasi. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2013-2014. Sampel penelitian ini meliputi 63 siswa yang berasal dari kelas VA dan VB. Instrumen berupa tes obyektif 24 soal dengan 4 pilihan jawaban. Hasil belajar pada kelas Eksperimen dengan jumlah siswa 32 orang didapatkan nilai yang diperoleh siswa memiliki rentang antara 50 sampai 97. Jumlah nilai keseluruhan 2204, dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 68,87 dan simpangan baku 12,004. Hail belajar pada kelas kontrol dengan jumlah siswa 31 orang didapatkan nilai yang diperoleh siswa memiliki rentang antara 45 sampai 79. Jumlah nilai keseluruhan 1915, dengan nilai rata-rata (mean) 61,81 dan simpangan baku 9,83.
3.             Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Dirwanti dari Universitas Islam 45 Bekasi (UNISMA) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Metode Problem Solving Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Mata Pelajaran PKn Kelas V di SDN Jatimulya 03. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 mei 2015 sampai dengan 5 juni 2015. Sampel yang digunakan adalah 35 siswa kelas VA sebagai kelas eksperimen dan 35 siswa kelas VB sebagai kelas kontrol. Instrumen penilaian yang digunakan berupa soal essay yang berjumlah 30 soal. Dari hasil rata-rata pada kelas eksperimen sebesar 65,85, dan rata-rata nilai pada kelas kontrol sebesar 56.

C.      Kerangka Berfikir
Model pembelajaran salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Semakin tepat memilih model pembelajaran, maka semakin efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk memilih model pembelajaran yang sesuai dan tepat dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, karakteristik perkembangan siswa, kebutuhan siswa, dan materi pelajaran.
Kondisi saat ini pembelajaran IPS masih menggunakan model pembelajaran konvensional ditandai dengan kegiatan ceramah guru sehingga proses pembelajaran masih berpusat satu arah (guru). Kegiatan pembelajaran masih berfokus pada penguasaan hafalan materi pelajaran, kegiatan siswa mencatat materi yang sudah ada dalam buku teks, serta ceramah guru lebih mendominasi dalam menyampaikan materi pembelajaran. Keadaan ini menyebabkan pembelajaran IPS kaku, monoton, dan membosankan dimana siswa berperan sebagai subjek pasif dalam proses pembelajaran di kelas.
Penggunaan model pembelajaran konvensional belum menyentuh karakteristik perkembangan siswa pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, siswa masih berpikir atau pengalaman yang konkret atau nyata. Siswa belum mampu berfikir, sehingga pengetahuan yang didapat tidak bertahan lama dalam memori kognitif siswa. Akibat yang timbul adalah kurangnya motivasi dan keaktifan siwa dalam proses pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar kognitif siswa yang rendah pada mata pelajaran IPS.
Pembelajaran IPS di SD masih menekankan pada hasil pencapaian kognitif dan kurang memperhatikan berlangsungnya proses belajar yang dialami siswa. Akibatnya siswa kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan menganalisis masalah, serta kemampuan memecahkan masalah seingga berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah. Oleh karena itu guru sebagai ujung tombak pemelajaran bertugas untuk mengubah model pembelajarn sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS, salah satu caranya menggunakan satu jenis model pembelajaran yaitu model pembelajaran problem based learning dan problem solving.
Model pembelajaran problem based learning adalah model yang komprehensif untuk pembelajaran berbasis masalah atau pemecahan masalah. Model ini mengatur supaya peserta didik belajar dengan cara berkelompok. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberi permasalahan, kemudian masing-masing kelompok menganalisis masalah tersebut untuk di pecahkan masalahnya kemudian diberikan kesimpulan. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi dengan lingkungan.
Model pembelajaran problem solving adalah model yang penggunaannya menekankan kepada proses pemecahan masalah yang penyelesaiannya dilakukan secara ilmah, dimulai dari mencari da mengolah data hingga penarikan kesimpulan.
Jenis model pembelajaran diatas adalah model yang mengutamakan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran tersebut melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran yang selama ini diterapkan khususnya dalam mata pelajaran IPS. Meskipun keduanya merupakan jenis pembelajaran pemecahan masalah, namun kedua jenis ini mempunyai perbedaan khusus kaitannya dengan hasil belajar kognitif siswa.

INPUT
PROCESS

OUTPUT
1. Rendahnya hasil belajar IPS
2. Siswa merasa bosan dan kurang memahami materi yang disampaikan guru.
3. Metode dan pendekatan yang kurang tepat.
Penelitian dikelas VA menggunakan model Problem Based Learning:
1.      Penjelasan pembelajaran model problem based learning.
2.      Pelatihan pembelajaran model problem based learning
3.      Simulasi pembelajaran model problem based learning
4.      Melaksanakan pembelajaran model pembelajaran problem based learning
Penelitian di kelas VB penggunaan model Problem Solving:
1.      Penjelasan pembelajaran model problem solving.
2.      Pelatihan pembelajaran model problem solving
3.      Simulasi pembelajaran model problem solving
4.      Melaksanakan pembelajaran model pembelajaran problem solving
1.    Hasil belajar IPS siswa tinggi.
2.    Pembelajaran yang inovatif, aktif dan menyenangkan
3.    Ada perbedaan penggunaan model problem based learning dengan model problem solving.

Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berpikir.
D.      Hipotesis Penelitian
Ho              : Tidak terdapat perbedaan penggunaan model problem based
learning dengan model problem solving terhadap hasil belajar IPS
siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.    
Hi               : Terdapat perbedaan penggunaan model problem based learning
dengan model problem solving terhadap hasil belajar IPS siswa kelas
V SDNCipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur.














                                                                                   



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.      Tempat dan Waktu Penelitian

No

Kegiatan Penelitian
Bulan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
1
Pengajuan Judul







2
Persetujuan Judul







3
Penyusunan Proposal







4
Penyusunan Bahan







5
Pelaksanaan Penelitian







6
Penyusunan Bab IV







7
Penyusunan Bab V







8
Lampiran







9
Persiapan Sidang







10
Final ACC Skripsi







11
Sidang Skripsi







12
Perbaikan







Penelitian ini dilaksanakan di SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi yang terletak di Jl. Cipinang Jaya II No. 1 Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur. Alasan peneliti memilih sekolah ini karena SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi Jakarta Timur adalah sekolah yang representative untuk dilakukan penelitian, jarak yang cukup dekat dengan rumah peneliti sehingga membantu peneliti dalam mengefesienkan waktu dan tenaga. Penelitian ini mulai dilaksanakan di kelas V semester II (dua) tahun ajaran 2015/2016. Jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Jadwal Penelitian Tahun 2016


B.       Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
a.        Populasi
Populasi adalah  keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.[41]Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi, Jakarta Timur yang terdiri dari 2 kelas, kelas V A berjumlah 29 siswa kelas V B berjumlah 31 siswa.
Populasi Target                      : Seluruh siswa SDN Pondok Cipinang Besar
Selatan 03, Jakarta Timur.
Populasi Terjangkau              : Seluruh siswa kelas V A dan V B SDN
Cipinang Besar Selatan 03 Pagi, Jakarta Timur.
b.        Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek/subjek penelitian.[42] Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Non-Probability Sampling dengan jenis sampling jenuh yang merupakan teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel.[43]Pengambilan sampel diambil dari populasi seluruh siswa SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi, Jakarta Timur yang terdaftar sebagai siswa pada tahun ajaran 2015/2016 adalah siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 03 Pagi, Jakarta Timur sebanyak 2 kelas.
Lalu sampel yang diperoleh 29 siswa kelas VA yang berada dikelas eksperimen 1 dengan diberi model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan 31 siswa kelas VB yang berada pada kelas eksperimen 2 diberi model Problem Solving. Untuk lebih jelasnya penyebaran anggota sampel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2.
Sampel
Populasi
Subjek Penelitian
Keterangan
Kelas V A
29 siswa
29 siswa
Kelas eksperimen 1
Kelas V B
31 siswa
31 siswa
Kelas eksperimen 2
Jumlah
60 siswa
60 siswa


C.      Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan Quasi EksperimenDesign, karena dalam penelitian ini ada dua tanpa mengubah komposisi kelompok tersebut atau dengan kata lain peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Untuk pelaksanaan diperlukan 2 kelas dimana peneliti mengajar di kelas eksperimen 1 dengan menggunakan model problem based learning dan di kelas eksperimen 2 menggunakan model problem solving. Setelah dilakukan penelitian, kedua kelompok diberikan tes akhir (post test) yang sama. Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara menggunakan tes hasil belajar. Instrumen yang berbentuk tes dibuat untuk memperoleh pembuktian hasil belajar siswa. Sehingga dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu: variabel bebas (X) adalah model problem based learning dan model problem solving, sedangkan variabel terikat (Y) adalah hasil belajar siswa.
Pada desan Quasi Eksperimen, peneliti menggunakan model control group post test only desain.[44] Model desain ini hanya menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen1 dan kelas eksperimen2. Bentuk yang dipakai adalah post testonly desain. Pada desain ini terdapat post test diberikan setelah di beri perlakuan. Desain ini dapat digambarkan seperti berikut:
Jika kita membuat desain penelitian berdasarkan dua kelas yang mempunyai variabel yang diberi perlakuan. Maka desainnya:
                                       E1                    X1                    O2
               Pola
                                       E2                    X2                    O2
Keterangan :
E1        : Kelas eksperimen 1
E2        : Kelas eksperimen 2
X1        : Perlakuan pada kelas ekperimen 1 menggunakan model problem based learning
X2        : Perlakuan pada kelas eksperimen 2 menggunakan model problem solving
O2        : Tes hasil belajar IPS pada kelas eksperimen 1
O2        : Tes hasil belajar IPS pada kelas eksperimen 2


D.      Teknik Pengumpulan Data
1.         Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan deskripsi dari kerangka berpikir yang di teliti.
Hasil belajar yang tinggi merupakan harapan setiap guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.pada kenyataannya tidak semua siswa dapat mencapai hasil belajaryang maksimal dan tergolong rendah di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Siswa yang kurang optimal dalam belajar akan menyebabkan hasil belajar yang rendah.
Salah satunya pada mata pelajaran IPS yang selama ini sumber belajar hanya berpusat pada guru dan siswa menghapal materi yang telah diberikan oleh guru. Pada mata pelajaran IPS, siswa sebenarnya dapat mengamati langsung dan bertukar fikiran dengan sesama teman lainnya. Terutama pada materi yang bersangkutan dengan peristiwa sehari-hari. Berhasil atau tidaknya pembelajaran di sekolah tergantung kepada pendekatan/model belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Guru menciptakan suasana kelas akan berpengaruh pada reaksi yang ditampilkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru harus mampu menggunakan pendekatan/model yang efektif dan efesien sehingga siswa dapat menerima dan memahami materi pelajaran dengan mudah dan siswa lebih aktif dalam belajar.
Model dan pendekatan yang dapat menciptakan kondisi tersebut adalah model problem based learning dan model problem solving. Dengan adanya proses belajar mengajar dengan metode ilmiah, setiap siswa mempunyai tanggung jawab, kerja sama pada diri sendiri dan juga kelompok.
Dengan demikian, hasil belajar khususnya mata pelajaran IPS yang menggunakan model pembelajaran problem based learning dan model problem solving diharapkan akan lebih baik dari pada hasil belajar dengan mengunakan metode ceramah.
2.             Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi tentang variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan:
a.      Variabel bebas (X): Model Prolem Based Learning dan Model Problem Solving
Model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu proses pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Model Problem Solving (PS) adalah model pembelajaran yang menitikberatkan pada pemecahan suatu masalah, dimulai dari proses merumuskan masalah, menganalisis masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan rekomendasi pemecahan masalah atau membuat kesimpulan.

b.      Variabel terikat (Y): Hasil Belajar IPS
Dalam hasil belajar IPS siswa merupakan perubahan perilaku yaitu perubahan dalam aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Perubahan-perubahan dalam aspek itu menjadi hasil dari proses belajar. Dari ketiga kemampuan ini dijadikan dasar sebagai kemampuan yang harus dimiliki siswa untuk selanjutnya dijadikan dasar menempuh pembelajaran selanjutnya. Kemampuan kognitif mencangkup (pengetahuan, pemahaman, penerapan), kemampuan afektif mencangkup (sikap menerima, merspon, menilai) dan kemampuan psikomotorik mencangkup (keterampilan atau skill, kemampuan bertindak).
3.              Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan penelitian dan mempunyai andil yang cukup besar terhadap keberhasilan suatu penelitian. Instrumen yang digunakan adalah tes. Tes digunakan untuk mengetahui data mengenai hasil belajar siswa.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis berbentuk lembar soal pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 (empat) alternatif jawaban yaitu: A,B,C, dan D. Pemberian skor untuk jawaban yang benar adalah 1 (satu) sedangkan yang salah 0 (nol). Sebelum digunakan pada sampel, instrumen tersebut diujikan kepada siswa kelas V SDN Cipinang Besar Selatan 04Pagi pada tahun pelajaran 2015/2016agar dapat mengetahui validitas dan realiabelitas soal.
Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen
Tes Hasil Belajar IPS Siswa
Standar Kompetensi : 2. Menghargai Peranan Tokoh Pejuang dan Masyarakat dalam Mempersiapkan dan Mempertahankan KemerdekaanIndonesia

No.
Kompetensi
Dasar

Indikator
Materi
Pokok
Nomor Soal
Jumlah
Soal
C1
C2
C3
2.2
Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
Menjelaskan beberapa usaha dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan.








Menghargai Jasa dan Peran Tokoh Perjuangan
Dalam Memproklamasikan Kemerdekaan










1, 2, 4, 5, 
7
3, 6,


7
Mengidentifikasi beberapa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan.
8, 9, 12,
 10, 11, 13, 14



7
Menunjukkan sikap menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan.

15



1
2.3





Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan


Menyebutkan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan
16, 17,
18
19


4
Menceritakan jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan

20
21, 22, 23, 24


5
Menceritakan detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia
25, 28
26, 29
27, 30


6
2.4









Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan
Menjelaskan cara mengenang perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan

31




1
Menyebutkan tokoh-tokoh yang berperan mempertahankan kemerdekaan
34, 35, 38, 39
33
32, 36, 37


8
Menunjukkan sikap menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.
40





1






E.       Uji Coba Instrumen
1.        Uji Validitas
Tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar adalah berupa tes objektif, maka pengujian validitas menggunakan rumus Korelasi Point Biserial dengan rumus sebagai berikut:[45]
Keterangan :
rpbi        : Koefisien korelasipoint biserial
Mp          : Mean skor dari subjek-subjek yang menjawab betul item yang
 dicari korelasinya dengan tes.
Mt          : Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes)
SDt        : Standar deviasi skor total.
p             : Proporsi subjek yang mnjawab betul item tersebut.
q             : Proporsi Subjek yang menjawab betul item tersebut (1 – p)
Hasil perhitungan koefisien korelasi point biserial kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (tabel harga kritis dari rproduct moment) dengan taraf signifikan 5%. Jika rhitung>rtabel maka item tersebut dapat diterima atau valid dan digunakan dalam penelitian, sedangkan jika rhitungrtabelmaka item tersebut ditolak atau tidak valid sehingga tidak digunakan dalam penelitian.
2.      Uji Reliabilitas
Selain pengujian validitas, sebuah tes juga harus memiliki reliabilitas. Untuk menentukan indeks reliabilitas dipergunakan rumus Kuder dan Richardson (K-R.20), rumusnya yaitu:[46]
Keterangan:
𝑟₁₁           : Reliabilitas instrument (rhitung)
k               : Banyaknya item yang valid
p               : Proporsi siswa yang menjawab benar
q               :Proporsi siswa yang menjawab salah
         : Jumlah hasil perkalian antara p dan q
S2                 :Varians simpangan baku (standar deviasi) dari tes
Dimana:
Keterangan :
S   : Simpangan baku (Standar deviasi)
X  : Simpangan X dan X, yang dicari dari X – X
S2 : Varians, selalu dituliskan dalam bentuk kuadrat
N  : Banyakya subjek pengikut tes.
Kriteria pengujian :
rhitung<r(A,n) , maka soal tidak reliabel
rhitung>r(A,n) , maka soal reliabel
r11= 0,91 – 1,00   = sangat tinggi
r11 = 0,71 – 0,90 = tinggi
r11 = 0,41 – 0,70 = cukup
r11 = 0,21 – 0,40 = rendah
r11= < 0,20           = sangat rendah

F.       Teknik Analisis Data
Dalam analisa data dan rumus yang digunakan adalah uji-t. Untuk menggunakan rumus tersebut maka terlebih dahulu dilakukan analisis persyaratan.
1.      Deskripsi Data
Deskripsi data digunakan untuk mengetahui gambaran dari penyebaran data penelitian yang meliputi Mean, Median dan Modus.
a.         Mean
Mean dari sekelompok (sederetan) angka (bilangan) adalah jumlah dari keseluruhan angka (bilangan) yang ada, dibagi dengan banyaknya angka (bilangan) tersebut.
Keterangan :
                    : Rerata atau Mean
              : Jumlah Perkalian Frekuensi dengan Masing-masing Nilai.
                : Jumlah Frekuensi

b.        Median
Nilai rata-rata pertengahan atau median ialah suatu nilai atau suatu angka yang membagi suatu distribusi data ke dalam dua bagian yang sama besar.
Keterangan :
Me     : Median
b        : Batas Bawah Kelas Median
p        : Panjang Kelas Median
n        : Banyaknya Sampel
F        : Jumlah Frekuensi Kelas Sebelum Kelas Median
f        : Frekuensi Kelas Median[47]




c.         Modus
Modus tidak lain adalah suatu skor atau nilai yang mempunyai frekuensi paling banyak, dengan kata lain, skor atau nilai yang memiliki frekuensi maksimal dalam distribusi data.
Keterangan :
Mo    : Modus
b        : Batas Bawah Kelas Modus
p        : Panjang Kelas Modus
b1      : Frekuensi Kelas Modus Dikurangi Frekuensi Sebelum Kelas Modus
b2      : Frekuensi Kelas Modus Dikurangi Frekuensi Sesudah Kelas Modusl[48]

2.      Uji Prasyarat Analisis
Penelitian dengan pendekatan kuantitatif, maka perlu menggunakan analisis data. analisis ini berkaitan dengan perhingan menjawab rumusan masalah dan pengajuan hipotesis yang diajukan setelah data terkumpul, kemudian di analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya, uji normalitas menggunakan uji Lilliefors pada taraf signifikansi  = 0,05.Hipotesis yang diajukan adalah :
       : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
       : Data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.
Adapun langkah-langkah uji Lilliefors sebagai berikut:[49]
1)        Urutkan data sampel dari kecil ke besar dan tentukan frekuensi tiap-tiap data.
2)        Tentukan nilai z dari tiap-tiap data itu.
3)        Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai z berdasarkan tabel z, dan sebut dengan F(z).
4)        Hitung frekuensi kumulatif relatif dari masing-masing nilai z, dan sebut dengan S(z)
5)        Tentukan nilai Lo = IF(z) – S(z)l dan bandingkan dengan nilai Lt dari tabel Lilliefors.
6)        Apabila Lo < Lt, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
7)        Contoh perhitungan uji normalitas Lilliefors:
Ho : sampel berdistribusi normal
H1 : sampel berdistribusi tidak normal.
8)        Rerata = 5
9)        Standar Deviasi
b.        Uji Homogenitas
Setelah uji normalitas, langkah berikutnya dilakukan uji homogenitas.Uji ini untuk mengetahui kesamaan antara dua populasi.Uji homogenitas yang digunakan untuk uji homogenitas adalah uji fisher.
F =
Keterangan:
Sx2    : Variansi terbesar dari kedua kelompok data
Sy2    : Variansi terkecil dari kedua kelompok data
Langkah – langkah perhitungan uji homogenitas dilakukan dengan uji fisher (F) adalah sebagai berikut :
1)      Hipotesis statistik
H0         : σ12 = σ22
H1         : σ12 ≠ σ22
Keterangan :
σ12            : Variansi kelompok 1, yaitu siswa yang belajar dengan model Problem Based Learning
σ22            : Variasi kelompok 2, yaitu siswa yang belajar denganmodel Problem Solving
H0         : Variansi data adalah homogen
H1            : Variansi data adalah tidak homogen
2)        Menentukan harga Fhitung
Menentukan nilai Fhitung dengan rumus fisher, dengan mengetahui terlebih dahulu variasi ke dua kelompok penelitian tersebut.Uji F (Fisher) dilakukan dengan cara membandingkan varian data terbesar dibagi varian data terkecil.
3)      Menentukan Ftabel
Tentukan terlebih dahulu dk pembilang dan dk penyebut serta taraf signifikan α = 0,05, maka nilai Ftabel dapat diperoleh melalui tabel distributif F. Menentukan Ftabel, dari tabel distribusi F dengan derajat kebebasan untuk pembilang dan untuk penyebut serta taraf signifikansi α = 0,05.
4)      Kriteria pengujian Ho
Terima Ho jika F1-a(ny1-1,ny2-1)< Fhitung< Fa(ny1-1,ny2-1)
Tolak Ho jika F1-a(ny1-1,ny2-1) ≥ Fhitung ≥ Fa(ny1-1,ny2-1)

3.      Analisis Data
Setelah data yang didapat dalam penelitian ini memenuhi uji persyaratan analisis, selanjutnya dianalisis secara statistik kuantitatif uji-t dengan metode penyatuan varians. Uji ini dilakukan untuk mengetahui dan memeriksa efektifitas perlakuan. Pada uji ini digunakan rata-rata (mean) dua kelas, yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Rumus uji-t yang digunakan adalah :[50]
      dengan    


Keterangan:
x1     : Rata-rata nilai belajar siswa yang menggunakan model problem based
learning.
x2    : Rata-rata nilai belajar siswa yang menggunakan model problem solving.
n1    : Banyaknya siswa pada kelas yang diberi pembelajaran dengan model
problem based learning.
n2    : Banyaknya siswa pada kelas yang diberi pembelajaran dengan model
problem solving.
Hasil perhitungan berupa rasio t selanjutnya dikonfirmasikan dengan nilai tabel ttabel pada taraf signifikan α = 0,05, derajat kebebasan dk = (n1 + n2 – 2 ) maka didapat ttabel = t (1 – α,dk).
Dengan kriteria pengujian :
Terima Ho jika thitungttabel, maka tidak ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang diberi tes pembelajaran dengan model problem based learning dengan model problem solving.
Tolak Ho jika thitung>ttabel, maka ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang diberi tes pembelajaran dengan model problem based learning dengan model problem solving.

G.      Hipotesis Statistik
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
H0          : µA = µB
            H1          : µA ≠ µB
Keterangan:
Ho        : Hipotesis nol
Hi        : Hipotesis alternatif
µA       = Rata-rata hasil belajar IPS siswa yang diajarkan menggunakan model problem based learning.
µB      = Rata-rata hasil belajar IPS siswa yang diajarkan menggunakan model problem solving.


[1] Ridwan Abdullah Sani. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 3
[2]Ibid. Hlm 127
[3] Eveline Siregar,dkk. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. hlm 4.
[4]Sobry Sutikno, M. 2013. Belajar dan Pembelajaran upaya kreatif dalam mewujudkan pembelajaran yang berhasil. Lombok: Holistica. Hlm 3
[5] Suyono dan hariyanto. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 12
[6] Pudjosumedi,dkk. 2012. Pengantar Pedagogik Transformatif. Jakarta: UHAMKA Press.  Hlm 171
[7] Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 4
[8]Ahmad Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hlm 18
[9]Nurochim. 2013. Perencanaan Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA. Hlm 17
[10]Ibid, Hlm 19
[11] Eveline Siregar. OpCit  Hlm 12
[12] Asep Jihad. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: PT. Milti Pressindo. Hlm 15
[13]Ahmad Susanto. 2013.Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Hlm 5
[14] Etin Solihatin. 2010. Strategi Pembelajaran PPKN. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 5
[15] Wahab Jufri. 2013. Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung: Pustaka Reka Cipta. Hlm 58
[16] Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hlm 42
[17] Ahmad Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: KENCANA. Hlm 137
[18] Sardjiyo, dkk. 2013. Pendidikan IPS di SD. Banten: Universitas Terbuka. Hlm 22
[19] Rudy Gunawan. 2011. Pendidikan IPS filosofi, Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Alfabeta. Hlm 19
[20] Sapriya. 2011. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm. 12
[21]Ahmad Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: KENCANA. Hlm 145
[22] Pudjosumedi, Sugeng Riadi. 2012 Pengantar Pedagogik Transformatif. Jakarta: UHAMKA PRESS. Hlm 175
[23] M. Sobry Sutikno. 2014. Metode & Model-model PEMBELAJARAN. Lombok: HOLISTICA. Hlm 57
[24] Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Terpadu. Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 53
[25]M. Sobry Sutikno. OpCit. Hlm 57
[26] Ridwan Abdullah Sani. 2014 Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hlm 128
[27]Ibid, hlm 128
[28] Evelin Siregar.,dkk. 2010.  Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm 119
[29] Aris Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inofatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.  Hlm 130
[30] Trianto Ibnu Badar Al-Tabany. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inofatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/TKI). Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.  Hlm 64
[32] Aris Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inofatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Hlm 132
[33] Trianto Ibnu Badar Al-Tabany. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/TKI). Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP. Hlm 72
[34]Ibid, Hlm 72
[35] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan. 2010.  Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta. Hlm 91
[36]Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Hlm 135
[38] Shoimin, Aris.OpCit . Hlm 137
[40] Ridwan Abdullah Sani. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 243
[41] Darmadi, Hamid. 2014. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: ALFABETA. Hlm 55
[42]Ibid. Hlm 57                                                       
[43] Riduwan. 2004. BELAJAR MUDAH PENELITIANuntuk Guru – Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: ALFABETA. Hlm 64.
[44] Zainal Arifin. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hlm 78
[45] Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cpta. Hlm 326
[46]Alwi, Idrus. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Saraz Publishing, hlm 129
[47] Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA. Hlm 53
[48]Ibid. Hlm 52
[49] A. Kusdiwelirawan. 2014. Statistika Pendidikan. Jakarta: Uhamka Press. hal 119
[50] Sudjana. 2005.  Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Hlm 239

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Ilmu Hadits Riwayah Dan Dirayah

Pengalaman tes di Bank Mandiri

Tabel Z Skor Positif dan Negatif